• Latest
  • Trending
  • All
  • Politik
Alam dan Akal Ibnu Sina

Alam dan Akal Ibnu Sina

February 17, 2024
Logo JATMAN

Dzikir Sejati tidak Butuh Sorotan Lampu

August 9, 2025
Dr. KH. Zakky Mubarok, MA, Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU)

Kesempurnaan Ajaran Agama

August 8, 2025
Ayik Heriansyah: Doktrin al Wala wal Bara Sebabkan Prasangka Buruk Terhadap Umat Islam

Jangan Su’uzhan kepada Ulama yang Dekat dengan Pengauasa

August 8, 2025
Pra-peradilan Kasus OTT Kades Golo Bilas di Labuan Bajo Sarat dengan dugaan Mafia Peradilan

Pra-peradilan Kasus OTT Kades Golo Bilas di Labuan Bajo Sarat dengan dugaan Mafia Peradilan

August 8, 2025
PNIB: Rakyat Indonesia Patut Bersyukur Punya Densus 88, Selalu Jaga Keamanan dari Ancaman Terorisme seluruh Indonesia dari Aceh Hingga Papua

PNIB: Rakyat Indonesia Patut Bersyukur Punya Densus 88, Selalu Jaga Keamanan dari Ancaman Terorisme seluruh Indonesia dari Aceh Hingga Papua

August 7, 2025
KNPI

Ketua Umum DPP KNPI Resmikan Satgas Pemuda Asta Cita untuk Kawal Pemerintahan Prabowo-Gibran

August 7, 2025
Arifa Widiasari, mahasiswa asal Pati sekaligus Sekretaris Wilayah BEM PTNU DIY

Menaikkan PBB Hingga 250 Persen! Mahasiswa Asli Pati Geram, Tuntut Bupati Buka Telinga

August 7, 2025
Yaqut

Didampingi Kuasa Hukumnya Yaqut Cholil Qoumas Penuhi Panggilan KPK

August 7, 2025
BEM PTNU

BEM PTNU DIY Soroti Penangkapan Pemain Judi Online: Kenapa Bukan Bandarnya yang Ditangkap?

August 7, 2025
Yaqut Cholil Qoumas

Hari Ini! KPK Panggil Eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas Terkait Kasus Korupsi Kuota Haji Khusus

August 7, 2025
  • Iklan
  • Kontak
  • Legalitas
  • Media Sembilan Nusantara
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Tentang
Saturday, August 9, 2025
  • Login
Liputan 9
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
Liputan 9
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Alam dan Akal Ibnu Sina

Oleh: Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya by Sulaiman Djaya
February 17, 2024
in Uncategorized
A A
0
Alam dan Akal Ibnu Sina
541
SHARES
1.5k
VIEWS

“Pangkal agama ialah makrifat tentang Dia, kesempurnaan makrifat (pengetahuan) tentang Dia ialah membenarkan-Nya, kesempurnaan pembenaran-Nya ialah mempercayai Keesaan-Nya, kesempurnaan iman akan Keesaan-Nya ialah memandang Dia Suci, dan kesempurnaan Kesucian-Nya ialah menolak sifat-sifat-Nya, karena setiap sifat merupakan bukti bahwa (sifat) itu berbeda dengan apa yang kepadanya hal itu disifatkan, dan setiap sesuatu yang kepadanya sesuatu disifatkan berbeda dengan sifat itu. Maka barangsiapa melekatkan suatu sifat kepada Allah (berarti) ia mengakui keserupaan-Nya, dan barangsiapa mengakui keserupaan-Nya maka ia memandang-Nya dua, dan barangsiapa memandang-Nya dua, mengakui bagian-bagian bagi-Nya, dan barangsiapa mengakui bagian-bagian bagi-Nya (berarti) tidak mengenal-Nya, dan barangsiapa tidak mengenal-Nya maka ia menunjuk-Nya, dan barangsiapa menunjuk-Nya (berarti) ia mengakui batas-batas bagi-Nya, dan barangsiapa mengakui batas-batas bagi-Nya (berarti) ia mengatakan jumlah-Nya. Barangsiapa mengatakan “dalam apa Ia berada”, (berarti) ia berpendapat bahwa Ia bertempat, dan barangsiapa mengatakan “di atas apa Ia berada” maka ia beranggapan bahwa Ia tidak berada di atas sesuatu lainnya. Ia Maujud tetapi tidak melalui fenomena muncul menjadi ada. Ia ada tetapi bukan dari sesuatu yang tak ada. Ia bersama segala sesuatu tetapi tidak dalam kedekatan fisik. Ia berbeda dari segala sesuatu tetapi bukan dalam keterpisahan fisik. Ia berbuat tetapi tanpa konotasi gerakan dan alat. Ia melihat sekalipun tak ada dari ciptaan-Nya yang dilihat. Ia hanya Satu, sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu yang dengannya Ia mungkin bersekutu atau yang mungkin Ia akan kehilangan karena ketiadaannya” (Khutbah Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah. Lihat Khutbah Pertama dalam Nahjul Balaghah).

