Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Ulil Abshar Abdalla, mengutip beberapa pandangan ulama yang menyatakan bahwa memberi suap untuk tujuan yang baik atau hak hukumnya bisa diperbolehkan menurut ajaran agama.
Penyataan tersebut disampaikan oleh Gus Ulil dalam rapat dengar pendapat yang membahas Rancangan Undang-Undang Pertambangan dan Mineral (Minerba) di Badan Legislasi (Baleg) DPR, pada hari Rabu (22/01/2025).
Ketua Komisi VII DPR, Saleh Partaonan Daulay, mempertanyakan pemberitaan tentang dugaan pemberian jatah pengelolaan tambang kepada organisasi masyarakat dengan tujuan menghentikan kritik publik terkait RUU Minerba.
Salah satu pertanyaan Saleh adalah apakah PBNU setuju jika tindakan tersebut dapat dianggap sebagai suap.
“Dalam fiqih ada ketentuan, jadi menyogok itu kalau untuk meraih hak yang hak itu menurut sebagian ulama dibolehkan. Jadi yang dilarang adalah menyogok sesuatu yang batil,” kata Kiai Ulil Abshar Abdallah, dikutip dari CNN Indonesia.
“Ada kebijakan yang batil kita sogok orang supaya mendukung kebijakan kita. Tapi kalau kebijakan ini sah, lalu kita mendorong masyarakat untuk mendukung ini, ya itu bukan sogokan. Kalau pun sogokan itu, sogokan yang hasanah itu,” tambahnya.
Pernyataan itu menimbulkan tawa di antara peserta rapat, namun Gus Ulil berharap bahwa argumen tersebut tidak akan digunakan sebagai alasan atau pembenaran, terutama jika kasus tersebut mencuat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Tapi ini enggak boleh dipakai ini ya, ini kalau didengar KPK dimarahi. Tapi dalam fiqih ada itu. Riswah diharamkan kalau menyogok sesuatu yang batil,” terangnya.
Namun demikian, Gus Ulil menegaskan bahwa keputusan pemerintah dalam memberikan izin pertambangan kepada organisasi keagamaan bukanlah berarti suap. Selain itu, kebijakan itu dianggap membawa manfaat bagi masyarakat.
Prinsipnya, Kata Gus Ulil, memberi suap tidak dibolehkan jika tujuannya adalah untuk menyembunyikan tindakan yang tidak benar atau melanggar hukum.
“Menurut saya, ini bukan sogokan. Kenapa karena kalau suatu, ini mohon maaf, ini pandangan kami. Kalau penguasa, pemerintah, memutuskan suatu kebijakan yang membawa manfaat bagi rakyat. Itu tidak bisa dianggap sebagai menyogok rakyat,” pungkasnya. (YZP)