Jakarta, Liputan9.id – Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj mengatakan, dunia sedang menaruh harapan besar pada Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak, yang memiliki wajah keislaman moderat, toleran, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Pasalnya, Islam di dunia tak bisa lagi mengharap kebangkitan Islam dari negara-negara Arab di Timur Tengah. Pasalnya, umat Islam di sana saling berperang dan memusuhi.
Hal itu dia sampaikan dalam acara diskusi kebangsaan sekaligus serah terima pergantian kepemimpinan baru Direktur Ekskutif SAS (Said Aqil Siroj) Institute, yang sebelumnya dijabat oleh Imdadun Rahmat, kemudian digantikan oleh Dr. Sadullah Affandy.
“Hari ini umat Islam di dunia tak bisa lagi mengharap kebangkitan Islam dari negara-negara Arab di Timur Tengah. Umat Islam di sana saling berperang dan memusuhi. Sejak terbentuknya negara bangsa, dunia telah berubah. Saat ini dunia sedang menaruh harapan besar pada Indonesia,” kata Said di Sekretariat SAS Institute, sebagaimana release yang diterima liputan9.id di Jakarta, Sabtu, (3/9).
Dalam kesempatan tersebut, Said mengulas panjang lebar sejarah keruntuhan kekhalifahan Islam (Turki Utsmani), kemudian munculnya negara-bangsa, hingga tumbuh dan berkembangnya bibit-bibit kelompok Islam radikal yang nyaris membawa kehancuran dan keruntuhan Islam di Timur Tengah.
“Jika tidak ada Al-Azhar di Mesir di Timur Tengah dan NU di Indonesia, Islam dan umat Islam akan mudah dibawa ke tubir kehancuran. Beruntung Indonesia memiliki ulama seperti Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari yang berhasil menyatukan antara keislaman dan kebangsaan yang bisa menjadi pondasi dan perekat bagi kesatuan umat,” ujar Said Aqil.
Di Timur Tengah, kata Kiai Said, Islam dan nasionalisme tidak bisa disatukan dan bisa saling membelakangi. Di Timur Tengah, sambungnya, tidak akan menemui orang seperti Hasyim Asyari yang merupakan seorang ulama sekaligus nasionalis.Di Timur Tengah, tempat kelahiran Islam, ulama dan nasionalis memiliki agenda dan perjuangannya sendiri-sendiri. Karena itu, kata Kiai Said, pernyataan Kiai Hasyim Asyari.
“hubbul wathan minal iman” bukanlah rumusan sederhana. Di dalamnya mengandung penegasan bahwa nasionalisme memiliki basis teologi di dalam Islam,” tandasnya.
Sementara, Dr. Sadullah Affandy, sebagai Direktur Ekskutif SAS Institute yang baru terpilih, berharap SAS Institute bisa merekam, mengabadikan, sekaligus dapat melanjutkan pikiran dan gagasan besar Kiai Said tentang keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan.
Sebagai tokoh dan guru bangsa, katanya lagi, Buya Said juga melanjutkan tongkat estafet perjuangan para guru bangsa pembaru Islam terdahulu, seperti Nurcholish Majid, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, hingga Ahmad Syafi’i Maarif atau Buya Syafi’i Maarif.
“Mudah-mudahan SAS Institute bisa menerjemahkan dan menafsirkan gagasan, pikiran, serta ide-ide besar Kiai Said dalam memperjuangkan Islam rahmatan lil alamin ini,” pungkasnya.