LIPUTAN9.ID – Dunia angka sangat menarik perhatian. Imam Al-Ghazali membedah rahasia spiritualitas angka dalam ilmu Hisabul Jumal. Pakar sufisme Annemarie Schimmel membedah misteri angka dalam kajian kosmologis. Pun juga para spiritualis membedah angka dalam kajian supranatural. Berikut ringkasan misteri angka dalam kajian kosmologis.
ANGKA SATU
Angka 1 adalah pondasi dan permulaan dari semua angka. Angka ini menjadi simbol primordial dan kausa-prima. Angka ini meliputi seluruh relasi, dan totalitas, serta kesatuan yang berada di atas semua pluralitas ciptaan.
Kita memahami bahwa segala sesuatu (mahluk) ada dan berbentuk polaritas (lawan), seperti siang-malam, laki-laki perempuan, utara selatan, timur barat dan lain-lain. Tuhan adalah Deus Absconditus (yang bersembunyi) sehingga prinsip eksistensinya adalah Maha Satu. Yang Maha Satu mengatasi dan melampaui semua multiplisitas ciptaan.
Angka 1 merupakan simbol ideal untuk Tuhan karena murni spiritual, tidak ada kontradiksi ataupun negativitas dalam dirinya. Ia Absolut dalam kesempurnaan dan keunikan eksistensinya.
Simpulan akhirnya; angka satu angka non kontradiksi, non negativitas dalam dirinya
ANGKA DUA
Secara kosmis, angka 2 merupakan angka pecahan, oposisi, dan kegandaan. Angka 2 adalah kepingan koin yang memiliki dua sisi.
Dalam tradisi agama, angka ini berkaitan dengan dunia kosmik karena sifatnya tidak tunggal. Jika kita mengamati posisi dikhotomi, binari atau oposisi maka selalu ada pecahan angka 1 dan 2. Angka 2 ada karena ada angka 1. Makna simboliknya adalah bahwa angka 1 merupakan Tunggal (Kholik) dan angka 2 realitas (mahluk).
Dalam terminologi sufistik, relasi angka 2 melambangkan relasi aku dan engkau sebagai kolaborasi, atau relasi kanan dan kiri sebagai sebuah oposisi. Apalagi dalam hubungan antara aku manusia dengan Engkau Absolut (Tuhan).
Angka 2 menjadi simbol dalam mengungkap kontradiksi suatu relasi maupun juga korelasi.
Rudolf Otto dengan sangat bagus menjelaskan hal ini, ” Yang Maha Satu memanifes dalam mysterium tremendum (yang mempesona) sekaligus mysterium fascinans (yang menakutkan)”.
Sama dengan sifat Jamal dan Jalal dalam Islam. Atau Yang Satu Primordial ( T’ai chi ) melahirkan kekuatan natural Yin dan Yang dalam Taoisme
Simpulan akhirnya; angka dua adalah angka realitas. Angka yang mengakomodasi baik oposisi-binari maupun relasi
ANGKA TIGA
Dalam kajian psikologi, angka 3 memiliki posisi yang luar biasa. Dimulai dari kajian bentuk segitiga. Jika ada 2 garis lurus, selamanya akan menjadi garis terpisah tanpa ada garis ke 3 yang menyambungkan dua garis tersebut. Makanya dapat disimpulkan bahwa angka tiga merestorasi keterpisahan oleh angka dua dalam bentuk segitiga. Segitiga selalu mengarah pada integrasi baru. Schimmel menyebutkan angka 3 dengan angka yang “merangkul suatu sintesis” ( the embracing synthesis).
Secara mendalam, angka 3 merupakan angka yang nyata karena dapat menghasilkan figur geometris. Dua garis yang terpisah, dihubungkan oleh garis ketiga dan menghasilkan ruang. Pada kosmologi, angka 3 menggambarkan ruang, waktu, dan hukum kausalitas. Plato menerjemahkannya dengan kebaikan, kebenaran, dan keindahan.
Schimmel menunjukkan eksistensi angka 3 dalam Islam pada pembagian Iman, Islam, dan Ihsan; pada kategori hukum: halal, haram, dan syubhat ; pada perjalanan spiritual para sufi: syariah, tarikat, dan hakikat (maknanya hampir sama dengan ” via purgativa, via contemplativa , dan via illuminativa ).
Spiritualitas juga terbagi dalam tiga kegiatan: berpikir, berkehendak, dan merasa. Fisika berkenaan dengan tiga relasi: massa, kekuatan, dan velositas.
Suami simbol maskulin dalam sebuah rumah tangga, istri simbol feminim, dua entitas yang berbeda. Tapi hadirnya sosok ketiga yaitu anak akan menciptakan keharmonisan dan keceriaan.
Tapi jika angka 3 disalah gunakan maka akibatnya akan fatal. Misalnya cinta segitiga atau ada orang ketiga dalam rumah tangga……hahaha
Simpulan akhirnya; angka tiga adalah angka integrasi antara dua garis yang asal muasalnya berdiri secara otonom. Wallahu a’lam bikulli hal
KH. Khotimi Bahri, Pengasuh Pesantren Bina Iman Mulia Bogor dan Dosen Ushul Fiqh STEI Napala