Jakarta, LIPUTAN9.ID – Dalam momen Hari Santri 2023, Lembaga Bahtsul Masa’il Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta menggelar forum Bahtsul Masa’il Maudhu’iyyah dengan judul ‘Kriteria Pemimpin Dalam Perspektif Maqashidus Syari’ah’, di Pondok Pesantren Az-Ziyadah, Klender, Jakarta Timur, Sabtu (21/10/23).
Ketua LBM PWNU DKI Jakarta KH Mukti Ali Qusyairi menerangkan bahwa Bahtsul Masail tersebut diadakan untuk merespon isu-isu aktual dan kontekstual. Menurutnya, isu kepemimpinan sangat sesuai untuk dibahas saat ini untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar mempunyai pegangan dalam memilih pemimpin yang dapat membawa kemaslahatan bagi bangsa dan negara dan berpihak terhadap kepentingan rakyat.
“Mendekati Pemilu 2024 isu kepemimpinan perlu mendapatkan perhatian semua pihak. Secara khusus LBM PWNU DKI Jakarta mengadakan diskusi ini melihat bagaimana pandangan agama mengenai kriteria pemimpin agar masyarakat memiliki pedoman dalam memilih pemimpin yang ideal untuk negeri ini,” ujarnya.
Kiai Mukti menjelaskan, maqashidus syari’ah itu diartikan dengan (tujuan-tujuan syariat) yang menjadi bahasan dalam diskusi bahtsul masail ini, dapat dijadikan sebagai standar dan nilai umum dari agama untuk menilai seluruh calon pemimpin yang mengemuka sejauh ini dan yang paling layak memimpin negeri ini dengan rekam jejak yang baik.
“Kita tahu maqashidus syari’ah terdiri dari sejumlah hak dasar yaitu, yaitu hifzhud din (menjaga hak kebebasan beragama), hifzhun nafs (menjaga hak hidup), hifzhul ‘aql (menjaga hak berpikir dan berpendapat), hifzhul ‘rdh (menjaga kehormatan manusia), hifzhun nasl (menjaga keturunan dan ketahanan keluarga), dan hifzhul mal (menjaga harta dan pemenuhan ekonomi). Enam hak dasar ini bisa menjadi standar dan acuan bagi masyarakat untuk memilih sosok pemimpin yang dianggap paling mampu memenuhi hak-hak tersebut,” lanjutnya.
Rekomendasi LBM PWNU DKI Jakarta dalam Memilih Pemimpin Negera
1. Sesuai dengan keyakinan dan paham keagamaan kami, pemimpin adalah orang yang bertanggungjawab dan mampu mewujudkan kemaslahatan bagi rakyat, bangsa dan negara, berpijak pada prinsip “tasharruful imâm ‘alâr ra’îyyah manûthun bil mashlahah” (kebijakan dan tindakan seorang pemimpin berdasarkan kemaslahatan bagi rakyat).
2. Sesuai dengan keyakinan dan paham keagamaan kami, pemimpin adalah orang yang menjalankan tujuan-tujuan universal agama, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial, yaitu:
- Hifzhud dîn (menjaga agama); saleh personal dan sosial, tidak mempolitisasi agama untuk kepentingan pribadi dan golongan, toleran kepada penganut agama lain, serta mempunyai rekam jejak menjaga dan melindungi eksistensi seluruh agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia;
- Hifzhun nafs (menjaga jiwa/nyawa); menghormati dan memuliakan manusia, tidak pernah dan tidak akan pernah terlibat dalam pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) berat, serta berkomitmen menegakkan supermasi hukum dalam melindungi seluruh rakyat dari berbagai ancaman kriminal dan pelanggaran HAM;
- Hifzhul ‘aql (menjaga akal); sehat akal-pikiran, cerdas, rasional, adil dalam bertindak dan mengambil keputusan, menghargai kebebasan berpikir dan perpendapat, matang dalam pengalaman, tidak tunduk pada nafsu angkara murka dan kepentingan golongan, serta mempunyai program memajukan dunia pendidikan dan penguatan karakter bangsa;
- Hifzhul ‘irdh (menjaga kehormatan); menjaga kehormatan manusia, tidak merendahkan atau melecehkan kehormatan manusia, dan menjaga kehormatan bangsa dengan mencintai dan setia pada ideologi bangsa: Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 45;
- Hifzhun nasl (menjaga keturunan dan keluarga); berkomitmen kuat memenuhi ketahanan keluarga, serta menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan dan persaudaraan, ukhûwwah Islâmîyyah (persaudaraan sesama muslim), ukhûwwah wathanîyyah (persaudaraan sesama anak bangsa), dan ukhûwwah basyarîyyah (persaudaraan sesama manusia);
- Hifzhul mâl (menjaga harta); menjaga sumber daya, kekayaan dan seluruh aset negara untuk kepentingan rakyat, berkomitmen memajukan perekonomian rakyat, bangsa dan negara, anti-KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), serta melindungi rakyat dari berbagai kejahatan yang dapat merugikan ekonominya.
3. Sesuai dengan keyakinan dan paham keagamaan kami, pemimpin adalah lokomotif kemajuan dengan tetap mempertahankan warisan dan nilai-nilai lama yang maslahat, berpijak pada kaidah “al-muhâfazhah ‘alâl qadîmish shâlih wal akhdzu bil jadîdil ashlah” (mempertahankan nilai lama yang maslahat dan mengambil nilai baru yang lebih maslahat).
Editor: Hamdi Zatnika
Sumber: NU Online Jakarta