Jakarta, LIPUTAN9.ID – Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon KH Imam Jazuli mengungkap sebuah fakta bahwa 82 persen kekayaan di Indonesia hanya dikuasai segelintir orang. Tak lebih dari 18 orang.
“Kita sudah tahu data hari ini menunjukkan 82 persen kekayaan negara kita dikuasai oleh 18 orang saja, mereka bukan dari santri. Ini tentu menyalahi prinsip keadilan dan kesejahteraan dalam bernegara,” kaya Kiai Imam Jazuli.
Di depan ribuan santri Bina Insan Mulia dan video ceramahnya beredar di saluran-saluran media sosial, Kiai Imam menyerukan agar kaum santri segera bangkit untuk merebut kekuasaan.
“Lalu bagaimana orang Indonesia hanya pegang 18 persen saja, kalau orang ditanya dua persen orang NU tuh, bagaimana caranya bangkit secara ekonomi? Harus dengan merebut kekuasaan,” katanya.
“Bayangkan kalau semuanya bersama-sama kaum santri, untuk memastikan negara ini dipimpin oleh santri, maka 2024 adalah kemenangan santri untuk Indonesia,”
“Kenapa kita selalu memberikan semboyan dari santri, untuk santri dan oleh santri. Dari santri sudah tapi oleh santri belum, sudah saatnya negara ini dipimpin oleh para santri,” ujar Kiai muda alumni Pesantren Lirboyo dan Al-Azhar Mesir ini.
Dengan semangat berapi-api, Kiai Imam Jazuli, menjelaskan pilihan pemimpin dari kaum santri saat ini sangat diperlukan Indonesia agar para pemimpin di negeri ini merupakan pemimpin yang bermoral, pemimpin yang peduli pada rakyat kecil, pemimpin yang peduli pada kaum santri dan kaum pesantren.
Meski demikian, Kiai Imam Jazuli menegaskan untuk mewujudkan agar pemimpin Indonesia berasal dari kaum santri bukan pekerjaan ringan.
“Ini berat perjuangan kita. Kenapa ini berat? karena pasti barisan santri akan di acak-acak akan dipecah dari kelompok luar tidak menginginkan santri berkuasa,” ujarnya.
“Bahkan antar santri dan santri dipecah, antar kiai dan kiai dipecah. Maka harus muncul wahai kaum santri nasional kalian harus sadar, ayo bersatu padu, kita memiliki jalan perubahan, santri harus berubah, pesantren berubah, rakyat harus berubah, keadilan harus ditegakkan,” sambungnya.
Menurut Imam Jazuli, perubahan itu harus dimulai dengan satu kalimat, ukhuwwah wal wihdah dengan cara mengikat persaudaraan sesama santri, sesama kaum muslimin dalam ikatan persatuan, persaudaraan persatuan. “Minimal di santri dulu, kalau santri bersatu selesai kita ini,” katanya.
“Bayangkan kalu santri, walisantri dan keluarganya semua sepakat, ayo kita pastikan negeri ini dari santri maka pasti negeri ini dipimpin oleh santri,” ujar Imam Jazuli.
Kiai Imam Jazuli juga menyampaikan kalau ada orang ngaku santri tapi tidak peduli dengan kepemimpinan nasional dari santri tidak mau memilih santri perlu dipertanyakan kesantriannya.
“Santri tidak memiliki keinginan untuk menjadi agen perubahan. Ada orang bilang saya santri tapi tidak mau menjadikan santri sebagai pemimpin maka yang harus dipertanyakan kesantriannya,” tandas Imam Jazuli.
Fenomena kaum santri yang hanya dijadikan pelengkap dan selalu dimanfaatkan suaranya saja dalam setiap kontestasi Pemilu di Indonesia juga tak luput dari kritik Kiai Imam Jazuli.
“Kita sudah muak, kita sudah capek melihat kaum santri kaum pesantren hanya dijadikan tunggangan saja hanya disuruh mendorong mobil mogok di dalam pemilu dan setelah Pemilu ditinggalkan,” katanya dengan tegas.
