Bondowoso | LIPUTAN9NEWS
Selain utsman, umar juga melarang haji tamattuk. Alasan umar melarang haji tamattuk berbeda dengan alasan Usman. Utsman melarang haji tamattuk, karena menurutnya haji tamattuk hanya boleh dilakukan pada kondisi tidak aman. Hal ini berbeda dengan alasan umar. Umar melarang haji tamattuk bukan karena kondisi mekkah sedang aman, tapi karena umar tidak suka melihat umat islam melakukan haji tamattuk disaat rambutnya basah dikarenakan hubungan intim dengan istrinya. Sebagaimana yang disampaikan dalam riwayat berikut ini:
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي مُوسَى عَنْ أَبِي مُوسَى أَنَّهُ كَانَ يُفْتِي بِالْمُتْعَةِ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ رُوَيْدَكَ بِبَعْضِ فُتْيَاكَ فَإِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ فِي النُّسُكِ بَعْدُ حَتَّى لَقِيَهُ بَعْدُ فَسَأَلَهُ فَقَالَ عُمَرُ قَدْ عَلِمْتُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ فَعَلَهُ وَأَصْحَابُهُ وَلَكِنْ كَرِهْتُ أَنْ يَظَلُّوا مُعْرِسِينَ بِهِنَّ فِي الْأَرَاكِ ثُمَّ يَرُوحُونَ فِي الْحَجِّ تَقْطُرُ رُءُوسُهُمْ
Artinya: Dan Telah meceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] dan [Muhammad bin Basysyar] – [Ibnul Mutsanna] berkata- Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ja’far] Telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] dari [Al Hakam] dari [Umarah bin Umair] dan [Ibrahim bin Abu Musa] dari [Abu Musa] bahwa ia memberi fatwa bolehnya haji tamattu’, maka seorang laki-laki pun berkata kepadanya, “Tangguhkanlah fatwamu, karena kamu tidak tahu kebijakan apa yang akan diambil oleh Amirul Mukminin nanti mengenai tata cara Manasik.” Setelah itu, Abu Musa menjumpai Umar dan bertanya kepadanya. Kemudian [Umar] berkata, “Saya tahu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya telah melakukannya. Akan tetapi saya tidak suka bila mereka terus-menerus bergaul dengan isteri-isteri mereka di Al Arak, kemudian mereka beristirahat di dalam haji dengan rambut basah meneteskan air.” [Muslim]
Sikap umar yang melarang seseorang untuk haji tamattuk bukan karena keutamaan haji qiran dan ifrad, akan tetapi didasarkan pada ketidaksukaan dirinya melihat jemaah haji rambutnya basah karena bergaul dengan istrinya. Meski itu dihalalkan oleh Allah tapi umar tidak menyukainya. Padahal Allah menghalakannya dan Allah menyukai kemudahan dari pada kesulitan.
Umar sepertinya tidak menyukai adanya kemudahan dalam beragama. Itu dibuktikan dengan keputusannya dengan mengajak umat islam agar mengutamakan haji qiran atau ifrad dari pada haji tamattuk. Umar tidak menyukai haji tamattuk, karena disana ada kemudahan dan terkesan mengentengkan syariat. Umar tidak menyukainya hal ini, karena itu, dia melarang haji tamattuk.
Meksi Allah dan Nabi Muhammad menyukai kemudahan, tapi hal itu tidak berlaku bagi umar. Padahal dalam ayat Quran, Allah menekankan adanya kemudahan dalam menjalankan syariat.
يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْر
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (al Baqarah 2:185)
Allah dan Nabi Muhammad menyukai kemudahan dari pada kesulitan, tapi umar justru sebaliknya. Umar menyukai kesulitan dari pada kemudahan. Haji tamattuk mengandung banyak kemudahan. Jemaah haji boleh melepas pakaian ihram setelah melaksanakan umrah tamattuk dan juga boleh bergaul dengan istrinya. Fenomena semacam ini tidak disukai umar, meski Allah menghalalkannya.
Padahal baik dan buruk, bukan kita yang menentukan tapi Allah-lah yang menentukan. Menurut Allah haji tamattuk itu baik, tapi bagi umar haji tamatuk itu buruk, karena di dalamnya terdapat kebolehan bergaul dengan istri setelah melakukan umrah tamattuk. Jadi, pada kasus ini, umar menyukai kesulitan sedangkan Allah menyukai kemudahan.
Secara bahasa “tamattuk” artinya pariwisata yakni haji bersenang-senang. Jadi, nama lain haji tamattuk adalah haji pariwisata alias bersenang-senang. Umar tidak menyukai haji semacam ini, karena haji yang terkandung di dalamnya terkesan main-main dan merendahkan syariat Allah.
Meski Allah menghalalkannya tapi umar tidak menyukai kehalalan ini. Seperti yang saya katakan di awal, umar menyukai kesulitan sedangkan Allah menyukai kemudahan. Jadi tinggal anda pilih, mau ikut Allah (kemudahan dalam beragama) atau ikut umar (kesulitan dalam beragama) Wallahualam.
Mohammad Yazid Mubarok, Penulis Buku Kajian Ilmu as-Sa’ah