Membahas tentang Tuhan dalam pemikiran para filsuf muslim berarti membahas tentang metafisika, yang dalam hal ini Ibnu Sina memandang metafisika merupakan pengetahuan tentang segala yang ada sebagai “adanya” dan sejauh yang dapat diketahui manusia. Berkaitan dengan metafisika inilah Ibnu Sina membicarakan sifat wujudiah sebagai yang terpenting dan mempunyai kedudukan di atas segala sifat lain.

Esensi, dalam paham dan pandangan Ibnu Sina terdapat dalam akal, sedangkan wujud terdapat di luar akal. Wujudlah yang membuat tiap esensi yang dalam akal mempunyai kenyataan di luar akal. Tanpa wujud, esensi tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari esensi. Dalam membuktikan adanya Tuhan (isbat wujud Allah), Ibnu Sina berargumentasi dengan dalil wajib al-wujud dan mumkin al-wujud, yang mengingatkan kita kepada filsafatnya Al-Farabi, yang bahkan terkesan tidak ada tambahan sama sekali. Berikut penjelasannya.

Wajib al-wujud, yaitu esensi yang tidak dapat tidak mesti mempunyai wujud. Di sini esensi tidak bisa dipisahkan dari wujud, keduanya adalah sama dan satu. Esensi ini tidak dimulai dari tidak ada, kemudian berwujud, tetapi ia wajib dan mesti berwujud selama-lamanya. Lebih jauh Ibnu Sina membagi Wajib al-Wujud ke dalam dua pembagian, yaitu: 1) Wajib al-wujud bi dzatihi, yakni sesuatu yang kepastian wujudnya disebabkan olah zatnya sendiri. Dalam hal ini esensi itu tidak bisa diceraikan dengan wujud, karena keduanya adalah satu dan wujudnya tidak didahului oleh ketiadaan (ma’dum), ia akan tetap ada selamanya. Wajib bi dzatihi ini biasanya disebut oleh Ibnu Sina dengan Al-Wajib saja, yaitu Allah Yang Maha Esa, Yang Hak dan ia adalah Aqlul-Mahdh (akal murni) yang tidak berkaitan denan materi apa pun. 2) Wajib al-wujud bi ghairihi, yakni sesuatu yang kepastian wujudnya disebabkan oleh yang lain. Misalnya: Adanya basah disebabkan oleh adanya air, kebakaran disebabkan oleh api, adanya 7 karena ada 5+2 atau 6+1, atau 2+5, dan sebagainya.

BeritaTerkait:

Ikhtiar Festival Teater Remaja Banten

Di Senja Lantai 4 Toko Krakatau Royal – Tiongkok dan Lee Kuan Yew

Ngopi Senja dan Etos Hidup Koh Iping

Dari Diskusi Senja di Toko Krakatau Royal

Tentang sifat-sifat Allah, sebagaimana Al-Farabi, Ibnu Sina pun menyucikan Allah dari segala sifat yang dikaitkan dengan esensinya, karena Allah Maha Esa dan Maha Sempurna. Ia adalah tunggal, tidak terdiri dari bagian-bagian. Jika sifat Allah dipisahkan dari zatnya, tentu akan membawa zat Allah menjadi pluralitas (ta’addud al-qudama’).

Sebagaimana Al-Farabi, Ibnu Sina juga berpendapat bahwa ilmu Allah hanya mengetahui yang universal di alam dan ia tidak mengetahui yang parsial. Ungkapan terakhir ini dimaksudkan Ibnu Sina bahwa Allah mengetahui yang parsial di alam ini secara tidak langsung, yakni melalui zatnya sebagai sebab adanya alam. Dengan istilah lain, pengetahuan Allah tentang yang parsial melalui sebab akibat yang terakhir kepada sebab pertama, yakni zat Allah. Dari pendapatnya ini Ibnu Sina berusaha mengesakan Allah semutlak-mutlaknya dan ia juga memelihara kesempurnaan Allah. Jika tidak demikian, tentu ilmu Allah yang maha sempurna akan sama dengan sifat ilmu manusia, bertambahnya ilmu membawa perubahan pada esensi manusia. Meski, dalam soal ini, pandangan Ibn Sina memancing kritik dan kontroversi dari ummat Islam atau dari para pemikir Islam lainnya yang mempercayai pengetahuan Allah mencakup yang parsial (furu’) juga yang global (ijmal).

