Banten, LIPUTAN 9 NEWS
“Gus Rumail “berdusta”, dengan tanda kutip, ketika menyebut bahwa Khirid menyebut nasab Ba’alwi telah di itsbat banyak ulama. Karena, sebenarnya Gus Rumail tahu, ketika Khirid mengutip Al-Khotib dalam Al-Jauhar Al-Syafaf, Al-khotib menyebut nama-nama ulama yang mengitsbat nasab Ba’alwi tersebut tanpa referensi.” (Kiai Imad)
Gus Rumail berdusta, tanpa tanda kutip, ketika menyatakan penulis mengatakan “Nasab Ba’alwi hanya di itsbat mimpi-mimpi”. Kenyataannya, dalam tulisan penulis, tidak pernah ada kata “hanya”.
Sebelum mengutip tulisan Muhammad Khirid tentang di itsbatnya nasab Ba’alwi oleh mimpi-mimpi, penulis telah mengutip tulisan Muhammad Khirid tentang usaha Ali Ba Jadid mengitsbat nasabnya ke Irak kehadapan para qodi. Yang bagi penulis, kisah itu fiktif belaka, karena diceritakan dengan referensi yang terputus di Al-Jauhar Al-Syafaf (855 H), yaitu kitab fenomenal abad ke-9 perintis konstruksi nasab Ba’alwi, berserangkai bersama Al-Burqoh Al-Musyiqoh (895 H). Sementara jarak antara Al-Jauhar Al-Syafaf dengan kejadian itu terbentang interval 235 tahun. Kisah itu diciptakan hanya untuk jawaban apologetic (cari alasan), yang penulis kira, di masa Al-jauhar Al-Syafaf dan masa Khirid itu (pertengahan abad 10), nasab Ba’alwi penuh dengan gugatan.
Penulis tidak bisa disebut berdusta walau dengan tanda kutip. Karena kisah di itsbat mimpi itu benar adanya diriwayatkan oleh Muhammad Khirid dalam Al-Guror.
Gus Rumail “berdusta”, dengan tanda kutip, ketika menyebut bahwa Khirid menyebut nasab Ba’alwi telah di itsbat banyak ulama. Karena, sebenarnya Gus Rumail tahu, ketika Khirid mengutip Al-Khotib dalam Al-Jauhar Al-Syafaf, Al-khotib menyebut nama-nama ulama yang mengitsbat nasab Ba’alwi tersebut tanpa referensi.
Ada 17 nama-nama ulama yang disebut Khirid telah mengitsbat Ba’alwi sebagai syarif berdasarkan bait-bait sya’ir dari Habib Abu Bakar bin Abdullah bin Abu Bakar, yaitu: Al-Ahdal (w. 855 H), Al-Khozroji (w. 812 H) , Al-Yafi’I (w. 768 H), Al-Awaji, Al-Syarji (W. 893 H), Ibnu Abil Hub (w. 611 H), Al-Janadi (w. 732 H), Ibnu Hisan, Ibnu Samuroh (587 H), Abu Syukail (w. 871 H), Ibnu Kaban (w.776 H), As-Sakhowi (w. 902 H), Abul Fadol (w. 980 H), Abu Abad, Muhammad bin Abu Bakar, dan Ibnu Abi Isa Attarimi.
Dari 17 nama ulama yang disebut Khirid itu, benarkah mereka semua telah mengitsbat nasab Ba’alwi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW? Dengan yakin penulis katakan TIDAK. Ada yang hanya dicatut namanya saja.
Begini penjelasannya, dari 17 nama itu kita pilah mana ulama yang lebih tua dari Al Khotib (w. 855 H) dan Ali Al-Sakran (W. 895 H), merekalah yang akan kita konfirmasi. Karena Al-Khotib dan Al-Sakran-lah, terdakwa dalam “bid’ah” nasab Ba’alwi sampai ke Nabi Muhammad SAW. Sedangkan ulama-ulama setelah keduanya, kemungkinan besar, jikapun mengitsbat, tentu taklid dengan mengutip keduanya dari Al-Jauhar dan Al-Burqoh.
Ibnu Samuroh, Gus Rumail tahu, bahwa Ibnu Samuroh dalam kitabnya Tobaqotul Fuqoha (587 H), tidak mengitsbat nasab Ba’alwi. Jangankan mengitsbat, menyebut salah satu nama keluarga Ba’alwi-pun tidak. Lalu beranikah Gus Rumail berkata bahwa Al-Khotib berdusta atas nama Ibnu Samuroh, dengan tanpa tanda kutip? Seperti Gus Rumail memframing “kedustaan” untuk penulis, padahal yang penulis tulis betul-betul tertulis dalam Al-Gurar.
Al-Khozroji, ia tidak mengitsbat Ba’alwi bin Ubaidillah. Dalam kitabnya, Al-Iqdul Fahir, ia menyebut nama keluarga Ba Jadid, yang sekali lagi penulis yakinkan, Ba Jadid ini bukanlah keluarga Ba’alwi Ubaidillah. (lihat Al-Iqdul Fahir hal. 1486) Al Khozroji ketika menyebut keluarga Ba Jadid sama sekali tidak menyebut Jadid sebagai mempunyai saudara bernama Alwi.
Al-Yafi’I (w. 768 H), ia dalam kitabnya menggubah sebuah syair, dalam syairnya ia menyebut nama Abu Alwi, seperti diketahui, yang terkenal sebagai Abu Alwi adalah keluarga Jadid, sebagaimana disebut dalam Al-Suluk (732 H), tidak satupun ada berita Jadid mempunyai saudara bernama Alwi dan Bashri, kecuali setelah Al-Jauhar Al-Syafaf dan Al-Burqoh di abad ke-9.
Gus Rumail, ketika membuat judul menggunakan kalimat “kedustaan”, ia menggunakan tanda kutip, artinya memang bukan dusta, karena apa yang penulis tulis tentang itsbat mimpi itu benar adanya disebut dalam kitab itu. “Kedustaan” yang dimaksud oleh Gus Rumail, adalah kebenaran hakiki yang bisa ditafsiri kedustaan tanpa terkena hukum berbohong ketika menyatakannya. Sehingga orang awam akan mengira penulis benar-benar berdusta, tanpa bisa dikatakan bahwa Gus Rumail yang menyatakannya berdusta karena telah memframing kedustaan itu.
Yang bisa dikatakan kedustaan adalah, jika ada orang menyatakan bahwa ia tidak ada kaitan dengan Ba’alwi, tetapi kemudian ia menyatakan “hanya saja ada juga yang mengatakan bahwa kami masih dzuriyah Al-Habsyi.”
Kesimpulan tulisan ini adalah: nasab Ba’alwi berputar dalam sirkuit klaim kesahihan yang tidak terkonfirmasi kitab primer, kegelapan sejarah, referensi yang tidak lulus uji petik, cocokologi, mimpi-mimpi dan “bau-bau kedustaan”.
KH. Imaduddin Utsman Al Bantani, Pengasuh dan Pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Kampung Cempaka, Desa Kresek, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.