LIPUTAN9.ID – Harapan dan khayalan merupakan dua hal yang tidak pernah terlepas dari manusia. Perbedaan keduanya sangat tipis, hampir tidak bisa diidentifikasi. Apabila kita memperhatikan secara teliti, maka hal itu bisa dibedakan dan letak perbedaannya adalah pada perilaku manusia. Harapan adalah suatu keinginan atau rencana yang disertai dengan aktivitas yang sungguh-sungguh untuk mewujudkannya. Sebaliknya, apabila seseorang memiliki keinginan dan cita-cita yang tidak disertai dengan aktivitas untuk mencapainya, itulah yang disebut khayalan.
Seorang yang ingin mencapai kesuksesan tanpa disertai usaha yang sungguh-sungguh, digambarkan dalam sebuh syair: “Engkau ingin meraih kesuksesan, sedangkan kamu tidak mau meniti jalan yang menuju ke sana, padahal perahu pun tidak bisa berjalan di daratan”. Orang-orang yang ingin memperoleh kemuliaan dan kesuksesan tanpa berusaha secara maksimal, dia tidak akan sampai pada tujuannya hingga burung gagak yang hitam itu menjadi putih. Itulah sebagian contoh dari khayalan.
Harapan dan cita-cita bisa terwujud dengan baik apabila dilakukan usaha yang sungguh-sungguh. Usaha itu dengan berbagai jalan, menggunakan akal dan pikirannya, merencanakannya dengan baik, melakukan analisis yang tepat, dan tidak pernah berputus asa apabila menjumpai kegagalan demi kegagalan. Karena sesungguhnya, kegagalan itu merupakan awal dari kesuksesan, atau kesuksesan yang tertunda, seperti juga keraguan merupakan awal dari keyakinan.
Memperhatikan uraian di atas, maka mengharap keridhaan Allah tanpa ibadah dan amal, adalah dosa. Mengharap syafaat Nabi tanpa meneladani akhlak dan perilakunya, berarti telah tertipu. Mengharapkan kebaikan yang tidak disertai dengan ketaatan merupakan suatu kebodohan. Ada sebagian orang yang tertipu oleh angan-angannya dengan keinginan memperoleh pengampunan dari Allah, padahal dia sama sekali tidak berbuat kebajikan. Itu sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
وَذَٰلِكُمۡ ظَنُّكُمُ ٱلَّذِي ظَنَنتُم بِرَبِّكُمۡ أَرۡدَىٰكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم مِّنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ
Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Fusshilat 41:23).
Berdasarkan kenyataan ini, maka hendaklah kita bersikap sangat hati-hati terhadap khayalan atau lamunan yang palsu. Hal seperti itu merupakan jurang kebinasaan dan membuat kita akan teledor dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Tidak ada kebaikan yang dapat dilakukan oleh seorang manusia yang berdasarkan angan-angan yang kosong, baik dalam kehidupan dunia, maupun dalam kehidupan akhirat.
Karena itu, manusia yang cerdas adalah orang yang senantiasa mengoreksi dirinya, menghilangkan kemalasan dan keburukannya, dan beramal dengan sungguh-sungguh untuk masa depannya. Sebaliknya orang yang bodoh atau tidak memiliki kecerdasan, adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya, kemudian mengharapkan kesuksesan.
الكَيِّس مَنْ دَانَ نَفْسَهُ، وَعَمِلَ لِما بَعْدَ الْموْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَه هَواهَا، وتمَنَّى عَلَى اللَّهِ
Seorang yang cerdas adalah orang yang selalu mengoreksi diri dan beramal untuk bekal kehidupannya setelah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya, kemudian mengharapkan kebaikan dari Allah (dengan berbagai angan-angan). (HR. Tirmidzi, 2459).
Dr. KH. Zakky Mubarok Syakrakh, MA., Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) dan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)