Sebagai perbandingan, barangkali kita juga perlu menyimak pandangan filsuf muslim kontemporer, yang dalam hal ini teosofi-nya Syahid Ayatullah Murtadha Muthahhari: “Dalam hubungannya dengan konsepsi Ilahiah tentang dunia, dalam ilmu ketuhanan dibahas beberapa masalah tentang hubungan antara Allah dan dunia, seperti apakah dunia ini, sementara atau abadi, dari manakah asal segala sesuatu yang ada ini. Juga dibahas masalah-masalah lain seperti itu. Namun, kalau melihat keseimbangan segenap eksistensi, maka dapat dikatakan di sini bahwa masalah-masalah kearifan dan keadilan ilahi saling berkaitan erat. Kalau merujuk kepada masalah keadilan Ilahi, maka dapat dikatakan bahwa sistem dunia yang ada ini merupakan sistem yang paling arif dan adil. Dasar sistem ini bukan saja pengetahuan, kesadaran dan kehendak. Sistem ini juga merupakan sistem yang paling baik dan sehat. Tak mungkin ada sistem lain yang lebih baik daripada sistem ini. Dunia yang ada ini merupakan yang paling sempurna” (Lihat Ayatullah Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, Mizan 2009).

Filsafat Ibn Sina Tentang Manusia

Terdapat tiga objek kajian yang dibahas Ibnu Sina menyangkut manusia, yaitu: wujud manusia, jiwa manusia, akal pada manusia dan ruh manusia. Dalam menjelaskan tentang wujud manusia ini Ibnu Sina menggunakan Filsafat Wujudiah-nya untuk menjelaskan dari mana wujud manusia itu ada, yaitu pada teori Mumkin al-Wujud, yang penjelasannya adalah: Mumkin al-Wujud adalah Esensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak berwujud. Dengan kata lain, jika ia diandaikan tidak ada atau diandaikan ada, maka ia tidaklah mustahil, yakni boleh ada dan boleh tidak ada.

Selanjutnya, dalam menjelaskan tentang awal mula proses muculnya ruh, maka kita akan melihat pada teori emanasi Ibnu Sina, di mana proses munculnya ruh diawali dengan adanya Akal X yang dayanya sudah sangat lemah berpikir tentang Allah sebagai Wajib wujud li dzatihi menghasilkan pemikiran ke 10 yang berpikir tentang Wajib wujud li ghairihi menghasilkan jiwa ke 10 dan berpikirnya tentang dirinya sendiri sebagai Mumkinul wujud li dzatihi menghasilkan berbagi unsur dasar dari bumi dan juga ruh manusia. Dan jiwa ke 10 itulah yang menggerakkan roh. Menurut Ibnu Sina jika manusia telah meninggal maka hanya raganya saja yang tidak aktif, tetapi rohnya akan tetap hidup, dan roh yang abadi itu akan mengalami siksa dan kesenangan. Pandangannya soal ini juga tak luput dari kritik dan kontroversi secara teologis dan filosofis.

Alam Menurut Ibnu Sina

Ibnu Sina, yang lagi-lagi sebagaimana juga al Farabi, menemui kesulitan dalam menjelaskan bagaimana terjadinya yang banyak yang bersifat materi (alam) dari Yang Esa, jauh dari arti banyak, jauh dari materi, Maha Sempurna, dan tidak berkehendak apapun (Allah). Untuk memecahkan masalah ini, ia juga mengemukakan penciptaan secara emanasi. Soal kerumitan ini kemudian akan dijelaskan dalam tasawuf filsafatnya Ibn Arabi, tentang tajalliyat. Namun di sini penting dikatakan bahwa filsafat emanasi ini bukan renungan Ibnu Sina atau juga al- Farabi, tetapi berasal dari “ramuan Plotinus” yang menyatakan bahwa alam ini pancaran dari Yang Esa (The One). Kemudian, filsafat Plotinus yang berprinsip bahwa dari hanya yang satu yang melimpah. Filsafat Plotinus ini kemudian diaktualisasikan oleh Ibnu Sina dan juga Al- Farabi, bahwa Allah menciptakan alam secara emanasi. Dengan demikian, walaupun prinsip Ibnu Sina dan Plotinus sama, namun hasil dan tujuannya berbeda. Oleh karena itu, dapat dikatakan Yang Esa-nya Plotinus sebagai penyebab yang pasif bergeser menjadi Allah pencipta yang aktif dalam filsafat Ibn Sina dan al Farabi. Ia menciptakan alam dari materi yang sudah ada secara pancaran.

