• Latest
  • Trending
  • All
  • Politik
Sulaiman Djaya

Filsafat Demokrasi Derrida

February 26, 2024
Logo JATMAN

Dzikir Sejati tidak Butuh Sorotan Lampu

August 9, 2025
Dr. KH. Zakky Mubarok, MA, Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU)

Kesempurnaan Ajaran Agama

August 8, 2025
Ayik Heriansyah: Doktrin al Wala wal Bara Sebabkan Prasangka Buruk Terhadap Umat Islam

Jangan Su’uzhan kepada Ulama yang Dekat dengan Pengauasa

August 8, 2025
Pra-peradilan Kasus OTT Kades Golo Bilas di Labuan Bajo Sarat dengan dugaan Mafia Peradilan

Pra-peradilan Kasus OTT Kades Golo Bilas di Labuan Bajo Sarat dengan dugaan Mafia Peradilan

August 8, 2025
PNIB: Rakyat Indonesia Patut Bersyukur Punya Densus 88, Selalu Jaga Keamanan dari Ancaman Terorisme seluruh Indonesia dari Aceh Hingga Papua

PNIB: Rakyat Indonesia Patut Bersyukur Punya Densus 88, Selalu Jaga Keamanan dari Ancaman Terorisme seluruh Indonesia dari Aceh Hingga Papua

August 7, 2025
KNPI

Ketua Umum DPP KNPI Resmikan Satgas Pemuda Asta Cita untuk Kawal Pemerintahan Prabowo-Gibran

August 7, 2025
Arifa Widiasari, mahasiswa asal Pati sekaligus Sekretaris Wilayah BEM PTNU DIY

Menaikkan PBB Hingga 250 Persen! Mahasiswa Asli Pati Geram, Tuntut Bupati Buka Telinga

August 7, 2025
Yaqut

Didampingi Kuasa Hukumnya Yaqut Cholil Qoumas Penuhi Panggilan KPK

August 7, 2025
BEM PTNU

BEM PTNU DIY Soroti Penangkapan Pemain Judi Online: Kenapa Bukan Bandarnya yang Ditangkap?

August 7, 2025
Yaqut Cholil Qoumas

Hari Ini! KPK Panggil Eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas Terkait Kasus Korupsi Kuota Haji Khusus

August 7, 2025
  • Iklan
  • Kontak
  • Legalitas
  • Media Sembilan Nusantara
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Tentang
Saturday, August 9, 2025
  • Login
Liputan 9
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
Liputan 9
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Filsafat Demokrasi Derrida

Sulaiman Djaya by Sulaiman Djaya
February 26, 2024
in Uncategorized
A A
0
Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya, Penyair dan Budayawan

502
SHARES
1.4k
VIEWS

LIPUTAN9.ID – Sebagai filsuf kontemporer yang acapkali dinilai kontroversial sekaligus melakukan terobosan, Jacques Derrida menempati posisi yang sangat unik dalam dunia intelektual dan pemikiran. Latar-belakang kultural Derrida telah memberikan suatu kerangka baru untuk menginvestigasi kembali gagasan humanisme dan pencerahan. Sesuai dengan pengalaman mengadanya, identitas muncul bagi Derrida sebagai batas-batas yang tidak stabil, tidak subtil, dan tidak ajeg.

Latar-belakang ini pada akhirnya menggarisbawahi tantangan pada perbatasan ragam territori: Eropa dan non-Eropa, dunia pertama dan dunia ketiga, Judaisme dan Kristianitas, Judaisme dan Islam. Dan dalam pandangannya tantangan yang sama sesungguhnya tengah dihadapkan kepada filsafat.

Pada titik ini intervensi-politis Derrida seringkali ditujukan sebagai sebuah ikhtiar untuk menemukan cahaya baru atas benua-benua yang tersembunyi. Melampaui konsep negara-kebangsaan. Karena menurutnya negara kebangsaan memiliki fungsi ganda: melindungi warga-negara sekaligus menghancurkannya. Negara melindungi diri sekaligus menghancurkan diri.

BeritaTerkait:

Ikhtiar Festival Teater Remaja Banten

Di Senja Lantai 4 Toko Krakatau Royal – Tiongkok dan Lee Kuan Yew

Lonceng Demokrasi Itu Tersentak, Ketika Purnawirawan Mengetuk Nurani

Demokrasi di Era Digital

Pandangannya tersebut tidak lepas dari pengalaman negatif tentang politik dan negara dalam dunia modern yang nyatanya menjadi tragedi pembantaian warga-negara seperti kasus holocaust dan genocide. Dan karena itu tugas filsuf menurutnya adalah senantiasa bersikap kritis untuk menganalisa dan kemudian menarik konsekuensi-konsekuensi praktis antara warisan filsofis dan struktur juridis-politis.

