LIPUTAN9.ID – Dalam perspektif Islam, bekerja adalah fitrah dan identitas manusia sebagai homo faber. Bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip imani, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai ‘abdullah (hamba Allah).
Bekerja dan kesadaran bekerja mempunyai dua dimensi yang berbeda menurut takaran seorang muslim. Makna dan hakikat bekerja adalah fitrah manusia yang sudah seharusnya demikian (conditio sine quanon).
Adapun kesadaran bekerja akan melahirkan “continuous Improvement” untuk meraih nilai-nilai yang bermakna dari kemampuannya menuangkan ide-ide dalam bentuk perencanaan, pengorganisasian, tindakan, evaluasi dan analisa sebab-akibat dari aktifitas yang dilakukannya atau biasa disebut managerial aspect.
Dalam surat Al-Qashshash ayat 26 terdapat dua kata yang beririsan dengan prinsip bekerja, yakni Al-Qawiy dan Al-Amîn. Dua kata ini dapat dijadikan sebagai landasan bagi orang yang berkerja. Sebagian ulama menyebutkan bahwa Al-Qawiy memiliki makna kapabilitas (kompentensi yang baik), pandai menjaga amanat, dan tekun melakukan hal-hal yang mendukung pekerjaan supaya bisa sempurna. Sedangkan Al-Amîn memiliki makna orang mengetahui, memahami dan selalu sadar kewajiban ketika diserahi atau mendapat amanah.
Adapun kata “kerja” dalam al-qur’an terdapat beberapa istilah, yakni: ‘amal (kerja), sakhkhara (untuk mempekerjakan atau menggunakan), kasb (pendapatan), ajr (upah atau penghargaan), dan ibtigha’a fadl Alloh (mencari keutamaan Alloh). Berpijak pada istilah-istilah ini, maka bekerja bagi seorang muslim bukan hanya sekedar mendapatkan upah, pendapatan dan penghargaan. Akan tetapi lebih jauh dari itu yakni mencari keutamaan Alloh.
Dengan cara pandang ini, maka setiap muslim tidak akan bekerja hanya sekedar bekerja; asal mendapat gaji serta tunjangan; asal mendapatkan penghargaan, bahkan; asal mendapatkan jabatan. Akan tetapi, seorang muslim akan bekerja dengan dilandasi kesadaran imani yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk kerja produktif, tekun, bertanggungjawab, amanah dan penuh keikhlasan. Seban bekerja dipahaminya sebagai bagian dari aktifitas ibadah. Kenapa? Karena bekerja merupakan bagian dari aksioma Ilahiyah dan nubuwwah yang memiliki makna sangat mulia dan luhur dalam menjalankan kehidupan.
Meletakkan pekerjaan sebagai bentuk ibadah, martabatnya lebih tinggi dari sekedar untuk mendapatkan uang, upah, pendapatan, penghargaan, dan bahkan jabatan. Dengan meletakkan bekerja sebagai ibadah dimungkinkan seseorang dapat menjauhkan diri dari perasaan kecewa, putus asa, khawatir, malas, indisipliner, rendah etos kerja dan tamak.
Begitupin dengan meletakkan bekerja sebagai bagian dari aktifitas ibadah dimungkinkan akan mengalir energi positif ke dalam diri orang yang bekerja berupa keikhlasan, optimisme, dan etos kerja yang baik. Dan bisa jadi, dengan cara inilah maka setiap aktifitas pekerjaan apapun akan menumbuhkan pelbagai kebahagiaan dan kebaikan. Sebuah refleksi di teras hening paska selesai bekerja.
Dr. H. Dudy Imanuddin Effendi, M.Ag, Wakil Dekan 1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.