Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Badan Otonom Nahdlatul Ulama (NU), Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (JATMAN) berada dalam dilema persimpangan jalan.
Problematika organisasi JATMAN itu mengemuka, terutama setalah adanya surat instruksi dari Idaroh Aliyah/Rois Aam (semacam Dewan Pimpinan Pusat/DPP) JATMAN.
Surat itu tentang larangan bagi seluruh jajaran Idaroh Aliyah dan Idaroh Wustho JATMAN se-Indonesia menghadiri silaturahmi yang akan digelar PBNU.
PBNU sebelumnya membuat surat, yang isinya akan menggelar silaturahmi antara Nahdlatul Ulama dengan Idaroh Wustho (sejenis Dewan Pimpinan Wilayah/Provinsi) JATMAN di Hotel Bhumi, Kota Surabaya pada 19 September 2024 mendatang.
Nah, munculnya surat larangan dari Idaroh Aliyah JATMAN ini tentu memicu pro dan kontra, karena secara historis yuridis JATMAN adalah badan otonom NU dan tentunya harus tegak lurus pada PBNU.
Karena itu, terjadi perlawanan dari Idaroh Wustho (DPW) JATMAN kepada Idaroh Aliyah (DPP) JATMAN pimpinan Habib Luthfi bin Yahya. Apalagi ternyata kepengurusan Habib Luthfi dinyatakan demisioner (selesai) sejak 2023 lalu.
KHM, Hamdan Suhaemi selaku Sekretaris 2 JATMAN Provinsi Banten, mengatakan, surat JATMAN pimpinan Habib Luthfi bin Yahya adalah ketidakdisiplinan organisasi, dimana JATMAN ini secara historical adalah badan otonom dari Nahdlatul Ulama.
“Menurut hemat saya, surat instruksi larangan dari Idaroh Aliyah JATMAN kepada Idaroh Wustho agar jangan menghadiri silaturahmi dengan PBNU itu adalan ketidakdisiplinan organisasi,” ujar Kiai Hamdan dalam siniar @PadasukaTV yang dipandu Yusuf Mars, sebagaimana dilansir Daulat.co Kamis (12/09/24).
Kiai Hamdan mengingatkan, bukan JATMAN namanya jika tidak manut pada NU, karena sejarah lahirnya JATMAN memang dari rahim NU.
“Sejak lahirnya JATMAN pada 1957, dan disahkan dalam Muktamar NU di Semarang tahun 1979, dan di SK-kan PBNU 1980, semua itu menunjukkan bahwa JATMAN betul-betul Banom NU, bukan sebagai lembaga lain di luar NU,” tegas Kiai Hamdan.
JATMAN merupakan organisasi sayap atau Badan Otonom di bawah NU yang fokus pada thariqat dan tasawuf, dimana ajaran tasawuf itu tak terpisahkan dari mazhab Ahlussunnah Wal Jamaah.
JATMAN membawa aliran thariqat yang mu’tabar yang masyhur, diantaranya Tariqat Qadriyyah Naqsabandiyyah, Syadziliyyah Naqsabandiyyah, Bizaniyyah Syatariyyah, dan lainnya.
“Jumlah keseluruhannya itu sekitar 41 thariqah yang masuk dalam JATMAN. Nah, organisasi ahlit-Tharoqah ini sebenarnya untuk mewadahi saja segala aspirasi para ahlit-Thariqah tersebut.”
“Karena ahlit-Thariqah punya jemaahnya sendiri dan punya pengikutnya sendiri. Dan tentu ketentuannya berbeda-beda antara satu Thariqah dengan yang lainnya,” papar Kiai Hamdan.
Karena itu, Kiai Hamdan mengingatkan secara administratif, manajemen, atau tata kelola organisasi, Idaroh Aliyah (DPP) JATMAN itu harus diserahkan kepada kepengurusan yang terpilih melalui muktamar.
Tujuannya, lanjut Kiai Hamdan, untuk mengembangkan JATMAN yang berasal dari NU agar lebih mandiri, tapi tetap dalam posisi sebagai badan otonom dari NU.
Lalu pada 2019, tutur Kiai Hamdan, JATMAN mengajukan badan hukum hingga mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Hukum dan HAM, karena setiap Organisasi Kemasyarakatan dan LSM harus ada badan hukumnya.
Maka muncul pertanyaan, apakah ketika JATMAN mendapat SK Kemenkumham lalu menjadi organisasi yang berdiri sendiri? lepas dari NU atau masih sebagai Badan Otonom NU?
“Kalau berdasarkan SK dari PBNU nomor 137 tahun 1980, itu menunjukkan JATMAN bagian dari NU. Harusnya ini konsisten dalam konteks yuridus hukum. Sebab secara de-facto dan de-jure adalah bagian dari NU,” tegasnya.
