• Latest
  • Trending
  • All
  • Politik
Islam, Tradisi, Sastra: Tentang Perjumpaan Tekstual

Islam, Tradisi, Sastra: Tentang Perjumpaan Tekstual

February 17, 2024
Akar Konflik: Iran, Israel, dan Munculnya AS

Akar Konflik: Iran, Israel, dan Munculnya AS

June 24, 2025
Haul

Gelar Haul Damai Tanpa Provokatif, PWI-LS Kabupaten Bogor dan Aliansi Ormas Apresiasi Tertibnya Kegiatan

June 24, 2025
Salah satu tempat bersejarah ini berlokasi di selatan Al Nafud. Makam dan kuburan raksasa situs ini dianggap sebagai salah satu warisan sejarah (Foto: Istimewa)

Syarikah Fasilitasi Kunjungan Destinasi Ziarah di Madinah Tanpa Biaya

June 24, 2025
Raker PP IKA UIN SGD Bandung 2025: Kuatkan Peran Alumni, Buka Akses Global

Raker PP IKA UIN SGD Bandung 2025: Kuatkan Peran Alumni, Buka Akses Global

June 24, 2025
BEM PTNU

LDKM DEMA IAI Abuya Salek Sarolangun Sukses, Korwil BEM PTNU Jambi Berikan Apresiasi

June 24, 2025
Sulaiman-Djaya

Felix Siauw dan Moral Buzzer

June 23, 2025
Hjai 2024

3 Jemaah Haji Asal Indonesia Dinyatakan Hilang, Inilah Identitasnya!

June 23, 2025
PNIB

Pengungkapan 2,1 Ton Nakotika, PNIB Berikan Apresiasi Tinggi kepada BNN

June 23, 2025
Haji Lilur

Lakukan Ekspansi Global, Sebagai Bandar Daratan dan Lautan Haji Lilur Bawa Tim Ke Singapura, Vietnam sampai China

June 23, 2025
Lurah Jatimulya Pimpin Tertibkan Bangli Demi Lingkungan Tertata

Lurah Jatimulya Pimpin Tertibkan Bangli Demi Lingkungan Tertata

June 23, 2025
  • Iklan
  • Kontak
  • Legalitas
  • Media Sembilan Nusantara
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Tentang
Tuesday, June 24, 2025
  • Login
Liputan 9
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Wisata-Travel
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Dunia Islam
    • Al-Qur’an
    • Ngaji Kitab
    • Muallaf
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Filantropi
    • Seputar Haji
    • Amaliah NU
    • Tasawuf
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Sejarah
    • Buku
    • Pendidikan
    • Seni Budaya
No Result
View All Result
Liputan 9
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Islam, Tradisi, Sastra: Tentang Perjumpaan Tekstual

Oleh: Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya by Sulaiman Djaya
February 17, 2024
in Uncategorized
A A
0
Islam, Tradisi, Sastra: Tentang Perjumpaan Tekstual

Sulaiman Djaya, adalah esais dan penyair dan pengasuh pondokpesantren

506
SHARES
1.4k
VIEWS

Banten, LIPUTAN 9

SAYIDINA ALI berkata: Musibah terbesar adalah kebodohan. Tak ada agama yang akan tumbuh dengan orang-orang bodoh.

Segalanya bermula dari perjumpaan dengan dunia membaca, ketika saya belajar secara formal di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah dan menjadi seorang pembaca dan pengkaji literatur di Forum Mahasiswa Ciputat. Berjumpa dengan pikiran para penulis dari Timur (Iran) dan dari Barat (para filsuf Anglo-Saxon dan Kontinental Eropa) serta Amerika hingga khazanah sastra Indonesia, Arab dan Barat.

Sebagai seorang yang pernah akrab dengan kitab kuning di dunia pesantren, saya mendapatkan hal baru ketika berjumpa literatur dan buku-buku filsafat, dari ateisme hingga Marxisme ketika beberapa tahun numpang duduk di kelas di Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin sebuah kampus Islam di Ciputat, yang bersamaan dengan itu saya ikut aktif dalam sebuah forum studi dan kajian para mahasiswa di kawasan Semanggi-Ciputat. Kemudian segera mengenal seni atau khazanah dan produk-produk kultural yang terkait dengan Marxisme dan gerakan-gerakan kiri, semisal mengenal penyanyi yang bernama Nathalie Cardone dan Ibrahim Ferrer yang menyenandungkan lagu tentang Che Guevara: Hasta Siempre. Sejak itu, yang namanya Marxisme, ateisme, buku-buku para filsuf Iran bukan lagi sebagai bacaan-bacaan yang tabu bagi saya –sembari menikmati lagu-lagunya Ibrahim Ferrer dan Nathalie Cardone.