Dekonstruksi dan Pengampunan

Intervensi dekonstruktifnya Derrida adalah suatu ikhtiar untuk membedah setiap diskursus yang tegak sebagai sebuah konstruksi filsafat. Ikhtiar ini sangat berciri individual dan bertujuan menggoncang stabilitas prioritas-prioritas struktural masing-masing konstruksi yang khusus. Dalam telisik-investigatif ini, konstruksi-konstruksi filsafat modern bergantung pada oposisi dan pasangan-pasangan konseptual yang tak tereduksikan seperti spiritual-material, universal-khusus, kekal-temporal, dan lelaki-perempuan.

Oposisi-oposisi tersebut dalam pandangan Derrida mendesakkan suatu tatanan hirarkis dan mengucilkan serta menyingkirkan apa atau sesuatu yang tidak sesuai dengan kategorisasinya. Contohnya adalah kebajikan di dalam skema kristiani seringkali diidentikkan dengan yang spiritual dan yang lelaki. Sementara keburukan berkenaan dengan perempuan dan yang material. Terlebih apa yang tidak tercakup dalam kategori hirarki oposisi-biner tersebut semisal lesbian dan homoseksual.

Selanjutnya apa yang didekonstruksi adalah segala kepercayaan, nilai, dan ide yang dikonstruksikan filsafat modern dan dijaga kesatuannya dalam skema konseptual hirarki oposisi-biner tersebut. Pertama, intervensi-dekonstruksi diawali dengan mengidentifikasi konstruksi-konseptual suatu bidang teoritis tertentu baik agama, etika, metafisika, atau pun teori politik yang menggunakan skema hirarki oposisi-biner.

Kedua, intervensi-dekonstruksi menginvestigasi penataan hirarki oposisi-biner tersebut. Ketiga, intervensi-dekonstruksi diteruskan dengan membalikkan atau menjungkirbalikkan tatanan hirarki oposisi-biner tersebut dengan cara menempatkan hirarki yang pada awalnya di bawah menuju ke atas, karena menurut Derrida seringkali penataan hirarki oposisi-biner tersebut lebih sebagai cerminan pilihan-pilihan strategis dan seksis atau pun ideologis ketimbang suatu deskripsi sifat-sifat yang intrinsik.

Yang terakhir atau yang keempat, intervensi-dekonstruksi kemudian memproduksi istilah ketiga untuk melampaui hirarki oposisi-biner tersebut, hingga tidak dapat dikenali lagi dengan cara membongkar struktur yang menyangganya yang dijadikan dasar penataan hirarki oposisi-biner tersebut. Dua gerakan intervensi-dekonstruksi yang pertama diikhtiarkan untuk menantang deskripsi konstruksi-konseptual. Sementara itu dua gerakannya yang terakhir bertujuan untuk merusak bentuknya dan kemudian membentuknya kembali dengan muatan cara pandang yang baru dan kemudian mentransformasinya.

Ikhtiar Derrida tersebut diniatkan untuk membawa filsafat pada kemungkinan batas-batasnya sebagaimana yang telah dilakukan Socrates dan Nietzsche dengan tujuan untuk menghindari sikap dogmatik dalam pemikiran. Pada konteks inilah Derrida sering dijuluki Penelope modern, Nietzsche-Socrates kontemporer.

Dengan kerangka itu pulalah Derrida membongkar konseptualisasi pengampunan yang selama ini dipahami dan dimengerti. Ia melangkah ke depan dengan mengatakan bahwa pengampunan seharusnya dimengerti sebagai tugas mokal untuk mengampuni sesuatu yang tidak terampuni. Karena menurutnya tanpa mengampuni sesuatu yang tidak mungkin terampuni, maka tak akan pernah ada kosa-kata pengampunan sama sekali. Sebab baginya pengampunan tidak dapat direduksi kepada batas legal dan moral yang manapun, akan tetapi hanya mungkin diapresiasi ketika dan bagaimana hal itu muncul.

Dengan demikian Derrida menghindari kerangka teologiko-politik untuk membincang pengampunan yang diakuinya sangat berakar pada tradisi Abrahamik yang diwariskan dalam politik sekuler Barat. Derrida menganjurkan suatu refleksi yang ketat tentang konsep pengampunan sejauh menyangkut perujukan dan penggunaannya dalam konteks-konteks sejarah dan budaya yang konkrit ketimbang sebagai entitas abstrak. Dengannya ia menamai ulang geo-politik pengampunan.

Lebih lanjut ia mengatakan ada dua jenis pengampunan. Pertama, pengampunan bersyarat yang syaratnya adalah dapat dikalkulasikannya hukuman. Yang kedua, pengampunan tanpa-syarat atau mengampuni hal yang tidak dapat diampuni. Pengampunan yang terakhir masuk dalam wilayah yang tak terukur dan tentu saja bersifat mokal. Yang datang dari ketakterdugaan atau pun keterkejutan yang menjungkirbalikkan garis perjalanan lazim yang ditempuh oleh sejarah, hukum, dan politik. Menurutnya tanpa pengalaman pengampunan tak bersyarat sesungguhnya tidak akan ada pengampunan sama sekali.

