BOGOR | LIPUTAN9NEWS – Gelombang ketidakpastian ekonomi global beberapa tahun terakhir membuat banyak pelaku usaha, terutama UMKM, berada dalam posisi sulit. Namun, di saat bersamaan, transformasi digital menghadirkan peluang baru yang tak pernah sebesar hari ini. Pertanyaannya: apakah UMKM Indonesia benar-benar siap memaksimalkan peluang tersebut, atau justru hanya menjadi penonton di tengah perubahan besar?
Di lapangan, banyak UMKM mulai memanfaatkan platform digital seperti marketplace, media sosial, hingga layanan pembayaran digital. Pemerintah juga mendorong digitalisasi melalui berbagai program seperti Gerakan Bangga Buatan Indonesia dan pembinaan UMKM go-digital. Namun, pertumbuhan ini sering kali hanya terlihat di permukaan. Data Kemenkop UKM menunjukkan bahwa baru sekitar sebagian dari jutaan UMKM yang aktif memanfaatkan teknologi secara optimal, dan banyak di antaranya masih sebatas menggunakan fitur-fitur dasar tanpa memahami strategi bisnis digital secara utuh.
Masalah utamanya bukan kurangnya platform, tetapi kurangnya pemahaman mendasar tentang bagaimana menjalankan bisnis digital yang berkelanjutan. Banyak pelaku usaha yang menganggap digitalisasi cukup dengan membuat akun media sosial atau posting produk di marketplace. Padahal, persaingan di ruang digital jauh lebih ketat. Dibutuhkan kemampuan membaca tren, mengolah data konsumen, memahami strategi pemasaran konten, hingga membangun identitas merek yang kuat. Tanpa itu semua, kehadiran di dunia digital hanya akan tenggelam di tengah derasnya arus informasi.
Di sisi lain, tak sedikit UMKM terjebak pada mitos bahwa digitalisasi membutuhkan modal besar. Padahal, berbagai contoh menunjukkan bahwa strategi sederhana sering kali menghasilkan dampak signifikan. Misalnya, banyak UMKM makanan rumahan yang berkembang pesat hanya karena konsisten membangun konten autentik, memanfaatkan ulasan pelanggan, atau memaksimalkan fitur promosi gratis dari platform media sosial. Ini membuktikan bahwa kreativitas sering kali lebih menentukan daripada modal.
Pandangan ahli manajemen bisnis juga menekankan perlunya perubahan pola pikir pelaku usaha. Transformasi digital bukan hanya soal mengadopsi teknologi, tetapi membangun mentalitas adaptif: berani bereksperimen, siap belajar hal baru, dan tidak takut gagal. Banyak bisnis besar hari ini berawal dari eksperimen kecil yang dilakukan terus-menerus hingga menemukan formula yang tepat.
Karena itu, digitalisasi UMKM perlu diarahkan pada tiga langkah strategis. Pertama, membangun literasi digital yang komprehensif—bukan hanya penggunaan platform, tetapi pemahaman analitik, branding, dan perilaku konsumen. Kedua, memperkuat kolaborasi antar pelaku usaha, komunitas, dan lembaga pendamping sehingga UMKM tidak berjalan sendiri. Ketiga, mendorong inovasi sederhana yang relevan dengan kebutuhan pasar lokal, bukan sekadar mengikuti tren global yang belum tentu cocok.
Pada akhirnya, transformasi digital harus dipahami sebagai kesempatan untuk naik kelas, bukan tekanan tambahan bagi pelaku UMKM. Dengan strategi yang tepat, pelaku usaha kecil dapat bersaing di tengah ketidakpastian ekonomi dan bahkan menjadi motor penggerak ekonomi nasional. Dunia digital bukan hanya ruang persaingan, tetapi juga ruang peluang—tinggal bagaimana kita memilih untuk memanfaatkannya.
Jika UMKM Indonesia mampu memadukan teknologi dengan kreativitas dan ketekunan, masa depan bisnis lokal akan jauh lebih cerah. Digitalisasi bukan lagi pilihan, tetapi jalan menuju ketahanan ekonomi yang lebih kuat dan inklusif.
Muhammad ihsan, Mahasiswa Universitas Tazkia, Bogor, Jawa Barat.
























