Rembang, LIPUTAN 9 NEWS
Umar bin Al Khaṭṭāb keluar rumah dengan menyandag pedang. Ia berjalan menuju sebuah rumah di bukit Aṣ Ṣafā. [1] Ia telah mendapat kabar, di sana lah Muhammad berkumpul dengan sejumlah sahabatnya. Nu’aim bin Abdillah, seseorang mustadh’afin [2] yang telah masuk Islam secara sembunyi-sembunyi, menemuinya.
“Hendak kemana engkau?” tanya dia kepadanya.
“Saya mencari Muhammad, si ṣābi’[3] yang telah memecah belah Quraisy, menganggap bodoh pandangan hidupnya, merendahkan agamanya, dan mencaci tuhan-tuhannya. Saya akan membunuhnya!” jawab Umar
“Sebaiknya engkau pulang. Temuilah keluargamu dan luruskan mereka!”
“Keluargaku yang mana?”
“Ipar dan sekaligus sepupumu, Saīd bi Zaid. Juga saudarimu, Fatimah bin Al Khaṭṭāb. Demi Allah, keduanya telah masuk Islam dan menjadi pengikut Muhammad. Selesaikan keduanya!”
Nuaim tentu tidak bermaksud mencelakai keduanya, Ia hanya ingin mengalihkan Umar dari niat membunuh Nabi Muhammad Saw. Selain itu, tampaknya ia bermaksud membukakan mata Umar bahwa Islam telah memasuki banyak rumah di Makkah, termasuk rumah Umar sendiri.
Umar melangkah pulang menuju kediaman saudarinya, Fatimah, dan suaminya, Sa’īd bin Zaid. Di sana telah ada juga Khabbāb bin Al Aratt yang membawa lembaran bertuliskan Surat Ṭāhā. Ia sedang mengajari keduanya. Mendekati rumah yang dituju, Umar mendengar samar-samar bacaan Al Quran. Sementara di dalam, setelah dirasakan gerik Umar, Khabbāb segera bersembunyi dan Fatimah mengambil alih lembaran dan menyelipkannya di bawah paha.
“Suara apa itu yang lamat-lamat saya dengar?” kata Umar segera setelah masuk rumah.
“Engkau tak mendengar apapun!” kata pasangan suami istri itu.
“Demi Allah, saya mendengarnya! Saya (juga) telah dikabari bahwa kamu berdua telah mengikuti Muhammad.”
Umar tampak marah besar. Dia pukul iparnya itu. Fatimah mencoba menghalanginya, akan tetapi justru dia sendiri yang dipukulnya sehingga terluka.
“Memang benar, kami telah masuk Islam dan beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Silahkan lakukan sekehendakmu!” aku Fatimah selanjutnya.
Melihat itu, Umar menyesal dan luluh. Lalu katanya:
“Berikan kepadaku lembaran itu, yang tadi saya mendengar kalian membacanya. Saya ingin melihat apa yang dibawa oleh Muhammad!”
“Kami hawatir dirimu mengotorinya!” kata Fatimah.
“Jangan takut ..” jawab Umar sambil bersumpah akan mengembalikan itu usai membacanya.
Fatimah melihat secercah harapan saudaranya akan masuk Islam. Dia pun berkata:
“(Akan tetapi) saudaraku, engkau adalah ‘najis’ karena syirikmu, sementara (lembaran) itu hanya boleh disentuh oleh mereka yang suci. Mandi lah atau berwudhu lah!”
Umar pun melakukan wudhu, lalu mengambil lembaran itu. Mulailah ia membaca ayat perayat dari Surah Ṭāhā. Masih di awal-awal Surat, ia telah bergetar. “Alangkah indah dan mulianya tutur kata ini!” katanya. Mendengar itu, Khabbāb keluar dari persembunyiannya dan berkata,
“Wahai Umar, saya benar-benar berharap engkaulah yang mendapat keistimewaan Allah dari doa Nabi-Nya. Kemaren saya mendengar beliau berdoa, ‘Wahai Allah kuatkanlah Islam dengan Abī al Hakam bin Hisyām atau dengan Umar bin Al Khaṭṭāb’. Wahai Umar, penuhilah panggilan Allah!”
