Kekayaan duniawi selalu menjadi dambaan bagi setiap orang. Banyak di antara mereka yang melakukan berbagai cara, tidak mengindahkan halal atau haram, asal bisa meraih kekayaan duniawi tersebut. Segala kekayaan duniawi yang dimiliki manusia, pasti akan hilang. Karena setiap orang akan berpisah satu sama lain, termasuk berpisah dengan keluarga dan kekayaannya tatkala ia dipanggil menghadap Allah s.w.t.. Apa yang kita cintai dan yang kita banggakan dari kehidupan dunia tersebut, pasti akan berpisah. Mungkin harta itu yang akan meninggalkan kita terlebih dahulu, atau kita yang meninggalkannya. Sebaliknya kekayaan spiritual akan tetap langgeng dan lestari.
مَا عِندَكُمۡ يَنفَدُ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ بَاقٖۗ وَلَنَجۡزِيَنَّ ٱلَّذِينَ صَبَرُوٓاْ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-Nahl, 16:96).
Kekayaan yang kekal yang tidak akan lepas dari diri kita adalah kekayaan spiritual, yaitu beriman kepada Allah dan mengikuti segala petunjuk-Nya. Dengan beriman kepada Allah, maka seseorang akan bersikap bijak dalam menghadapi kehidupannya dan menuntunnya pada sikap hidup yang jujur. Ia tidak akan berbuat kezaliman terhadap sesamanya, dan tidak akan melakukan kejahatan atau dosa. Ia akan menjadi manusia yang memiliki pengetahuan yang luas, menjaga hak dan kewajiban sesamanya, baik dalam kehidupan masyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Orang-orang yang beriman kepada Allah, hatinya akan menjadi tenang dan menyerap petunjuk dari Allah s.w.t.. Dengan petunjuk itu, ia akan meraih kesuksesan yang abadi, baik di dunia maupun di akhirat. Seorang yang beriman, memiliki pandangan hidup yang luas, memiliki harapan masa depan yang menjanjikan, serta bisa mengantisipasi berbagai macam rintangan dan tantangan. Ia senantiasa bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diperolehnya, bersikap sabar dan tabah dalam menghadapi berbagai musibah. Ia memiliki sifat yang rendah hati, tidak congkak, tidak sombong, tidak pula bersikap sewenang-wenang.
Ia akan selalu menunaikan hak dan kewajiban masyarakatnya, seperti tolong menolong, saling mencintai dan menyanyangi, saling memberi pengarahan dan nasehat yang baik bagi anggota masyaralatnya, dan terus berusaha mewujudkan kemaslahatan yang umum bagi umat manusia. Tanda dari keimanan seseorang dalam kehidupan sehari-hari mewujud dalam amal yang shaleh, yaitu segala aktivitas dan kegiatan yang mengarahkan umat manusia pada kebaikan dan keluhuran budi pekerti.
Dengan demikian, mereka akan memperoleh kebahagiaan, baik pada masa kini, maupun pada masa yang akan datang. Allah s.w.t.berfirman:
مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-Nahl, 16:97).
Mereka yang tidak beriman, atau imannya lemah akan mudah berputus asa, apabila ia memperoleh kesuksesan, akan bersikap angkuh dan sombong. Ia merasa bahwa kesuksesan itu adalah karena kehebatan dirinya. Sebaliknya apabila gagal dalam meraih tujuan-tujuannya, akan selalu menyalahkan orang lain, tidak pernah melakukan introspeksi terhadap diri mereka sendiri. Mereka tidak bisa melepaskan diri dari ketakutan-ketakutan yang menghantuinya, mereka selalu mementingkan diri sendiri, karena itu mereka dikucilkan oleh masyarakat.
Di masa yang akan datang, mereka termasuk orang-orang yang sangat merugi dan tercampakkan dalam kehinaan yang mengerikan. Allah s.w.t. berfirman:
إِنَّ ٱلَّذِينَ لَا يَرۡجُونَ لِقَآءَنَا وَرَضُواْ بِٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَٱطۡمَأَنُّواْ بِهَا وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنۡ ءَايَٰتِنَا غَٰفِلُونَ أُوْلَٰٓئِكَ مَأۡوَىٰهُمُ ٱلنَّارُ بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Yunus, 10:7-8).
Dr. KH. Zakky Mubarok, MA., Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) dan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Muchas gracias. ?Como puedo iniciar sesion?