Langkah pertama intervensi-dekonstruksi untuk membongkar konsep pengampunan ini diawali dengan membongkar akar ke-Abrahaman tersebut sejauh menyangkut dimengerti dan dipahaminya pengampunan dan kemungkinan silih gantinya. Yang kedua adalah membongkar dan menginvestigasi sejumlah pasangan hirarki oposisi-biner yang memungkinkan standar-standar pembentukan konseptualisasi dan pemahamannya seperti: terbatas-tak terbatas, transenden-immanen, kekal-temporal, yang dapat diperbaiki-yang tidak dapat diperbaiki, yang dapat ditebus dan yang tidak dapat ditebus, yang mungkin-yang tidak mungkin.

Setelah memetakan pasangan hirarki oposisi-biner tersebut kemudian diteruskan dengan gerakannya yang ketiga: menunjukkan bahwa pasangan-pasangan tersebut disusun dan ditata secara hirarkis sesuai dengan motif dan semangat filsafat tradisional. Filsafat identitas atau filsafat subjek.

Dan hasilnya yang dipahami selama ini tentang konsep pengampunan diberikan secara terbatas pada kasus-kasus yang dapat ditebus atau kasus-kasus yang dapat diberikan silih gantinya, dan yang dapat diperbaiki. Setelah mengetahui ini Derrida melangkah pada gerakan intervensi-dekonstruksinya yang ketiga, yaitu dengan menyatakan bahwa aksioma ke-Abrahaman yang hanya mengampuni yang dapat diperbaiki dan dapat ditebus sungguh-sungguh didasarkan pada sebuah paradoks. Di satu sisi meniscayakan suatu pengampunan, tetapi di sisi lain mengandaikan silih ganti atau tebusan. Derrida kemudian menolak simetri pandangan tersebut, karena mengampuni dalam pandangannya adalah mengampuni intensi jahat (siapa) dan tindakan jahat (apa) persis seperti apa adanya (jahat itu sendiri).

Derrida kemudian membedah dan membongkar kembali kategorisasi apa yang disebut pengampunan bersyarat dan pengampunan tanpa syarat. Yang pertama memang cocok dengan hukum dan politik, akan tetapi menurutnya pengampunan jenis ini tereduksi dalam suatu terapi rekonsiliasi. Karena menurutnya ada suatu distingsi antara rekonsiliasi legal dan pengampunan. Dan mungkin saja ada korban yang tak dapat mengampuni meski setelah amnesti atau pun pembebasan. Pada konteks ini pengampunan merupakan teka-teki. Dengannya kita akan memahami dan menerima jenis pengampunan yang kedua, pengampunan tanpa-syarat.

Pun Derrida mengekspose dan membongkar ketidakmemadainya konsep pengampunan yang selama ini dimengerti dalam geo-politik sekuler Barat yang didesakkan oleh warisan ke-Abrahamannya. Pengampunan bersyarat dalam pandangannya hanya cocok dalam tataran hukum dan politik sekuler saat ini yang seringkali jatuh pada negosiasi-negosiasi pragmatis dan pertukaran yang setara. Argumen penalaran tersebut sebenarnya menawarkan suatu kemungkinan bagi penciptaan situasi kemanusiaan di masa yang akan datang (to come).

Melampaui Negara-Kebangsaan dan Kosmopolitanisme Politik

Perbincangan dan penalaran Derrida tersebut pada akhirnya adalah suatu ikhtiar untuk melampaui konsep negara-kebangsaan yang selama ini diterima, dipraktekkan, dan diapropriasi politik sekuler. Pun ketika ia membincang demokrasi, maka yang dimaksudkannya adalah demokrasi yang mungkin, yang secara simultan selalu merujuk kepada kemasadepanan. Demokrasi yang akan datang.

Akan tetapi demokrasi dalam artian ini menurutnya bukannya suatu bentuk demokrasi yang suatu hari akan hadir, juga bukan dalam artian ide regulatif dalam pengertian Kantian. Demokrasi bukanlah kategori rezim politik. Sebab bila dikatakan sebagai kategori rezim politik, demokrasi tidak lebih dari nama sebuah rezim. Karena menurutnya tetap terdapat sesuatu yang tidak mungkin dkarenakan aporia yang terkandung dalam kata demos, yang menurutnya merujuk pada pengertian keunikan setiap orang yang tak terkalkulasikan.

