Jakarta, LIPUTAN 9 NEWS
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi meminta aparat kepolisian untuk menangkap Henry Yosodiningrat jika yang bersangkutan tidak bisa membuktikan omongannya.
“Pertama, Henry patut diduga dengan sengaja bermaksud mencoreng nama baik institusi Polri untuk kepentingan politik,” kata R Haidar Alwi, Sabtu (16/03/24).
Haidar menegaskan, sebelum pemilu Henry pernah ‘menyenggol’ netralitas Polri dengan menyampaikan informasi pengerahan fungsi Binmas oleh Kapolri untuk pemenangan pasangan Prabawo-Gibran.
Beberapa hari kemudian, Henry mendatangi Mabes Polri untuk mengklarifikasinya. Hasilnya, kedua belah pihak sama-sama menegaskan bahwa informasi tersebut adalah tidak benar.
Belum lama ini, Henry kembali membuat pernyataan sensasional dengan menyebut TPN Ganjar-Mahfud akan menghadirkan Kapolda sebagai saksi dugaan kecurangan Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi.
Menurut R Haidar Alwi, hal ini dapat menggerus kepercayaan publik terhadap institusi Polri karena publik akan beranggapan bahwa Polri memang tidak netral di Pemilu 2024.
“Kedua, Henry patut diduga dengan sengaja membuat hoaks untuk kepentingan politik,” ungkap Haidar Alwi.
Dalam sejumlah media, Henry mengatakan adanya dugaan mobilisasi massa untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024. Dugaan mobilisasi massa itu terjadi di Kabupaten Sragen sehingga partisipasi pemilih di sana hanya sekitar 30 persen.
Rendahnya partisipasi pemilih disebut sebagai salah satu penyebab kekalahan Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah yang dikenal sebagai kandang banteng dan dipimpin Ganjar selama 10 tahun.
Ternyata, setelah R Haidar Alwi melakukan penghitungan menggunakan data KPU, partisipasi pemilih di Kabupaten Sragen mencapai 84,74 persen. Sedangkan partisipasi pemilih di Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 82,98 persen.
Angka tersebut juga sesuai dengan keterangan resmi KPU Kabupaten Sragen yang sekaligus membantah tuduhan Henry. Partisipasi pemilih Kabupaten Sragen 84,74 persen justru yang tertinggi di Solo Raya.
“Ketiga, Henry patut diduga dengan sengaja memfitnah atau menyebarkan ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi untuk kepentingan politik,” tegas Haidar.
Dalam video yang diunggah kanal YouTube Akbar Faizal pada Minggu (10/3/2024), Henry menyebut Jokowi sebagai pengkhianat dan penjahat demokrasi yang telah merancang dan melakukan kejahatan sistemik dalam Pemilu 2024.
Padahal kata R Haidar Alwi, belum ada satu putusan pun yang memvonis Jokowi sebagai perancang dan pelaku kejahatan sistemik dalam Pemilu 2024. Selain itu, ia menilai Henry juga tidak mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam ucapannya.
Haidar Alwi mengingatkan, tahun 2020 silam seorang warga Palangkaraya, Kalimantan Tengah pernah ditangkap dan divonis satu tahun penjara karena menyebar ujaran kebencian di media sosial seperti ‘Jokowi Penjahat Demokrasi’.
“Kalau warga biasa ditangkap, Henry juga bisa diproses hukum lebih berat karena dia seorang tokoh publik dan guru besar yang seharusnya memberikan teladan bagi masyarakat. Jangan berlindung di balik kata demokrasi. Demokrasi juga ada etikanya. Bukan untuk Henry saja, tapi juga untuk kita semua harus paham itu,” pungkasnya. (YZP)