Jakarta, Liputan9 – Dalam penyampaian dakwah dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yakni bil-lisan, bil-hal, bil-qalam. Dakwah bil lisan, dimana da’i menyampaikan materi- materi dakwah ke mad’u baik secara langsung maupun maupun melalui media digital. Dakwah bil qalam, dimana dai menyampaikan materi materi dakwah melalui tulisan di media online dan offline. Dakwah bil hal bahwa materi dakwah itu diimplementasikan secara kongkrit dalam menghantarkan perubahan di masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dengan ajaran Agama Islam.
Dakwah bil hal merupakan dakwah yang lebih penting terutama dalam kaitan penanggulangan pandemi Covid 19. Karena aksi-aksi nyatanya sangat diperlukan dalam melandaikan angka yang positif Covid 19. Dakwah bil hal merupakan campuran dari ranah konseptual dan praktik. Dakwah yang lebih menggerakkan pada perubahan di masyarakat secara kongkrit. Materi dakwah langsung dibumikan untuk menyelesaikan problematika kemasyarakatan. Misalnya, penting lingkungan lestari langsung dipraktikan dengan cara menanam pohon. Atau penting protokol kesehatan langsung dilakukan sosialisasi, pemberian masker dan hand sanitizer. Materi dakwah dan aksi bersatu padu menjadi satu pola dan agenda untuk diimplementasikan sebagai solusi bagi permasalahan yang ada di masyarakat.
Dalam dakwah bil hal ini bahwa da’i diposisikan sebagai wirausaha sosial. Individu yang kreatif dan inovatif untuk menemukan solusi nyata dalam memberikan jawaban atas permasalahan yang ada. Individu yang memiliki jiwa dan semangat tinggi untuk memberikan kemanfaatan kepada sesama dan lingkungannya. Tumbuh kesadaran dalam dirinya untuk bermanfaat bagi sesamanya, sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW: “Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Al-Qadlaa’iy dalam Musnad Asy-Syihaab no. 129, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 5787).. Para dai sebagai wirausaha sosial itu merupakan figur yang mengamalkan hadis tersebut dalam bentuk tindakan dan program-progam yang nyata dan berdampak pada perubahan di masyarakat. Panggilan jiwa adalah melakukan hal yang terbaik untuk berbuat baik kepada sesamanya.
Dai sebagai wirausaha sosial merupakan sosok meminjam istilahnya, Antonio Gramsci, Intelektual organik. Yakni individu-individu yang gemar sekali melakukan kegiatan dan program nyata untuk berkontribusi pada pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang tentu saja dibimbing oleh ajaran agama dan berbasis ilmu pengetahuan. Individu ini bergerak mencari solusi dalam merawat kehidupan yang berkualitas untuk sesama dan lingkungannya tersebut.
Dai sebagai wirausaha sosial dapat termanifestasi di bidang lingkungan,misalnya, pelopor atau penggerak yang bekerjasama dengan masyarakat dalam kegiatan penghijauan serta penanaman pohon. Dai seperti adalah mereka yang gelisah dengan kerusakan lingkungan dan tergerak hatinya serta mengajak masyarakat untuk bersama-sama bekerja melestarikan lingkungan di planet bumi ini.
Di kala pandemi Covid 19, dai sebagai wirausaha sosial akan bergerak dengan komponen masyarakat lain melakukan kontribusi misalnya berpartisipasi aktif dalam kampanye mengenai protokol kesehatan dan melaksanakan kegiatan yang preventif lainnya. Dai wirasusaha akan menjadi pelopor dan penggerak misalnya untuk sedekah masker, vitamin dan obat-obatan dan lain sebagainya yang dapat membantu untuk mengurangi masyarakat yang terpapar virus Covid 19.
Dai wirausaha sosial mereka yang aktif meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Sehingga mereka dapat memiliki pendapatan untuk kebutuhan hidup dan pendidikannya. Dai wirausaha sosial akan melakukan kegiatan pendampingan program ekonomi produktif untuk mereka yang miskin. Ia mmfasilitasi dan mendampingi masyarakat miskin pada tahap perencanaan, implementasi, pelembagaan hasil dan monitoring serta evaluasi untuk kegiatan pengembangan masyarakat. Proses ini dikerjakan untuk mendapatkan output yakni peningkatan pendapatan masyarakat miskin.
Dai wirausaha sosial ciri khasnya terdapat pada tindakan atau kontribusi untuk perubahan di masyarakat. Ia penggagas, pelopor dan sekaligus penggerak bagi tumbuhnya lingkungan yang lestari, menurunkan angka positif Covid 19, dan meningkatkan pendapatan mereka yang kurang beruntung.
Ciri khas lain dari dai wirausaha sosial adalah kemampuan untuk memelihara keberlanjutan kegiatan dakwah atau program pemberdayaan masyarakat. Dimana kegiatan yang dipelopori itu berjalan mandiri dan berkelanjutan karena didalamnya ada proses untuk pembiayaan berkelanjutan dan konsistensi yang dapat dilihat dari siklus berputar secara terus menerus dari perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi serta pengembangan. Pembiayaan didapat dari hasil kemitraan yang saling menguntungkan dengan pihak lain, penjualan jasa atau produk dari program pemberdayaan yang dilaksanakan maupun pendanaan dari pemerintah.
Dakwah dengan model kewirausahaan sosial sejatinya perlu ditingkatkan kuantitas maupun kualitasnya dalam rangka memberikan kontribusi dan perubahan bagi kehidupan di masyarakat. Apalagi di masa pandemi Covid 19, dakwah bil hal yang manifestasi dalam model kewirausahaan sosial menemukan momentumnya agar masyarakat dan bangsa Indonesia dapat segera terbebas dari pandemi ini. Semoga.
Oleh: Dr. Muhtadi, Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam Fidikom UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kompleks Perumahan Muslim Al Falaah 3 Blok H.15, RT. 04/RW. 021 Jl. Salak, Pondok Benda, Pamulang, Tangerang Selatan. HP: 085716251155, email: muhtadi@uinjkt.ac.id