LIPUTAN9.ID – Dengan alasan klasik yaitu kajian atau pengajian, tetapi isinya tuduhan pada orang yang amaliah agamanya beda, padahal dalam furu’iyah itu pasti berbeda, jangankan beda madzhab dalam satu madzhab saja kadang beda, mana ijtihadnya Imam Nawawi, dan mana pula ijtihadnya Imam Rofei.
Penceramah Wahabi selalu mengatakan bid’ah, atau tuduhan syirik pada warga NU, padahal warga NU tidak pernah mengusik kebiasaan orang Wahabi, ada apa? lha kok mereka penceramah ini bersikap begitu, bukankah lebih tepat berdakwah pada yang belum beragama, kenapa mendakwahi orang yang jelas Islamnya.
Boleh kajian, tidak ada yang larang. Sebab negara menjamin dengan UUD 45 pasal 29, tetapi kalau kajian justru arahnya melanggar UUD 45 pasal tersebut, itu juga perlu ditolak, karena mengarah konflik. Yang satu yakin atas amaliah agamanya, satunya lagi yang mengingkarinya, tidak akan ketemu. Karena doktrin Wahabi itu memaksa agar orang lain sepaham dengan mereka.
Mereka mengetengahkan dalil dari Al-Qur’an dan hadits lengkap dengan menyebut riwayat para rawi haditsnya, tetapi seringnya bilang dloif, atau paling tidak nuduh hadits hasan pada hadits yang jelas mutawatir. Mereka pegang soheh Bukhori tetapi tidak paham balagahnya redaksi kalimat hadits tersebut, sudah begtu buru-buru mengklaim sudah paham maksud hadits tersebut. Tidak paham asbabul wurudnya sudah berani mengatakan tujuan hadits tersebut. Ini kebanyakan para penceramah Wahabi itu ya begtu.
Anehnya orang bangga bela paham Wahabi ini ketika yang membela dari anak yang berasal dari keluarga NU atau paling tidak yang orang tuanya bermadzhab Sunni. Kalau membela lebih baik masuk jadi Wahabi, tidak perlu bermuka dua. Agar kita kader NU jelas musuhnya jelas pula kawannya. Ini yang saya maksud dalam konteks pemikiran, bukan pada soal ukhuwah islamiahnya. Kita sudah biasa soal jaga ukhuwah.
Lalu, untuk apa kajian mereka ini diprotes, apa ada manfaatnya, apa ada hikmahnya ? ya ada. Karena kajian mereka para penceramah Wahabi bukan kajian ilmiah, bukan kajian agama tentang menjelaskan hukum agama menurut perspektif ulama, tetapi lebih kepada mengkerdilkan ajaran Islam dengan klaim paling benar, orang lain salah. Sementara kita anak generasi NU sudah belajar balagah, sudah belajar sastra Arab, sudah belajar Mantiq, sudah belajar ilmu tafsir, sudah belajar fiqih, sudah belajar Ulumul Qur’an dan Ulumul hadits. Itu artinya kita memahami agama dengan pendekatan ilmu, karena itu tidak sama sekali menyalahkan siapapun.
Penceramah Wahabi lebih disamakan menggarami laut yang jelas-jelas laut itu sudah asin. Ini keliru objek dari penceramah Wahabi. Padahal masih banyak daerah yang perlu sentuhan agama, tetapi di Jawa khususnya sudah tegak pesantren-pesantren besar yang ajarkan ilmu-ilmu agama. Bila perlu silahkan berdakwah, lakukan kajian ke Philipina, Thailand, Singapura, atau Papua New Guinea.
Ceramah atau kajian agama silahkan lakukan, dimana pun, tetapi juga lihat-lihat dulu, pahami dulu situasi dan kondisinya, jangan ada yang tersinggung, jangan ada yang dirugikan, karena dakwah Islam itu sejatinya sebagai rahmatan, bukan ancaman, bukan pula nakut nakuti tetapi dakwah diterapkan dengan akhlakul karimah. Untuk apa berdakwah mengajak kebaikan kepada orang lain, tetapi sendirinya bejat secara moral.
KHM. Hamdan Suhaemi, Pengajar Pesantren Ashhabul Maimanah Sampang Susukan Tirtayasa Serang, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banten, Sekretaris komisi Haub MUI Banten, dan Sekretaris Tsani Idaroh wustho Jam’iyah Ahlith Thoriqah Mu’tabaroh An-Nahdliyah Jatman Banten.