Jakarta, Liputan9 – Pendakwah yang sudah jatuh kewibawaannya karena cacat moral secara otomatis tidak akan dihormati oleh orang lain. Secara umum, masyarakat tidak terlalu memandang kedalaman ilmu pendakwah, tetapi cenderung melihat sisi kepribadian dari para juru dakwah. “Ini membuktikan bahwa akhlak yang mulia adalah faktor utama agar dakwah bisa diterima masyarakat,” ungkap Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) KH Agus Salim HS, kepada NU Online, pada Rabu (18/11).
Lebih jauh, Kiai Agus mengungkapkan bahwa juru dakwah harus menggali sejarah kehidupan Nabi Muhammad. Semasa perjalanan dakwahnya, akhlak mulia menjadi faktor paling dominan sehingga risalah keislaman yang dibawa Nabi bisa diterima oleh orang lain. “Indahnya kepribadian beliau baik terhadap kawan maupun lawan telah diabadikan Allah dalam Al-Quran surat Al-Qalam ayat 4, innaka la’alaa khuluqin ‘adzhim. Kata Allah, Nabi itu benar-benar berbudi pekerti yang agung,” ungkap Abi Agus, demikian Ketua LD PBNU ini akrab disapa.
Ia mengungkap beberapa akhlak pendakwah yang mesti diperhatikan agar mendapat penerimaan di tengah masyarakat. Pertama, sikap rendah hati. Menurut Kiai Agus, kesombongan dan keangkuhan adalah sikap yang sangat tidak disukai manusia. “Kalau sikap rendah hati telah menjadi akhlak yang menghiasi seorang pendakwah maka akan terlihat indahnya tingkah laku dan santunnya tutur kata,” tuturnya.
Kiai Agus lantas mengutip firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 159. Artinya, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” Sikap rendah hati inilah, lanjutnya, merupakan di antara hal yang mendorong manusia untuk menyayangi orang lain. Dengan bersikap rendah hati, para juru dakwah nantinya pasti akan dihormati oleh umat.
“Kedua, sifat dermawan. Pendakwah juga harus mendermakan harta, waktu, tenaga, dan segala kemampuan kepada masyarakat sehingga melahirkan berbagai kebaikan untuk kehidupan. Ini sifat yang menonjol juga pada kepribadian Nabi,” katanya.
Menurut Kiai Agus, kedermawanan pendakwah menjadi faktor yang mendorong manusia untuk menyambut ajakannya. Sebab, pada dasarnya manusia itu diberi tabiat mencintai orang yang berbuat baik kepadanya.
Ketiga, menjunjung tinggi kejujuran. Kiai Agus menjelaskan bahwa juru dakwah harus jujur dalam bertutur kata, menyampaikan berita, dan menepati janji. Seorang pendakwah yang biasa berdusta pasti akan mendapat hukuman sosial.
“Dia (pendakwah) pasti tidak akan dipercaya lagi ucapan dan beritanya walaupun dia berkata jujur,” tutur Kiai Agus.
Keempat, tutur kata yang lembut. Menurut Kiai Agus, kelemahlembutan dalam bertutur kata akan membuat perilaku pendakwah menjadi indah. Sebaliknya, jika kelemahlembutan itu hilang dari pribadi juru dakwah maka akan tentu saja akan berdampak pada perangainya yang terlihat buruk.
“Kelembutan dalam tutur kata berpengaruh luar biasa untuk diterimanya suatu dakwah. Kita sebagai pendakwah harus mengajak umat dengan tutur kata yang menyebabkan manusia merasa dihormati, diiringi dengan wajah yang manis dan murah senyum,” ucapnya.
Terakhir, Kiai Agus menyatakan bahwa tutur kata yang lembut disertai dengan wajah berseri-seri dan senyum yang menawan dari pendakwah tidak bisa dipandang remeh. Pada kenyataannya, senyuman itu memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan bisa melelehkan keangkuhan lawan. “Lagi pula senyuman itu kan amalan yang mendatangkan kecintaan dari sisi Allah karena senyum adalah sedekah paling murah dan mudah,” pungkasnya.
Artikel ini pernah dimuat di NU Online pada Rabu, 18 November 2020, Pewarta: Aru Lego Triono Editor: Fathoni Ahmad, Sumber: NU Online