Umar pun berkata:
“Wahai Khabbāb, tunjukkan kepadaku di mana Muhammad. Saya akan datang kepadanya dan masuk Islam.” [3]
Setelah pulang dari Taif dengan membawa “ketidak-berhasilan” dakwah, Nabi Muhammad Saw. memulai berkeliling ke kabilah-kabilah, dan di saat musim haji ia mendatangi para jemaah. Tak ada yang menerima dakwah Nabi, sampai pada suatu saat Nabi bertemu dengan enam orang dari Kabilah Khazraj dari Madinah.
“Siapa kamu sekalian?” tanya Nabi Muhammad Saw.
“Kami adalah sekelompok orang-orang Khazraj.” Jawab mereka.
“Apakah bagian dari mereka yang berserikat dengan Yahudi?”
“Iya .. benar”
“Apakah kamu sekalian berkenan untuk duduk? Saya ingin berbicara dengan kamu sekalin.”
“Tentu saja ..”
Mereka lalu duduk bersama Nabi Muhammad Saw, kesempatan yang tak mungkin disia-siakan oleh Baginda Rasul. Dengan tutur kata yang baik, beliau mengenalkan kepada mereka Gusti Allah yang sejatinya, jauh dari segala kemusyrikan, dan mengajak mereka kembali kepada-Nya. Beliau menawarkan mereka bergabung dalam agama Islam yang dia bawa. Beliau bacakan kepada mereka ayat-ayat Al-Qur’an.
“Wahai kaum, demi Allah kamu sekalian mengetahui bahwa dia adalah nabi yang dibicarakan oleh orang-orang Yahudi dengan ancaman akan membersamai mereka dalam perang melawan kita. Maka, jangan sampai mereka mendahului kita (beriman kepada Nabi ini),” demikian mereka saling berbisik.
Orang enam itu segera beriman kepada Nabi Saw. Mereka lalu kembali ke Madinah dan menyebarkan berita telah diutusnya seorang Nabi. Mereka dengan gigih mengajak kaumnya untuk masuk Islam, hingga tak satupun rumah di Madinah yang tak dimasuki oleh Islam. Pada musim haji berikutnya, mereka mengutus dua belas orang sebagai perwakilan Madinah untuk berbaiat kepada Baginda Rasul Saw.
Al-Qur’an telah menyentuh hati Umar bin Al Khaṭṭāb hingga mengubahnya dari pembenci Islam-bahkan sampai pada batas membawa pedang untuk membunuh Nabinya-menjadi salah satu pembela tergigih terhadap Islam. Hal yang sama dialami oleh enam orang dari Khazraj Madinah, mereka adalah bibit awal tersemainya Islam dengan subur di Jazirah Arab, lalu menyeberang ke belahan penjuru dunia. Mereka tergerak hatinya masuk Islam setelah bertemu dengan Nabi yang mendakwahinya dengan baik melalui lantunan-lantunan Qur’annya.
Semoga di bulan Ramadan yang suci ini, kita semua menjadi orang-orang saleh berkat Al-Qur’an.
Referensi:
- Nabi Muhammad menjadikan Dar al Arqam sebagai markaz dakwah di Makkah. Dar al Arqam terletak di lereng Gunung Shafa.
- Mustadh’afin adalah orang-orang lemah di Makkah yang masuk Islam. Mereka tidak memiliki keluarga dan klan yang cukup kuat untuk membela ke-Islamannya.
- Ṣābi’, isim fail dari ṣa ba ‘a, adalah mereka yang pindah dari satu agama ke agama yang lain. Kata ini sering disematkan kepada Nabi Muhammad dan pengikutnya karena telah meninggalkan kepercayaan kaumnya.
- Al Qurṭubiyy, Tafsīr Al Qurṭubiyy; Ibn Sa’d, Aṭ Ṭabaqāt al Kubrā; Ibn Isḥāq, As Sīrah an Nabawiyyah.
Dr. KH. Abdul Ghofur Maimun, MA, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar 3 Sarang Rembang, Jawa Tengah