BeritaTerkait:

Mendeteksi Pemahaman Keagamaan Melalui Tradisi dan Gerakan

Ngopi Senja dan Etos Hidup Koh Iping

Dari Diskusi Senja di Toko Krakatau Royal

Arus Balik dan Keutamaan Hijrah Berikut Tatacara dalam Perjalanan dalam Islam

Begitulah, ada masa-masa ketika saya mencampakkan Islam, masa-masa ketika saya bergairah mencandra filsafat Barat dan khazanah ateisme. Masa-masa itu kemudian berakhir ketika saya membaca buku-buku yang ditulis para intelektual Islam di Iran -dan segera saya pun kembali menemukan Islam, dan tentu saja dengan pemahaman yang berbeda, bahkan merasa menemukan Islam yang memang sudah lama hilang dan disembunyikan dari narasi sejarah tradisi Islam saya sebelumnya.

Saya mengenal Islam, dan kemudian “menghidupinya”, mula-mula tentulah karena saya lahir dari keluarga muslim –yang seperti nanti akan saya paparkan, berbeda dengan ketika saya berkenalan dengan sastra secara khusus, dan kesenian secara umum. Saya dididik dalam tradisi Islam sejak kanak-kanak oleh almarhumah ibu saya sendiri –sebelum saya belajar Islam, utamanya al Qur’an, kepada ustad-ustad saya di kampung, dan belajar fikih, nahwu, sharaf di pesantren selepas saya lulus sekolah menengah pertama. Namun, ada persamaan mendasar: Islam dan Sastra yang saya kenali dan saya akrabi ada dan hadir dalam sebuah “tradisi”, yang pertama tradisi keagamaan dan yang kedua tradisi pendidikan sekuler.

Awalnya, saya mengenal dan mengakrabi Islam dengan anggapan bahwa Islam merupakan agama yang hanya berkenaan dengan tauhid dan ibadah ritual semata –yang kemudian anggapan itu berubah ketika saya menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi Islam di Ciputat. Di fase inilah, saya menjadi seorang yang kembali mencari Islam –setelah saya berkenalan dengan Islam yang telah saya katakan itu, yang kemudian tanpa sengaja, saat saya bergelut dengan dunia kajian mahasiswa di Ciputat, saya menjumpai Islam yang demikian luas: sebagai sebuah khazanah sekuler dan wawasan peradaban.

Dengan apa yang saya paparkan itu, dapatlah dikatakan, perkenalan saya dengan Islam, setelah perkenalan dari tradisi di kampung dan dalam keluarga sendiri, yang kemudian juga perkenalan saya dengan sastra, kemudian karena sebuah pergulatan, meski mula perjumpaannya bisa dibilang sebagai kebetulan, yang barangkali dengan bahasa lain dapat disebut karena “takdir”. Adalah juga sebuah kebetulan –yang barangkali memang takdir, saya berkenalan dengan dunia kajian di luar kuliah dan kemudian merasa nyaman dengan dunia tersebut, setelah salah-seorang teman saya, yang justru kuliah di Sekolah Tinggi Filsafat Diryarkara, mengajak saya untuk hadir di sebuah diskusi tentang Karl Marx.

Saya merasa perlu memaparkan hal tersebut tak lain karena perjumpaan dengan dunia dan “tradisi” yang lain itu telah memperkaya pemahaman saya tentang Islam, sebelum bersamanya pula saya berkenalan dan kemudian akrab dengan sastra –juga terjadi di Ciputat. Bila di keluarga sendiri dan di pesantren saya hanya belajar al Qur’an, fikih, nahwu, sharaf, di Ciputat itulah saya jadi tahu bahwa Islam juga berkenaan dengan sejarah, peradaban, pemikiran, bahkan seni, dan tentu pula kesusastraan. Itu semua merupakan hal-hal baru, juga khazanah baru –yang kemudian memancing minat saya, ditambah lagi forum kajian yang saya ikuti menyelenggarakan jadwal kajian Islamic Studies secara berkala seminggu sekali.

Andai saya tidak memilih Ciputat, mungkin ceritanya akan lain. Sekedar informasi, saya juga mendaftarkan diri saya ke IAIN Maulana Hasanuddin Banten, selain ke Ciputat, dan kebetulan diterima di kedua kampus tersebut. Namun, entah karena dorongan apa, yang saya tak ingat lagi, saya memutuskan untuk memilih Ciputat, memilih IAIN (kini UIN) Syarif Hidayatullah di Ciputat, dan kemudian menjalani masa-masa yang bersahaja namun bergairah dalam dunia kajian mahasiswa di luar jam kuliah –mengakrabi filsafat, bahkan sempat meninggalkan tradisi ritual keagamaan saya karena terpengaruh wacana-wacana filsafat ateisme, hingga tak jarang saya melontarkan hal-hal yang “tabu” menyangkut Islam.

