Jakarta, Liputan9.id– Tokoh toleransi Indonesia, Haidar Alwi menuturkan, bahwa radikalisme dan berita hoaks yang membuat bangsa indonesia menjadi gaduh. Rasa persatuanjuga lumpuh hanya karena informasi dan isi berita yang provokatif dan jauh dari kenyataan. Hal tersebut disampaikan kepada jurnalis liputan9.id, Kamis, (06/10), di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Di era gital saat ini, Haidar Alwi mengajak masyarakat untuk mewaspadai dan bersinergi untuk bersama-sama menangkal penyebaran paham radikal ataupun berita hokas yang mampu menyebabkan desintegrasi bangsa.
“Sejak media dan platform digital makin mudah diaksesboleh masyarakat, berita hoaks atau berita bohong kerap sekali menghiasi beranda media sosial kita,” ujarnya.
Haidar Alwi mengatakan,maraknya ujaran kebencian dan berita bohong dimedia sosial berpotensi radikalisme dengan cepat menyebar di Indonesia. Oleh karena itu Hidar Alwi menyarankan, kepada aparat terkait untk memgubah gaya pendekatan dalam menyelesaikan persoalan ini.
“apalagi tingginya keberagaman yang dimiliki Indonesia juga menjadi titik rawan akan sulitnya mengendalikan gesekan konflik masyarakat di media sosial,” papar Haidar.
https://twitter.com/Liputan9id/status/1578209217256644608?s=20&t=NnFmoyKqkHa0Cy0B8VoYgQ
Lebih jauh Haidar Alwi, sangat khawatir jika tindakan dan paham radikal ini akan coba masuk pada tataran politik parlementer dengan menunggangi hajatan pemilu 2024, karena sangat berbahaya jika paham radikalisme masuk ke dalam tataran politik formal.
“diapstikanakan menimbulkan kekacauan dan jika tidak dikendalikan akan berpotensi semakin meruncing,” ucap tokoh toleransi tersebut.
Haidar menjelaskan bahwa, paham radikalisme ingin mengganti dasar ideologi negara dengan melawan peraturan. Kemudian merusak cara berpikir generasi muda Indonesia.
“Penganut program radikal biasanya terkesan ekslusif, tertutup dengan lingkungan sosialnya, mereka selalu menyuarakan bahwa pancasila itu tidak sesuai syariat, hormat kepada bendera merah putih juga tidak sesuai syariat,” ungkapnya.
Dalam hal ini Haidar Alwi menegaskan, bahwa kita perlu memahami bagaimana sejarah islam masuk ke Indonesia. Tentu saja islam masuk dengan cara yang damai, bahkan melalui pendekatan perilaku sosial manusia dan budaya bahwa dakwah islam dilakukan dengan pertunjukan media wayang.
“Sejatinya memang secara sosial kemanusian, ketika islam hadir disuatu tempat tidak mengganti budaya orang yang sudah ada,” Haidar, menjelaskan.
Haidar Alwi, menyatakan cepat menyebarnya paham radikal kerena digunakan ole pelaku kampanye instan, para penganutnya menggunakan media sosial dan fitur-fitur di ineternet sehingga penyebarannya menjadi masif dan luas. Kini pancasila tergerus oleh masifnya paham radikal tersebut.
Haidar, menegaskan jika pancasila berhadapan dengan kelompok radikal yang menggunkan propaganda maka kita juga harus menggunakan prinsip kontra propaganda.
“Aksi radikalisme yang mengatasanamakan agama biasanya tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama. Melainkan ada kepentingan atau masalah lain dibelakanya,” katarnya.
Sementara itu, maraknya berita hoaks di dunia maya merupakan masalah yang sangat pelik. Kalangan anak-anak atau bahkan kalangan akademisi yang tersebar tanpa ampun menyebar melalui aplikasi media sosial.
“Akses media internet yang begitu cepat seakan berbanding lurus menyebarnya hoaks. Bahkan kedalam group WA keluarga. Parahnya berita yang sudah terkonfirmasi sebagai berita hoaks tahun sebelumnya masih bisa disebarkan hanya dengan menyalin link,” ungkap Haidar, yang juga Presiden Haidar Alwi Institute.
Dari banyak berita hoak, ternyata berita hoak yang sering banyak diterima adalah hoaks tentang issu sosial politik, menyusul diposisi kedua adalah berita hoaks tentang sara.
“Sebaran Hoaks yang overdosis ini memunculkan kekawatiran. kekawatiran ini munculkarena hokas masihmenjadi senjata digital, untuk mengancam kepanikan dan membuat gaduh negeri ini. Banyakanya berita hoaks melalui media sosial seakan muncul tak terbendung. Media sosial seperti facebook, twitter, maupun instagram merupakan media sosial yang paling sering menjadi medium para warganet untuk menerima berita hoaks,” ulas Haidar panjang lebar.
“Selanjutnya aplikasi chating juga rentan terhadap berita hoaks, terutama dalamgroups whatsapp. Ketika jemari melekat di Handphone sekana kita tidakmemiliki imun terhadap berita hoaks,” imbuhnya.
Haidar juga menerangkan, sangat penting bagi seluruh pengguna media sosial, untuk menjaring informasi sebelum membagikan kejaringan media sosialnya. Paham radikalismedan berita hoaks merupakan dua hal yang membuat suasana menjadi gaduh, rasa persatuan juga runtuh, hanya karena berita yang terlampau provokatif dan jauh dari kenyataan.
“Bersama Haidar Alwi Care, saya mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk menyatakan perang terhadap paham radikalisme dan berita hoaks yang secara nayata merusak perdamaian disemua negara. Salam toleransi, selalu waspada, dan tetap waspada,” tutup Haidar Alwi. (ASR)