BOGOR | LIPUTAN9NEWS
Kadangkala perubahan budaya berdampak luar biasa pada perilaku seseorang. Ketidakmampuan seseorang beradaptasi dengan lingkungannya bisa berdampak pada rasa frustasi, depresi, stres sosial.
Namun, ada satu gejala yang tidak kalah seriusnya adalah fenomena alienasi.
Alienasi adalah kondisi ketika seseorang merasa terpisah atau terasing dari lingkungan, masyarakat, diri sendiri, atau hal-hal yang penting bagi hidupnya, sehingga menimbulkan perasaan tidak memiliki makna, tidak berdaya, dan kehilangan jati diri. Yang lebih mengkhawatirkan ketika mulai terasing dari Tuhannya.
Dalam sisi yang ada orang yang justru menempuh jalan sunyi. Menyendiri, mengasingkan diri dalam keramaian, dan memilih asyik masyuk bercengkrama dengan Sang Maha Indah. Kita mengenalnya sebagai seorang salik.
Seorang salik dalam tasawuf adalah individu yang menempuh perjalanan spiritual (suluk) untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, membersihkan jiwa, agar bisa menyerap Nur Ilahi.
Perjalanan ini diikuti disiplin diri, dibawah bimbingan guru spiritual (mursyid). Praktik dengan menjalankan ibadah seperti zikir dan puasa, serta mengatasi tantangan duniawi dengan mengendalikan hawa nafsu. Tujuan utamanya adalah untuk wushul kepada Allah SWT.
Dalam proses perjalanannya, seorang salik senantiasa mengikatkan diri (robithoh) secara intuitif dengan seorang guru, mursyid, agar terus mendapatkan bimbingan, pancaran keberkahan (fuyudhot) dalam mencapai tujuannya wushul kepada Allah. Sebab tanpa bimbingan seorang guru, sang salik, murid bisa terjebak dalam perangkap-perangkap syetan (ghurur).
Murid adalah satu akar kata dengan “irodah” (اراد / يريد/ اراد…. مريد) Iradah termasuk salah satu sifat yang wajib bagi Allah menurut akal manusia (qudrah- itadah- ilmu- hayat…dst).
Iradah secara bahasa berarti keinginan, kehendak. Sedangkan murid berarti orang yang berkeinginan sesuatu.
Dalam perspektif lain, Al-Qusyairi menyebutkan bahwa iradah merupakan keinginan seseorang untuk dekat kepada Allah atau menginginkan Allah swt. Al-Qusyairi mengutip Surat Al-An’am ayat 52 yang menyifatkan sebagian orang yang beribadah pagi dan sore hanya semata menginginkan Allah swt.
وَلا تَطْرُدِ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالغَدَاةِ وَالعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ
Artinya, “Jangan kalian menghalau orang yang menyeru Tuhan mereka pada pagi dan sore yang menginginkan (ridha)-Nya,” (QS: Al-An’am, 52).
Allah swt pasti maha memiliki iradah. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai mahluk dan hamba-Nya, Allah juga menginginkan kebaikan pada orang-orang tertentu. Hal itu diwujudkan melalui taufik dan hidayah yang diberikan kepada orang tersebut sebagaimana keterangan hadits berikut ini :
Artinya, “Dari sahabat Anas bin Malik ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, niscaya Allah menjadikan orang itu beramal.’ Sahabat bertanya, ‘Bagaimana Allah menjadikannya beramal ya Rasul?’ ‘Allah memberinya taufik agar ia beramal saleh sebelum matinya,’” (Lihat Abul Qasim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah,[Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H, hal,111).
Oleh karena itu, seorang guru punya misi suci, yaitu membawa para murid untuk mencapai taufik dan hidayah Allah. Dan itulah prinsip dasar dunia thariqah.
Semua proses dan prosedur diatas terlembaga dalam sebuah komunitas yang kita kenal dengan sebutan thariqah atau tarekat.
Thariqah (atau Tarekat) adalah jalan atau metode praktis dalam agama Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, yang berakar pada tasawuf (sufisme) dan diaplikasikan melalui praktik ritual, dzikir, dan bimbingan seorang mursyid (guru spiritual). Tujuannya adalah untuk mensucikan jiwa, memahami hakikat ajaran Islam, dan meraih keridaan Allah, dengan tetap berpegang teguh pada syariat Islam.
Dari gambaran, diatas, thariqah adalah jawaban dari problem-problem kehidupan sekaligus benteng yang efektif agar kita tidak kehilangan jati diri dan bisa mencapai tujuan hidup, yaitu ridlo Allah (mardlotillah).
Hanya saja harus disadari bahwa thariqah sampai saat ini masih menjadi ranah privat belum ranah publik. Masih bersifat internal dan kehadirannya dirasakan secara individual atau mungkin komunitas.
Jatman (Jam’iyah Ahlut Thariqah Al Muktabaroh An Nahdliyah) adalah organisasi dibawah Nahdlatul Ulama yang menghimpun berbagai thariqah yang Muktabarah. Kehadirannya harus mampu meningkatkan peran thariqah dari ranah privat menjadi ranah publik. Kehadirannya tidak hanya menjadikan baik individu-individu. Tapi harus juga menjadikan baik kehidupan kemasyarakatan, harus mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara, harus bisa membawa energi positif bagi budaya dan peradaban dunia. Karena itu, peran, fungsi dan program-program yang strategis selalu ditunggu.
KH. Khotimi Bahri, Mudir Idaroh Syu’biyah JATMAN Kota Bogor, Jawa Barat