Tetapi waktu memang terus berjalan, dan saya diberi kesempatan menikmati rahmat terbesar saya dari Tuhan –yaitu usia, hingga saya kemudian berkenalan dengan khazanah dan diskursus pemikiran Islam, “dunia” filsafat dan pemikiran dari para penulis Islam di Iran, semisal Syahid Ayatullah Murtadha Muthahhari, Syahid Sayid Muhammad Baqir Sadr, dan Ali Syari’ati –yang pelan-pelan mengembalikan saya ke Islam. Demikian lah perkenalan saya berlanjut hingga membaca buku-bukunya Mohammed Arkoun, Syed Hossein Nasr, Fazlur Rahman, dan yang lainnya. Dari sanalah, saya menjumpai Islam sebagai kekayaan yang lain, dalam arti bukan semata wacana fikhiyyah –dan yang tak diragukan lagi, telah membuka mata saya tentang keberadaan khazanah ilmu Islam yang sebelumnya tidak saya ketahui.

Di Ciputat itulah, saya berkenalan dengan pemikiran dan tulisan-tulisan Karl Marx dan Marxisme, yang kemudian tanpa sengaja, beberapa bulan kemudian, berkenalan dengan Marx-nya Islam, yaitu Ali Syari’ati. Sembari terus mengakrabi filsafat Barat dan kesusastraan, saya membaca tulisan-tulisan para filsuf, ulama, dan penulis Islam Iran, tentu juga khazanah Islam lainnya. Inilah fase di mana saya “kembali berjumpa” dengan Islam –setelah dalam waktu yang cukup lama saya mencampakkannya ketika asik dengan khazanah filsafat sekuler dan ateisme.

Sebab, haruslah saya akui, ketika saya asik dalam khazanah materialisme, ateisme, dan sekulerisme itulah saya mulai berani meragukan agama, dan bahkan mulai berani meninggalkan ritual Islam saya. Sementara itu, khazanah kesusastraan saya kenal lewat jurnal dan majalah berkala, semisal majalah sastra Horison dan jurnal Kalam –yang selebihnya dari lembar-lembar koran –alias harian, di setiap hari minggu, karena kebetulan tempat kajian di mana kemudian saya tinggal, berlangganan semua terbitan itu.

Bersamaan dengan itu semua, saya mulai terbuka dengan khazanah Islam yang lain, semisal Islam di Iran –yah lewat pembacaan tekstual, lewat buku dan tulisan. Dengan sendirinya saya mulai memandang tinggi tradisi menulis, tak lain karena saya berjumpa dengan khazanah yang sebelumnya saya tidak ketahui tersebut dapat saya kenali, saya akrabi, saya kaji, singkatnya: saya baca, tak lain lewat buku dan tulisan.

Akhirnya, dapatlah dikatakan bahwa perjumpaan saya dengan kesusastraan dan perjumpaan kembali saya dengan Islam, tak lepas dari pembacaan, “tradisi yang lain”, pergulatan serta pencarian intelektual itu sendiri –yang memang tidak terlepas dari buku-buku, tulisan, singkatnya dengan “teks”, setelah sebelumnya saya juga menjumpainya, yang dalam hal ini sisi keagamaan saya, dalam “tradisi”, dalam sebuah dunia yang tidak terlepas dari “situasi epistemiknya” serta wawasan dan khazanahnya. Dalam hal ini, “pembacaan” dan “penulisan” merupakan sebuah ikhtiar dalam rangka “menghidupkan” sekaligus merawat, dan tentu juga dalam rangka menghindari “kemalasan intelektual” sejauh menyangkut keduanya.