Demokrasi yang dimaksudkannya pada titik ini adalah membiarkan makhluk tunggal, di mana setiap orang hidup bersama tanpa harus ditentukan oleh kewargaan atau sebuah kondisi mereka sebagai subjek-subjek yang sah menurut hukum di dalam sebuah negara-kebangsaan. Cita-cita demokrasi yang dimengerti Derrida terletak diluar kosmopolitanisme politik dan kewargaan negara-kebangsaan. Demokrasinya Derrida adalah suatu ikhtiar untuk melampaui kosmopolitanisme politik.

Sulaiman Djaya, pekerja budaya

Tags: DemokrasiDerridaFilsafatFilusufSulaiman Djaya
Share201Tweet126SendShare
Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya, lahir di Serang, Banten. Menulis esai dan fiksi. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Koran Tempo, Majalah Sastra Horison, Indo Pos, Pikiran Rakyat, Media Indonesia, Majalah TRUST, Majalah AND, Majalah Sastra Kandaga Kantor Bahasa Banten, Rakyat Sumbar, Majalah Sastra Pusat, Jurnal Sajak, Tabloid Kaibon, Radar Banten, Kabar Banten, Banten Raya, Tangsel Pos, Majalah Banten Muda, Tabloid Cikal, Tabloid Ruang Rekonstruksi, Harian Siantar, Change Magazine, Banten Pos, Banten News, basabasi.co, biem.co, buruan.co, Dakwah NU, Satelit News, simalaba, dan lain-lain. Buku puisi tunggalnya Mazmur Musim Sunyi diterbitkan oleh Kubah Budaya pada tahun 2013. Esai dan puisinya tergabung dalam beberapa Antologi, yakni Memasak Nasi Goreng Tanpa Nasi (Antologi Esai Pemenang Sayembara Kritik Sastra DKJ 2013), Antologi Puisi Indonesia-Malaysia, Berjalan ke Utara (Antologi Puisi Mengenang Wan Anwar), Tuah Tara No Ate (Antologi Cerpen dan Puisi Temu Sastra IV di Ternate, Maluku Utara Tahun 2011), Sauk Seloko (Bunga Rampai Puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI di Jambi Tahun 2012)), Kota, Kata, Kita: 44 Karya Para Pemenang Lomba Cipta Cerpen dan Puisi 2019, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Yayasan Hari Puisi, Antologi Puisi ‘NUN’ Yayasan Hari Puisi Indonesia 2015, dan lain-lain.

BeritaTerkait

Teater remaja
Opini

Ikhtiar Festival Teater Remaja Banten

by liputan9news
August 3, 2025
2

BANTEN | LIPUTAN9NEWS Untuk yang kesekian kalinya, kegiatan berkala tahunan Festival Teater Remaja Banten (FTRB) yang diasuh Giri Mustika Rukmana...

Read more
Sulaiman Djaya

Di Senja Lantai 4 Toko Krakatau Royal – Tiongkok dan Lee Kuan Yew

July 24, 2025
Yusuf mars

Lonceng Demokrasi Itu Tersentak, Ketika Purnawirawan Mengetuk Nurani

June 23, 2025
Sulaiman Djaya

Demokrasi di Era Digital

June 23, 2025
Load More

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Gus Yahya

PBNU Respon Rais Am JATMAN yang telah Demisioner dan Teken Sendirian Surat Perpanjangan Kepengurusan

November 26, 2024
Akhmad Said Asrori

Bentuk Badan Hukum Sendiri, PBNU: JATMAN Ingin Keluar Sebagai Banom NU

December 26, 2024
Jatman

Jatman Dibekukan Forum Mursyidin Indonesia (FMI) Dorong PBNU Segera Gelar Muktamar

November 22, 2024
Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

Al-Qur’an Surat Yasih Arab-Latin dan Terjemahnya

2420
KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

KBRI Tunis Gelar Forum Peningkatan Ekspor dan Investasi di Sousse, Tunisia

740
KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

KA Turangga vs KA Commuter Line Bandung Raya Tabrakan, Apa Penyebabnya?

140
Logo JATMAN

Dzikir Sejati tidak Butuh Sorotan Lampu

August 9, 2025
Dr. KH. Zakky Mubarok, MA, Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU)

Kesempurnaan Ajaran Agama

August 8, 2025
Ayik Heriansyah: Doktrin al Wala wal Bara Sebabkan Prasangka Buruk Terhadap Umat Islam

Jangan Su’uzhan kepada Ulama yang Dekat dengan Pengauasa

August 8, 2025
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
  • Media Sembilan Nusantara

Copyright © 2024 Liputan9news.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Wisata-Travel
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Dunia Islam
    • Filantropi
    • Amaliah NU
    • Al-Qur’an
    • Tasawuf
    • Muallaf
    • Sejarah
    • Ngaji Kitab
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Seputar Haji
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Pendidikan
    • Sejarah
    • Buku
    • Tokoh
    • Seni Budaya

Copyright © 2024 Liputan9news.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In