Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Setiap umat beragama memiliki tingkatan-tingkatan, dari tingkat yang paling rendah, sampait tingkat yang paling tinggi. Diibaratkan seperti buah kelapa, maka lapisan yang paling luar adalah sabut. Banyak orang yang beragama berkutat pada tingkatan ini yang biasanya ditandai dengan rasa paling benar sendiri, merasa paling mulia, sering mencela orang lain, dan menghina mereka yang tidak sepaham dengan pemahamannya.
Lapisan yang kedua adalah batok kelapa, sebagian dari umat beragama ada yang berkutat di lapisan ini. Meskipun dalam tingkatan bawah, mereka sudah mulai meningkat dari tingkatan pertama. Mereka mulai menyadari akan kekurangan-kekuragannya dan bisa memahami kelebihan orang lain dari dirinya.
Lapisan yang ketiga adalah kopra, di lapisan ini, orang-orang beragama semakin menyadari kekurangan-kekurangannya, merasa banyak berdosa, bisa memahami kelebihan-kelebihan orang lain dari dirinya. Karena itu mereka rajin beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan bertaubat dari kekurangan dan kesalahannya.
Lapisan yang keempat adalah santan, pada tingkatan ini seorang yang beragama telah menyadari bahwa rahmat Allah sangat luas, dan kasih sayang-Nya meliputi segala makhluk-Nya. Kelompok ini sangat memahami bahwa Allah s.w.t. amat dekat kepadanya. Oleh karena itu, ia selalu berhusnuzan atau berprasangka baik kepada-Nya. Kelompok ini digambarkan dalam hadits Rasulullah s.a.w. yang menjelaskan firman Allah dalam Hadits Qudsi:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلإٍ، ذَكَرْتُهُ فِي مَلإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ، تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا، تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي، أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
Artinya: Aku berada dalam prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila hamba-Ku mengingat-Ku dalam perkumpulan orang yang banyak, maka Aku akan mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih banyak lagi dan lebih baik dari mereka. Apabila hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan langkah sejengkal demi sejengkal, maka Aku akan mendatanginya dengan sehasta demi sehasta. Apabila hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku sehasta demi sehasta, maka Aku mendekatkan diri-Ku kepadanya sedepah demi sedepah. Apabila hamba-Ku datang kepada-Ku dengan jalan kaki, maka Aku mendatanginya dalam keadaan berlari. (HR. Bukhari, 3470 Muslim, 4382).
Manusia muslim dalam tingkatan seperti ini menujukkan ia mencapai tingkatan yang tinggi, selalu merasa dekat dengan Allah s.w.t.. Tingkatan yang paling tinggi dari kelompok manusia muslim, adalah tingkatan yang kelima, yakni minyak dari kelapa tersebut. Kelompok ini selain selalu mendekatkan diri kepada Allah, mereka telah memperoleh ilmu-ilmu yang dipelajari secara teori dan memperoleh ilmu-ilmu yang berasal dari ilham dari Allah s.w.t. yang disebut ilmu ladunni.
Mereka memperoleh informasi dari Allah s.w.t. melalui ilham yang tidak diperoleh oleh manusia pada umumnya. Dengan demikian, mereka banyak mengetahui berbagai hal yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Mereka tidak pernah merasa bangga dengan amal ibadahnya, selalu bersikap rendah hati, tidak ingin memperoleh pujian dari orang lain dan memiliki sikap tasamuh atau toleransi yang sangat tinggi. Mereka bersikap sangat pemaaf terhadap segala bentuk kesalahan dari umat manusia secara umum.
Untuk melihat berada di mana diri kita, baiklah direnungkan kalimat berikut ini: (1) Sesungguhnya apabila cahaya kebenaran agama telah merasuki hati seseorang, maka orang itu memiliki dada yang amat lapang dan luas. Dadanya bagaikan lautan yang tidak bertepi. (2) orang itu terus beranjak dari kehidupan yang penuh tipu daya duniawi, menuju kehidupan yang kekal dan abadi, yaitu kehidupan akhirat. (2) sebelum orang itu dipanggil oleh Allah untuk kembali kepada-Nya, ia telah menyiapkan bekal sebanyak-banyaknya yang terdiri dari iman, takwa, dan amal shaleh.
Dr. KH. Zakky Mubarok Syakrakh, MA., Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) dan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)