Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Intelektual sekaligus pengamat politik dari President University Muhammad A.S. Hikam menilai PBNU saat ini telah kehilangan pendekatan kultural-spiritual sebagaimana yang dimiliki para ulama NU terdahulu, dalam menyelesaikan problem oraganisasi.
Hal ini disampaikan A.S. Hikam menanggapi dinamika JATMAN, di mana PBNU akan mengadakan Kongres JATMAN di Boyolali, Jawa Tengah, pada tanggal 21-22 Desemebr 2024.
“Menyedihkan. Hilangnya pendekatan kultural spiritual sebagaimana para ulama NU terdahulu dalam menyelesaikan masalah sepelik apapun,” ujar A.S Hikam dalam keterangan dilansir dari Joglo Jateng, Rabu (12/12/2024).
A.S. Hikam mengatakan, PBNU melakukan pendekatan serba instrumentalistik, legal formal, miskin etika dan landasan spiritualitas nahdliyyin, serta semakin menampakkan ekses yang destruktif bagi jam’iyyah. Bukan cuma dipraktikkan oleh oknum-oknum PBNU, tetapi sudah merambah sampai di bawah.
“Nyaris pendekatan ini menjadi satu-satunya pegangan untuk menyelesaikan problem-problem dalam jam’iyyah,” ujarnya tegas.
Menurut A.S. Hikam, pendekatan tersebut memang paling murah, populer, tampak legitimate, dan sangat mudah diberi justifikasi dengan kaidah-kaidah “fiqhiyyah” sehingga sepintas menjadi tampak “sangat NU”.
“Inilah yang pernah saya kritisi ketika menyinggung manhaj “serba fiqih” dalam epistemologi utama kalangan ulama NU. Tanpa landasan spiritual ala tasawwuf yang kokoh, maka instumentalisme menjadi sangat powerful dan bisa efektif dalam jangka pendek,” paparnya.
A.S Hikam sangat sedih dan menyayangkan pendekatan instrumentalistik legal formal miskin etika oknum elit PBNU sekarang sudah menular ke level elit akar rumput. Kata dia, teringat almaghfurlah Gus Dur yang mengajarkan dan mempraktikkan pendekatan kehati-hatian dan kewaspadaan terhadap potensi bahaya dari instrumentalisme ugal-ugalan terhadap NU.
Senada dengan A.S Hikam, Moh Yasir Alimi, Antropolog Universitas Negeri Semarang, menyebut pendekatan legalistik instrumental akan melahirkan konflik lebih banyak di tubuh NU.
“Hal demikian bertentangan dengan Qanun Asasi Dasar Tertinggi NU yang mengamanatkan kewajiban menjaga persatuan dan mengutamakan musyawarah dalam penyelesaian masalah,” ucapnya.
Yasir juga menegaskan, “Gus Dur mengajari kita pentingnya pendekatan kultural spiritual dalam menyelesaikan masalah. Ini tidak hanya berkaitan dengan bagaimana menjalankan organisasi, tetapi juga bagaimana menjaga agar nilai-nilai dasar tradisi dan spiritualitas tetap menjadi landasan dalam setiap langkah yang diambil,” pungkasnya. (MFA)