فى آداب العالم فى دروسه
Tentang Adab Seorang alim dalam pengajarannya
ولا يرفع صوته رافعا زائدا على قدر الحاجة، ولا يخفضه خفضا لا يحصل معه كمال الفائدة، والاولى ان لا يجاوز صوته مجلسه ولا يقصر عن سماع الحاضرين.
Dan hendaknya ia tidak meninggikan suaranya secara berlebihan melebihi dari yang dibutuhkan, juga tidak merendahkannya sampai tidak tercapai manfaat yang sempurna. Yang utama adalah suaranya tidak melebihi jangkauan majelisnya, namun juga tidak kurang dari bisa didengar oleh hadirin.
فقد روي الخطيب البغدادى عن النبى صلى الله عليه وسلم قال :
ان الله تعالى يحب الصوت الخفيض الخفي ويكره الصوت الرفيع.
Diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
‘Sesungguhnya Allah Ta’ala mencintai suara yang rendah dan tersembunyi, dan membenci suara yang tinggi.’
فان حضر فيهم ثقيل السمع فلا بأس برفع صونه بقدر ما يسمعه ولا يسرد الكلام سردا، بل يرتله ويتمهل فيه ليتفكر فيه هو ومن يسمعه،
Jika di antara hadirin ada orang yang kurang pendengarannya, maka tidak mengapa meninggikan suara sekadar agar ia bisa mendengarnya. Dan hendaknya ia tidak menyampaikan pembicaraan secara tergesa-gesa, tetapi dengan perlahan dan jelas agar ia sendiri dan para pendengarnya dapat merenungkannya.
وقد ورد ان كلام النبى صلى الله عليه وسلم كان مفصلا يفهمه من يسمعه، وكان إذا تكلم بكلمة أعادها ثلاثة لتفهم عنه، واذا فرغ من مسألة او اصل سكت قليلا حتى يتكلم من فى نفسه كلام عليه
Diriwayatkan bahwa perkataan Nabi SAW itu jelas dan terperinci sehingga bisa dipahami oleh orang yang mendengarnya. Ketika beliau mengucapkan suatu kata, beliau mengulanginya tiga kali agar dapat dipahami dengan baik. Dan ketika selesai dari suatu persoalan atau pokok pembahasan, beliau diam sejenak agar orang yang ingin berbicara bisa melakukannya.”
ويصون مجلسه عن اللغط، فان اللغط يغير اللفظ، وعن رفع الاصوات واختلاف جهات البحث.
Dan hendaknya ia menjaga majelisnya dari keramaian, karena keramaian dapat mengacaukan ucapan, serta dari suara-suara yang tinggi dan perdebatan yang tidak terarah.
قال الربيع كان الشافعى اذا ناظره انسان فى مسئلة فعدل الى غيرها يقول نفرغ من هذه المسئلة ثم نصير الى ما تريد.
Ar-Rabi’ berkata, ‘Apabila Imam Syafi’i berdiskusi dengan seseorang dalam suatu permasalahan, lalu orang itu beralih ke permasalahan lain, beliau akan berkata: Mari kita selesaikan dulu permasalahan ini, lalu kita akan pindah ke yang engkau inginkan.’
ويتلطف فى ذلك فى مباديه قبل انتشاره وتولان النفوس.
Beliau bersikap lembut dalam menangani hal tersebut sejak awal, sebelum perdebatan meluas dan emosi memuncak.”
ويذكر الحاضرين ما جاء فى كراهية الممارات لا سيما بعد ظهور الحق، وان مقصود الاجتماع ظهور الحق وصفاء القلوب وطلب الفائدة،
Dan hendaknya ia mengingatkan para hadirin tentang larangan berdebat kusir (pertengkaran tanpa manfaat), terutama setelah kebenaran telah tampak. Bahwa tujuan dari pertemuan adalah untuk menampakkan kebenaran, menjaga kejernihan hati, dan memperoleh manfaat yang baik.
وانه لا يليق باهل العلم تعاطى المنافسة لانها سبب العداوة والبغضاء، بل يجب ان يكون الاجتماع مقصودا خالصا لله تعالى، ليتم الفائدة فى الدنيا والسعادة فى الاخرة
Tidak pantas bagi para penuntut ilmu untuk saling bersaing dengan niat buruk, karena hal itu dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian.
Justru pertemuan itu seharusnya ditujukan semata-mata karena Allah Ta’ala, agar manfaat dunia bisa diraih dan kebahagiaan akhirat tercapai.
ويذكر قوله تعالى ليحق الحق ويبطل الباطل ولو كره المجرمون،
Hendaknya juga diingatkan firman Allah Ta’ala: ‘Agar Allah menegakkan yang benar dan menghancurkan yang batil, walaupun orang-orang yang berdosa membencinya.’
فان ذلك يفهم ان ارادة ابطال الحق وتحقيق الباطل صفة أجرام فليحذر منه
Dari ayat ini dipahami bahwa keinginan untuk menghancurkan kebenaran dan menegakkan kebatilan adalah sifat orang-orang yang berdosa, maka hendaknya hal itu dijauhi.”
وليبالغ فى زجر من تعدى فى بحثه، او ظهر منه لدد او سوء ادب فى بحثه، او ترك الانصاف بعد ظهور الحق، او اكثر الصياح بغير فائدة، او اساء ادبه على غيره من الحاضرين والغائبين، او ترفع فى المجلس على من هو اولى منه، او نام او تحدث مع غيره او ضحك، او استهزأ باحد من الحاضرين او أخل بآداب الطالب فى الحلقة، وقد تقدم ذكرها فى آداب المتعلم.
Dan hendaknya ia bersikap tegas dalam menegur siapa pun yang melampaui batas dalam diskusi, atau menunjukkan sikap keras kepala dan buruk adab dalam perdebatan, atau tidak bersikap adil padahal kebenaran telah jelas, atau yang berteriak-teriak tanpa faedah, atau yang berlaku tidak sopan terhadap hadirin maupun yang tidak hadir, atau yang menyombongkan diri di majelis terhadap orang yang lebih berhak darinya. Begitu pula terhadap orang yang tidur, mengobrol dengan orang lain, tertawa tanpa alasan, mengejek salah satu hadirin, atau yang mengabaikan adab-adab penuntut ilmu dalam majelis—yang sebelumnya telah dijelaskan dalam pembahasan tentang adab murid.”
Agus Amar Suchaemi AlBarbasy (Gus Amar), Nyantri di Lirboyo Alumni IKAHA (UNHASY) Tebuireng Jombang.