Pada persoalan ini, Kiai Hamdan membenarkan adanya gerakan dari ulama-ulama NU yang aktif di JATMAN, untuk meluruskan organisasi agar tidak melenceng dari khittahnya.
Persoalannya pun melebar, karena ada dugaan bahwa gerakan-gerakan itu ingin melengserkan Habib Luthfi bin Yahya sebagai ketua umum (Idaroh Aliyah) JATMAN.
Sebab periode kepengurusan atau masa khidmat Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan sebagai Idaroh Aliyah JATMAN sudah demisioner sejak 2023 lalu.
Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan sendiri telah memimpin JATMAN sejak tahun 2000, alias sudah lebih dari 20 tahun.
Menurut Kiai Hamdan, selama kepemimpinan Abah Luthfi bin Yahya ini, memang tidak terjadi proses regenerasi organisasi di JATMAN.
“Padahal Abah Habib Luthfi Pekalongan sudah 20 tahun lebih memimpin JATMAN tanpa ada regenerasi. Dikhawatirkan Jatman ini membusuk sebagai organisasi yang purbakala,” tandas Kiai Hamdan.
Sebab apa? Kiai Hamdan menjelaskan karena JATMAN bisa ditinggalkan oleh generasi-generasi berikutnya, menganggap JATMAN hanya untuk generasi tua saja.
Sementara perkembangan jaman begitu cepat dan terus berganti, sehingga kalau lah JATMAN hanya bertumpu pada satu figur, yakni Habib Luthfi bin Yahya saja, makan dikhawatirkan regenerasi mandek.
“Dengan demikian, JATMAN harus kembali pada khittohnya sebagai anak atau badan otonomom dari NU, bukan sebagai organisasi sendiri yang tidak ada induknya,” tukas Kiai Hamdan.
Kalau merujuk pada SK Kemenkumham, Kiai Hamdan merasa seolah-olah JATMAN sebagai organisasi sendiri.
“Padahal ini sangat menyalahi, dalam konteks sejarah sangat menyalahi, begitu tuch…,” jelas Kiai Hamdan.
“Oleh karena itu, adanya surat undangan dari PBNU untuk silaturahmi antara NU dengan Idaroh Wustho JATMAN, jangan diartikan sebagai kudeta terhadap kepemimpinan Abah Habib Luthfi BIN Yahya. Bukan!” ungkapnya lagi.
“Silaturahmi ini dalam pengertian mengembalikan JATMAN sebagai Banomnya NU,” lanjut Kiai Hamdan.
Adapun tokoh-tokoh di balik dorongan pengembalian JATMAN sebagai Banon NU, tidak lain dan tidak bukan adalah ulama-ulama yang menjadi pengurus JATMAN itu sendiri. Baik yang di Idaroh Aliyah maupun di Idaroh Wustho.
JATMAN memiliki struktur organisasi dari pusat sampai ke desa, serta dibangun dalam empat matra organisasi. Dan ini semua menunjukkan JATMAN sebagai banom NU.
“Jika JATMAN ingin keluar dari NU dan berdiri sendiri dengan dasar SK Kemenkumham, maka JATMAN harus berubah nama, karena sejak dulu JATMAN itu murni dari NU,” tegas Kiai Hamdan.
Dengan dasar itu pula, Kiai Hamdan menilai tidak boleh Idaroh Aliyah JATMAN melarang Idaroh Wustho menghadiri undangan silaturahmi PBNU.
Kata Kiai Hamdan, larangan itu tidak bisa dibenarkan, dan jajaran Idaroh Wustho JATMAN menolak adanya instruksi itu, apalagi Idaroh Aliyah saat ini posisinya demisioner. Tidak ada hak untuk mengeluarkan instruksi melarang-larang.
“Kalau misalnya Idaroh Aliyah posisinya masih aktif masa khidmatnya, mungkin boleh saja melarang. Tapi karena masa khidmat dari 2018-2023 sudah berakhir, maka tidak ada hak melarang karena sudah demisioner.”
“Artinya sudah satu tahun kepemimpinan Abah Habib Luthfi Pekalongan demisioner. Kalau sudah demikian berarti tidak boleh mengeluarkan instruksi apa pun, surat keputusan apa pun , atau perintah apa pun. Tidak boleh,” tandasnya.
Lantas, bagaimana sikap Idaroh Wustho Jatman? Kiai Hamdan menegaskan bahwa pihaknya tentu harus kembali tegak lurus kepada NU sebagai induk dari JATMAN.
“Kami Idaroh Wustho JATMAN tentu punya sikap, manutnya pada induknya, yaitu NU. Bagaimana selanjutnya kita manut pada NU saja,” tuntas Kiai Hamdan.
Editor: Musfik
Sumber: Daulat.co/PadasukaTV