Jakarta | LIPUTAN9NEWS
Mbah Hasbulloh Marzuki merupakan murid pertama kali yang meminta untuk di bai’at kepada gurunya yaitu Mbah KH Mustaqim bin Husain dari sekian banyak murid yang pada saat itu belum ada satupun yang di bai’at. Kiai Mustaqim pernah memerintahkan KH. Hasbulloh untuk mencari tujuh orang (termasuk KH. Hasbulloh) yang masih murni dan belum pernah bermaksiat (zina) yang kemudian diperintahkan untuk meminum minyak al-Qur’an, tetapi dari ketujuh orang itu, hanya ada tiga orang yang meminum minyak al-Qur’an itu, yaitu: Mbah Hasbulloh (wafat di Tulungagung), Kiai Mubin (wafat di Tulungagung), dan Kiai Murtaji (wafat di Tulungagung).
KH. Mustaqim bin Husain, Mursyid Thariqah Saydziliyah wal Qodiriyah wan Naqsabandiyah Pondok Pesulukan Thariqat Agung (PETA) Tulungagung, menugaskan penyebaran Thariqah kepada tiga orang delegasi dengan tugas yang berbeda-beda. Mbah Hasbulloh Marzuki Kutoanyar, ditugaskan mengikuti Kongres Thariqah Syadziliyah, Qodiriyah dan Naqsabandiyah di Krapyak–Yogyakarta.
Mbah Hasbulloh juga ditugaskan sebagai delegasi Kongres Thariqah di Lasem, Mojosari-Nganjuk, dan Bendo – Pare. Selain itu, Mbah Hasbulloh juga memimpin para murid di kauman, Tulungagung saat itu. Sementara itu, Kiai Mubin, ditugaskan dakwan menyebarkan ajaran thariqah keluar negeri, yaitu Jerman, Belanda, Perancis dengan berjalan kaki.
Sedangkan Kiai Murtaji ditugaskan dikauman, Tulungagung. Diantara tugas Kiai Murtaji adalah membimbing para santri dan sebagai Thobibnya pada saat itu. Kini tempat itu (di kauman, Tulungagung) bernama Pondok PETA (Pondok Pesulukan Thoriqot Agung).
Mbah Kakung atu Mbah Hasbulloh Marzuki adalah ayah dari istri KH. Mahfudz Syafi’i, yaitu Nyai Hj. Muhshonah Ch. (Ayah mertua sekaligus guru dari KH. Mahfudz Syafi’i). Beliau lahir di Kolomayan, Kediri, Jawa Timur pada hari Selasa Kliwon, 09 April 1901 M. atau 19 Dzul Hijjah 1318 H. yaitu putra dari pasangan suami istri KH. Marzuqi dan Nyai Kasiyam. Nasab KH. Hasbulloh bersambung kepada Seorang ‘Alim Hasan Besari, Ponorogo.
Pada saat kecil beliau mengaji dan sekolah di Pondok Pesantren Ploso, Kediri, Jawa Timur yang diasuh oleh KH. Imam Jazuli. Karena kondisi Ekonomi beliau, maka jarak Kolomayan–Ploso yang sekitar 7 km beliau tempuh dengan berjalan kaki setiap harinya dan mengaji serta sekolah dengan perlengkapan sederhana bahkan dengan pakaian yang hanya satu-satunya untuk di kenakan setiap hari. Pernah pada suatu saat beliau dikeluarkan dari kelas dan tidak boleh mengikuti pelajaran karena belum membayar iuran. Namun, karena kegigihan dan semangat beliau yang tinggi, beliau rela belajar diluar kelas dibawah jendela.
Saat telah beranjak dewasa, beliau dijodohkan oleh keluarganya dengan sepupunya sendiri yaitu Nyai HJ. Ummi ‘Afifah putri dari pasangan suami istri H. Ridwan dan Hj. Hasanah. Beliau menikah pada umur 42 tahun, sedangkan Nyai HJ. Ummi ‘Afifah berumur 13 tahun yang kemudian dianugerahi beberapa orang putra dan putri, yaitu : Muhaimin, Muhshonah (Istri KH. Mahfudz Syafi’i), Muhayyaroh (Istri KH. Zaed ‘Abdul Hamid, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Mahir Arriyadh, Ringinagung, Pare, Kediri serta Pengasuh Pondok Pesantren Putri Islahiyyatul Ashroriyyah, Ringinagung, Pare, Kediri), Muhsin, Muhsinin, Mudhi’atuzzaman (Istri KH.’Abdulloh Faqih, pengasuh Pondok Pesantren Darun Naja, Bakung, Udanawu, Blitar, Jawa Timur), Munifah, Munawwaroh, Mudzakir, Alwi Mubarid, Muslimatul Bariroh (Istri Kyai Burhanuddin Qomari, pengasuh Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum, Gedangan, Kandangan, Kediri, Jawa Timur), Mudrikatul Ashroriyyah, Ahmad Ali Murtadho, Muhtajuddin, Nana Mu’ayyanah.
Mbah Hasbulloh wafat pada hari Rabu malam Kamis pukul 02:30 WIB pada 29 Maret 1995 M. bertepatan 27 Syawwal 1415 H., sedangkan istri KH. Hasbulloh yaitu Nyai HJ. Ummi ‘Afifah, dilahirkan di Tulungagung pada Minggu Pahing tanggal 12 Maret 1922 M. atau 12 Rojab 1340 H., dan wafat pada hari Rabu pukul 14:00 WIB pada 04 Mei 1994 M. bertepatan 22 Dzulqo’dah 1414 H. (Terjadi perbedaan didalam keluarga dalam menjelaskan waktu persisnya kelahiran dan wafat, namun waktu yang tertera adalah waktu yang mendekati akurat). (Ai)
Sumber: Buku Biografi Hadlratussyekh Mahfudz Syafi’i ditulis oleh Gus Fatih Fuad