Adapun proses terjadinya pancaran tersebut ialah ketika Allah (bukan dari tiada) sebagai akal langsung memikirkan terhadap zatnya yang menjadi objek pemikirannya, maka memancarlah akal pertama. Dari akal pertama ini memancarlah Akal kedua, Jiwa pertama dan langit pertama. Demikianlah seterusnya sampai akal kesepuluh yang sudah lemah dayanya dan tida dapat menghasilkan akal sejenisnya, dan hanya menghasilkan Jiwa kesepuluh, bumi, roh, materi pertama yang menjadi dasar keempat unsur pokok: air, udara, api, dan tanah. Hanya saja, berbeda dengan Al-Farabi, bagi Ibnu Sina Akal pertama mempunyai dua sifat: Sifat wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah dan sifat mumkin wujudnya jika ditinjau dari hakikat dirinya. Dengan demikian, Ibnu Sina membagi objek pemikiran akal-akal menjadi tiga: Allah (Wajib al-wujud li-zatihi), dirinya akal-akal (wajib al-wujud li ghairihi) sebagai pancaran dari Allah, dan dirinya akal-akal (mumkin al-wujud) ditinjau dari hakikatnya.

Selanjutnya adalah akal-akal dan planet-planet dalam emanasi dipancarkan Allah secara hierarkis. Keadaan ini bisa terjadi karena ta’aqul Allah tentang zat-Nya sebagai sumber energi yang maha dahsyat. Ta’aqqul Allah tentang zatnya adalah ilmu Allah tentang dirinya dan ilmu itu adalah daya (al-qudrat) yang mencitakan segalanya. Agar sesuatu itu tercipta, cukup sesuatu itu diketahui Allah. Dari hasil ta’aqqul Allah terhadap zat-nya (energi) itulah diantaranya menjadi akal-akal, jiwa-jiwa, dan yang lainnya memadat menjadi planet-planet. Dan berbeda dengan pendahulunya, yaitu Al-Farabi, bagi Ibnu Sina masing-masing jiwa berfungsi sebagai penggerak satu planet, karena akal (immateri) tidak langsung menggerakkan planet yang bersifat materi. Akal-akal adalah para malaikat, Akal pertama adalah Malaikat Tertinggi dan Akal Kesepuluh adalah malaikat Jibril yang bertugas mengatur bumi dan isinya.

Namun, sebagaimana Al-Farabi, Ibnu Sina juga memajukan emanasi ini untuk mentauhidkan Allah semutlak-mutlaknya. Oleh karena itu, Allah tidak bisa menciptakan alam yang banyak jumlah unsurnya ini secara langsung. Jika Allah berhubungan langsung dengan alam yang plural ini tentu dalam pemikiran Allah terdapat hal yang plural. Hal ini merusak citra tauhid. Seperti telah disebutkan bahwa perbedaan yang mendasar antara Plotinus dengan Ibnu Sina (juga al-Farabi) ialah: bagi Plotinus alam ini hanya terpancar dari yang satu (Tuhan), yang mengesankan Allah tidak pencipta dan tidak aktif. Hal ini ditangkap dari metafora yang ia gunakan bagaikan mentari memancarkan sinarnya. Sementara itu, dalam Islam, emanasi ini dalam rangka menjelaskan cara Allah menciptakan alam. Karena alam adalah ciptaan Allah, dalam agama Islam termasuk ajaran pokok atau qath’i al-dalalah. Dengan kata lain, kekhalikan Allah ini mesti diimani sepenuhnya. Orang yang mengingkari dapat membawa pada kekafiran. Atas dasar itulah, maka ibarat mentari dengan sinarnya merupakan ibarat yang menyesatkan.

Sejalan dengan filsafat emanasi inilah, alam ini qadim karena diciptakan oleh Allah sejak zaman Azali. Akan tetapi, tentu saja Ibnu Sina membedakan antaraqadimnya Allah dan alam. Perbedaan tersebut terletak pada sebab membuat alam terwujud. Keberadan alam tidak didahului oleh zaman, maka alam qadim dari segi zaman. Adapun dari segi esensi, sebagai hasil ciptaanAllah secara pancaran, alam ini baru. Sementara itu, Allah adalah taqaddum zaty. Ia sebab semua yang ada dan Ia pencipta alam. Akhir kata, meski tak luput dari protes dan kontroversi, filsafat Ibn Sina adalah jejak dan warisan yang sangat berharga bagi kita dari sebuah jaman ketika dunia Islam berusaha melakukan rasionalisasi teologis, sekaligus berikhtiar dalam kecimpung filosofis agar agama “tidak mati” dalam roda sejarah dan laju peradaban ummat manusia.

