Jakarta, Liputan9.id – Pasal yang mengatur perzinahan dalam KUHP yang baru menjadi sorotan, termasuk media-media internasional. Dr. KH. M. Nurul Irfan, M.Ag, Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) memberikan suara dan meluruskan terkait pasal tersebut.
Beliau mangatakan, KUHP yang dipakai polisi, selalu dipakai penegak hukum, pengacara, praktisi hukum, dosen maupun mahasiswa adalah KUHP warisan Kolonial Belanda yang sudah berjalan sejak tahun 1915.
KUHP baru meluaskan pasal-pasal yang sebelumnya tidak diatur dalam KUHP lama. Salah satunya soal pasangan kumpul kebo dan zina.
“Kemudian pasal itu yang menjadi sorotan media Internasional, kesannya Indonesia sekarang sudah menjadi Negara Islam. Gara-gara pasal perzinaan disahkan menjadi bagian dari UU KUHP,” tutur dosen Dirasat Islamiyah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut. Dilansir dari kanal youtube pribadinya (M. Nurul Irfan).
Kiai Nurul Irfan juga mengatakan, selama ini KUHP pasal 284 yang mengatur perzinaan menjadi delik aduan. Artinya, kalau ada yang mengadu baru diperkarakan dan yang mengadu adalah pihak yang dirugikan. Misal, istrinya berselingkuh dengan laki-laki lain dan suaminya tidak rela lalu marah dan lapor ke polisi, bisa dituntut ataupun sebaliknya.
“Selama ini yang boleh hanya suami dan istri, sekarang dikembangkan yang mengadukan bukan hanya suami atau istri tetapi juga yang mengadukan soal ini adalah Bapak atau anak,” imbuhnya.
Selanjutnya dalam pasal perzinahan delik aduannya dikembangkan, bukan lantas seperti dicitrakan media Internasional kesannya Indonesia sekarang sudah memakai hukum Islam.
“Karena dalam hukum Islam yang namanya zina muhsan, dimana pelakunya pernah menikah sudah punya suami atau istri, itu hukumannya rajam (dilempari batu sampai mati). Zina ghairu muhsan adalah perbuatan zina yang dilakukan oleh seseorang yang belum sah atau belum pernah menikah, hukumannya dicambuk sebanyak seratus kali,” pungkasnya.
Kesemuanya itu tidak diakomodir dalam KUHP yang baru disahkan. Kemudian beliau mengakhiri, kalau ada yang tidak setuju pihak-pihak tertentu disahkannya UU KUHP ini, nanti silahkan diproses melalui yudicial review lewat uji materi di Mahkamah Konstitusi. (MFA)