Menurutnya, sudah saatnya kaum santri nasional bersatu padu memenangkan Pemilu pada tahun 2024. Perayaan hari santri nasional memiliki arti penting jangan sampai hari santri terus dirayakan tetapi hanya seremonial saja, tidak ada artinya tidak ada semangatnya.
Hari santri,aka Imam Jazuli, harus dijadikan sebagai momentum bangkit, meraih kesuksesan, meraih kemenangan, meraih kekuasaan karena tujuan dari kekuasaan adalah kemaslahatan.
“Tujuan kekuasaan yang kita ambil adalah keadilan, tujuan yang kita upayakan dalam kekuasaan adalah bagaimana rakyat merasakan kesejahteraan,”
“Kesejahteraan dan keadilan adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditawar dan itu hanya bisa dilakukan oleh kita untuk menegakkannya kalau kita memegang tampuk kekuasaan.
Kalau kaum santri berkuasa Insya Allah akan menegakkan keadilan sebagai perintah dari agama ‘I’dilu huwa aqrobu lit taqwa’ adillah kalian semuanya karena keadilan itu mendekatkan kepada ketaqwaan,” katanya.
Kiai Imam Jazuli juga melontarkan kritik terhadap elite Nahdliyyin yang dinilainya hanya melakukan kegiatan-kegiatan seremonial dalam bentuk seminar-seminar internasional.
“Saatnya kaum Nahdliyyin bangkit dan itu tidak dengan hal remeh temeh, ecek-ecek, hanya bicara tentang seminar peradaban dunia ini dan itu, nggak ada manfaatnya,”
“Kalau kita mau bangkit syaratnya satu rebut kekuasaan bukan mengadakan seminar internasional bicara tentang peradaban dunia, para ulama berjuang sejak tahun 1500 sampai 1945 apa mereka ingin merdeka, mereka ingin bebas, karena dengan kemerdekaan mereka bisa menegakkan keadilan dan kesejahteraan,” katanya.
Dari tiga paslon Capres-Cawapres di Pemilu 2024 sangat jelas representasi santri sudah tampil ke panggung politik nasional. Mereka adalah pasangan Anies Rasyid Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar (AMIN).
Anies Baswedan adalah seorang santri alumni Pondok Pesantren Pabelan, Magelang, Jawa Tengah. Selain santri, Anies juga sosok santri yang berhasil menjadi akademisi, tepatnya Rektor Universitas Paramadina.
Sedangkan keluarganya juga akademisi. Ayahnya, Rasyid Baswedan, sempat jadi Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), pada periode 1990-1993.
Demikian pula dengan Abdul Muhaimin Iskandar. Kesantriannya tidak diragukan lagi. Gelarnya adalah Panglima Santri, yang senafas dengan latar belakang pribadinya. Ia adalah cicit KH. Bisri Syansuri, pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang, sekaligus Pendiri Nahdlatul Ulama.
Di Mambaul Maarif, Denanyar, inilah Muhaimin Iskandar mengenyam pendidikan kepesantrenan pertama kali. Setelah dari Denanyar, Muhaimin melanjutkan pendidikan pesantrennya di Lirboyo Kediri. Setelah itu, Muhaimin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Yogyakarta.
Pasangan AMIN (Anies-Muhaimin) tidak pelak lagi merupakan representasi santri tulen. Latar belakang pasangan capres-cawapres ini menggambarkan visi masa depan mereka. Seperti pepatah; “dari santri, oleh santri, untuk santri” atau “dari pesantren, oleh pesantren, untuk pesantren “.
Kiai Imam Jazuli juga menyampaikan sebuah pesan bahwa yang disampaikannya untuk menumbuhkan sebuah kesadaran agar para santri bersatu dan bangkit lewat Pemilu 2024 nanti.
“Saya ini bukan sedang kampanye, ini sedang menumbuhkan kesadaran pada kita kaum santri, saya bukan Jurkam, saya bukan bagian dari partai, saya bukan bagian kekuatan politik tertentu, tapi saya punya kesadaran bahwa saatnya kita kaum santri bangkit,” pungkas Kiai Imam.
Editor: Moh. Faisal Asadi
Sumber: Disway.id