Sulaiman Djaya, lahir di Serang, Banten. Menulis esai dan fiksi. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Koran Tempo, Majalah Sastra Horison, Indo Pos, Pikiran Rakyat, Media Indonesia, Majalah TRUST, Majalah AND, Majalah Sastra Kandaga Kantor Bahasa Banten, Rakyat Sumbar, Majalah Sastra Pusat, Jurnal Sajak, Tabloid Kaibon, Radar Banten, Kabar Banten, Banten Raya, Tangsel Pos, Majalah Banten Muda, Tabloid Cikal, Tabloid Ruang Rekonstruksi, Harian Siantar, Change Magazine, Banten Pos, Banten News, basabasi.co, biem.co, buruan.co, Dakwah NU, Satelit News, simalaba, dan lain-lain. Buku puisi tunggalnya Mazmur Musim Sunyi diterbitkan oleh Kubah Budaya pada tahun 2013. Esai dan puisinya tergabung dalam beberapa Antologi, yakni Memasak Nasi Goreng Tanpa Nasi (Antologi Esai Pemenang Sayembara Kritik Sastra DKJ 2013), Antologi Puisi Indonesia-Malaysia, Berjalan ke Utara (Antologi Puisi Mengenang Wan Anwar), Tuah Tara No Ate (Antologi Cerpen dan Puisi Temu Sastra IV di Ternate, Maluku Utara Tahun 2011), Sauk Seloko (Bunga Rampai Puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI di Jambi Tahun 2012)), Kota, Kata, Kita: 44 Karya Para Pemenang Lomba Cipta Cerpen dan Puisi 2019, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Yayasan Hari Puisi, Antologi Puisi ‘NUN’ Yayasan Hari Puisi Indonesia 2015, dan lain-lain.

Tags: IslamSastraSulaiman DjayaTradisi
Share202Tweet127SendShare
Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya

Sulaiman Djaya, lahir di Serang, Banten. Menulis esai dan fiksi. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Koran Tempo, Majalah Sastra Horison, Indo Pos, Pikiran Rakyat, Media Indonesia, Majalah TRUST, Majalah AND, Majalah Sastra Kandaga Kantor Bahasa Banten, Rakyat Sumbar, Majalah Sastra Pusat, Jurnal Sajak, Tabloid Kaibon, Radar Banten, Kabar Banten, Banten Raya, Tangsel Pos, Majalah Banten Muda, Tabloid Cikal, Tabloid Ruang Rekonstruksi, Harian Siantar, Change Magazine, Banten Pos, Banten News, basabasi.co, biem.co, buruan.co, Dakwah NU, Satelit News, simalaba, dan lain-lain. Buku puisi tunggalnya Mazmur Musim Sunyi diterbitkan oleh Kubah Budaya pada tahun 2013. Esai dan puisinya tergabung dalam beberapa Antologi, yakni Memasak Nasi Goreng Tanpa Nasi (Antologi Esai Pemenang Sayembara Kritik Sastra DKJ 2013), Antologi Puisi Indonesia-Malaysia, Berjalan ke Utara (Antologi Puisi Mengenang Wan Anwar), Tuah Tara No Ate (Antologi Cerpen dan Puisi Temu Sastra IV di Ternate, Maluku Utara Tahun 2011), Sauk Seloko (Bunga Rampai Puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI di Jambi Tahun 2012)), Kota, Kata, Kita: 44 Karya Para Pemenang Lomba Cipta Cerpen dan Puisi 2019, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Yayasan Hari Puisi, Antologi Puisi ‘NUN’ Yayasan Hari Puisi Indonesia 2015, dan lain-lain.

BeritaTerkait

Benarkah Berdzikir untuk Menghadirkan Khodam?
Opini

Mendeteksi Pemahaman Keagamaan Melalui Tradisi dan Gerakan

by liputan9news
May 28, 2025
0

Jakarta | LIPUTAN9NEWS Kemunculan faham keagamaan sejak awal, dari mulai wafatnya Rosulullah hingga terjadi tahkim dimasa kekholifahan Ali bin Abi...

Read more
Sulaiman Djaya

Ngopi Senja dan Etos Hidup Koh Iping

May 21, 2025
Sulaiman Djaya

Dari Diskusi Senja di Toko Krakatau Royal

April 28, 2025
Toleransi yang Benar: Tidak Ada Paksaan Pakai Baju Natal Bagi Karyawan di Perhotelan dan Pertokoan

Arus Balik dan Keutamaan Hijrah Berikut Tatacara dalam Perjalanan dalam Islam

April 6, 2025
Load More

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
  • Media Sembilan Nusantara

Copyright © 2024 Liputan9news.

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
    • Daerah
    • Nasional
    • Internasional
  • Artikel
    • Opini
    • Resensi
    • Download
  • Ekonomi
    • Wisata-Travel
    • Bisnis
    • Karir
    • UMKM
    • Lowongan Kerja
  • Politik
    • Pilkada
    • Pilpres
  • Kesehatan
  • Dunia Islam
    • Filantropi
    • Amaliah NU
    • Al-Qur’an
    • Tasawuf
    • Muallaf
    • Sejarah
    • Ngaji Kitab
    • Khutbah
    • Tanya-Jawab
    • Ramadan
    • Seputar Haji
    • Syiar Islam
  • Lainnya
    • Agenda
    • Pendidikan
    • Sejarah
    • Buku
    • Tokoh
    • Seni Budaya

Copyright © 2024 Liputan9news.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In