Sulaiman Djaya, esais dan penyair

Tags: AkalAlamIbnu SinaSulaiman Djaya
Share216Tweet135SendShare
Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya, lahir di Serang, Banten. Menulis esai dan fiksi. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Koran Tempo, Majalah Sastra Horison, Indo Pos, Pikiran Rakyat, Media Indonesia, Majalah TRUST, Majalah AND, Majalah Sastra Kandaga Kantor Bahasa Banten, Rakyat Sumbar, Majalah Sastra Pusat, Jurnal Sajak, Tabloid Kaibon, Radar Banten, Kabar Banten, Banten Raya, Tangsel Pos, Majalah Banten Muda, Tabloid Cikal, Tabloid Ruang Rekonstruksi, Harian Siantar, Change Magazine, Banten Pos, Banten News, basabasi.co, biem.co, buruan.co, Dakwah NU, Satelit News, simalaba, dan lain-lain. Buku puisi tunggalnya Mazmur Musim Sunyi diterbitkan oleh Kubah Budaya pada tahun 2013. Esai dan puisinya tergabung dalam beberapa Antologi, yakni Memasak Nasi Goreng Tanpa Nasi (Antologi Esai Pemenang Sayembara Kritik Sastra DKJ 2013), Antologi Puisi Indonesia-Malaysia, Berjalan ke Utara (Antologi Puisi Mengenang Wan Anwar), Tuah Tara No Ate (Antologi Cerpen dan Puisi Temu Sastra IV di Ternate, Maluku Utara Tahun 2011), Sauk Seloko (Bunga Rampai Puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI di Jambi Tahun 2012)), Kota, Kata, Kita: 44 Karya Para Pemenang Lomba Cipta Cerpen dan Puisi 2019, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Yayasan Hari Puisi, Antologi Puisi ‘NUN’ Yayasan Hari Puisi Indonesia 2015, dan lain-lain.

BeritaTerkait

Teater remaja
Opini

Ikhtiar Festival Teater Remaja Banten

by liputan9news
August 3, 2025
2

BANTEN | LIPUTAN9NEWS Untuk yang kesekian kalinya, kegiatan berkala tahunan Festival Teater Remaja Banten (FTRB) yang diasuh Giri Mustika Rukmana...

Read more
Sulaiman Djaya

Di Senja Lantai 4 Toko Krakatau Royal – Tiongkok dan Lee Kuan Yew

July 24, 2025
Sulaiman Djaya

Ngopi Senja dan Etos Hidup Koh Iping

May 21, 2025
Sulaiman Djaya

Dari Diskusi Senja di Toko Krakatau Royal

April 28, 2025
Load More

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Gus Yahya

PBNU Respon Rais Am JATMAN yang telah Demisioner dan Teken Sendirian Surat Perpanjangan Kepengurusan

November 26, 2024
Akhmad Said Asrori

Bentuk Badan Hukum Sendiri, PBNU: JATMAN Ingin Keluar Sebagai Banom NU

December 26, 2024
Jatman

Jatman Dibekukan Forum Mursyidin Indonesia (FMI) Dorong PBNU Segera Gelar Muktamar

November 22, 2024
Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

2420
KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

740
KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

140
Logo JATMAN

Dzikir Sejati tidak Butuh Sorotan Lampu

August 9, 2025
Dr. KH. Zakky Mubarok, MA, Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU)

Kesempurnaan Ajaran Agama

August 8, 2025
Ayik Heriansyah: Doktrin al Wala wal Bara Sebabkan Prasangka Buruk Terhadap Umat Islam

Jangan Su’uzhan kepada Ulama yang Dekat dengan Pengauasa

August 8, 2025
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
  • Media Sembilan Nusantara

Copyright © 2024 Liputan9news.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Wisata-Travel
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Dunia Islam
    • Filantropi
    • Amaliah NU
    • Al-Qur’an
    • Tasawuf
    • Muallaf
    • Sejarah
    • Ngaji Kitab
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Seputar Haji
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Pendidikan
    • Sejarah
    • Buku
    • Tokoh
    • Seni Budaya

Copyright © 2024 Liputan9news.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In