Jakarta, LIPUTAN 9
Ketua Lembaga Dakwah PBNU, KH. Agus Salim HS berpesan kepada seluruh pendakwah agar memiliki dan menerapkan ethos santri sampai kapanpun. Menurutnya ethos santri itu memiliki semangat menuntut Ilmu dan selalu mengedepankan akhlak dalam segala urusan.
Pesan ini disampaikan sebagai bentuk perhatiaan kepada para dai setelah ramainya program sertifikasi penceramah yang menuai polemik hingga di jagad maya. Kiai Agus Salim HS yang akrab dipanggil Abi ini juga menyampaikan bahwa idealnya standarisasi sertifikasi penceramah ialah berkahlak
Baca juga : Sertifikasi Penceramah Harus Memerhatikan Kesejahteraan Dai dan Memiliki Semangat Dakwah Ramah
“Standarisasi sertifikasi penceramah idealnya adalah berakhlak. Ketika ia mau berbicara maka ia harus dapat mengatur dirinya sendiri, artinya harus berakhlak terlebih dahulu. Sebab ucapan kita harus mencerminkan kepribadian kita,” tutur abi saat wawancara dengan tim dakwah NU, Rabu (9/9) siang.
Menurutnya, sebagai pemangku nilai keislaman yang otentik, NU memiliki otentisitas risalah dakwah yang dibawa Rasulullah Saw dengan menerapkan prinsip NU yang dikenal dengan wasathiyah
“Saat ini risalah dakwah Rasulullah Saw ada di pundak Nahdlatul Ulama, pelaksananya ada di lembaga dakwah PBNU yang melaksanakan dakwah dengan prinsip tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), dan i’tidal (adil),” tutur Abi menjelaskan
Lebih lanjut, Kiai Agus Salim yang juga merupakan Mursyid Thoriqoh ini menjelaskan bahwa penceramah harus memiliki karakter (ethos) santri dengan menjunjung tinggi semangat belajar dengan kerendahan hati dan mengedepankan akhlak
“Para dai, penceramah itu harus memiliki ethos santri, artinya mau belajar sampai kapanpun dan di manapun. Jangan asal ujug-ujug (tiba-tiba) jadi,” ungkapnya
“Kiai Ma’ruf contoh paripurnanya ethos santri, beliau jadi apapun tetap belajar dengan maksimal dari mulai jadi santri hingga saat ini menjadi wakil presiden, beliau tetap memiliki ethos santri dan tidak ujug ujug jadi. Contoh lain Kiai Said, akan selalu nyantri sampai kapanpun, artinya memiliki semangat belajar dengan kerendahan hati, akhlak” sambungnya menjelaskan.
Menurutnya, nyantri itu menuntut ilmu sampai liang lahat dan barang siapa mati dalam keadaan kondisi belajar (berdzikir) maka Allah mengutus dua ruh dan mengajarkan ilmu makrifat. Abi juga menjelaskan bahwa pandai itu harus bersyarat akhlak, akhlak itu kenal diri, sehingga dapat melepas sifat keakuan dan NU memiliki standar akhlak.
“Santri memiliki akhlak yang luhur di manapun dan kapanpun ia, hal ini yang harus selalu dimiliki oleh setiap dai sampai kapanpun,” terangnya lebih lanjut.
Abi Menjelaskan bahwa tujuan manusia kenal Allah adalah menuntut ilmu dengan akhlak, yakni paham atau kenal diri, hal itu menurutnya merupakan esensi akhlak. Prinsip wasathiyah NU akan terwujud dengan akhlak, ketika ia paham dengan dirinya
“Siapa yang sudah kenal dirinya maka ia kenal sang penciptanya. Kita butuh Allah, semuanya kita butuh Allah,” pesan abi saat sesi terakhir wawancara dengan tim media liputan9news. (ASR)