JAKARTA | LIPUTAN9NEWS
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja mengguncang Nahdlatul Ulama (NU) dengan mencekal Yaqut Cholil Qoumas, mantan Menteri Agama (2020-2024), bersama Isfah Abidal Aziz, mantan staf khususnya yang kini menjabat Ketua PBNU, dan Fuad Hasan Masyhur, pengusaha travel haji Maktour, per 11 Agustus 2025.
Pencekalan ini terkait penyidikan dugaan korupsi pengelolaan kuota haji 2024, yang diduga merugikan negara hingga Rp1 triliun.
Skandal ini bukan hanya menyeret Yaqut, tetapi juga mengguncang fondasi kepemimpinan PBNU di bawah Yahya Cholil Staquf, kakak kandung Yaqut, serta barisan pendukungnya seperti Miftakhul Akhyar dan Anwar Iskandar.
Krisis ini mengancam legitimasi PBNU dan memicu pertanyaan serius: bagaimana nasib Yahya dan masa depan NU?
Skandal Kuota Haji
Penyelidikan KPK berawal dari temuan Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR, yang dipimpin Muhaimin Iskandar, mengungkap penyimpangan serius dalam penyelenggaraan haji 2024.
Dugaan manipulasi kuota haji khusus, layanan buruk bagi jemaah, hingga ketidaksesuaian fasilitas seperti tenda di Arafah menjadi sorotan. KPK telah meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan, dengan Yaqut sebagai salah satu figur sentral.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa pemanggilan Yaqut tinggal menunggu waktu, seiring pemeriksaan saksi-saksi. Pencekalan Yaqut, Isfah, dan Fuad menunjukkan keseriusan KPK, dengan potensi status tersangka kian dekat.
Skandal ini adalah pukulan telak bagi kubu Rembang, yang selama ini menjadi tulang punggung kepemimpinan Yahya di PBNU.
Yaqut, dengan jaringan Kementerian Agama dan sumber daya yang melimpah, memainkan peran kunci dalam kemenangan Yahya pada Muktamar Lampung 2021. Jika Yaqut ditetapkan sebagai tersangka, atau bahkan dipenjara, ini bukan hanya kerugian pribadi, tetapi juga kehancuran politik bagi Yahya.
Citra PBNU, yang sudah tercoreng oleh kasus korupsi Mardani H. Maming dan pemecatan pengurus daerah seperti PWNU Jawa Timur, akan semakin terpuruk.
Ibadah haji, yang seharusnya suci, kini ternoda oleh dugaan korupsi, memicu kemarahan umat dan memperlebar jurang krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan PBNU saat ini.
Krisis Legitimasi
Yahya Cholil Staquf, Miftakhul Akhyar (Rais Aam PBNU), dan Anwar Iskandar (Ketua MUI sekaligus Wakil Rais Aam PBNU) pernah dengan tegas menyatakan bahwa penyelenggaraan haji era Yaqut adalah yang terbaik, bebas dari tindak pidana korupsi.
Namun, fakta berbicara lain. Pencekalan tiga figur kunci, termasuk Isfah Abidal Aziz yang menjabat Ketua PBNU, menunjukkan adanya masalah sistemik yang tidak bisa lagi ditutupi dengan retorika.
Kehadiran Isfah dalam pusaran kasus ini memperparah situasi, karena ia bukan hanya mantan staf Yaqut, tetapi juga tokoh sentral di PBNU.
Pertanyaannya: apakah Yahya, Miftakhul, dan Anwar akan terus melindungi rekan-rekan mereka yang terlibat, atau justru menunggu hingga KPK menetapkan lebih banyak tersangka dari lingkaran PBNU?
Kepemimpinan Yahya telah menuai kritik tajam sejak Muktamar Lampung. Pengkhianatan janji terhadap KH Abdussalam Shohib (Gus Salam) untuk posisi Sekjen, yang akhirnya diberikan kepada Saifullah Yusuf (Gus Ipul), memicu perlawanan kubu Jombang.
Pemecatan kiai-kiai seperti Gus Salam dan KH Marzuki Mustamar dari PWNU Jawa Timur, serta intervensi PBNU dalam politik praktis seperti dukungan pada Pilpres 2024, semakin memperburuk citra organisasi.
Kini, dengan skandal Yaqut, Yahya dan barisan pendukungnya-termasuk Gus Ipul, Miftakhul Akhyar, dan Anwar Iskandar-berada di ujung tanduk. Jika KPK mengungkap keterlibatan lebih luas, termasuk aliran dana ke pengurus PBNU, legitimasi Yahya sebagai Ketua Umum akan runtuh total.
Panggilan Moral untuk NU
Skandal korupsi kuota haji adalah tamparan keras bagi NU. Ibadah haji, puncak pengabdian seorang Muslim, telah dicemari oleh dugaan keserakahan.
Sebagai warga NU, saya, HRM. Khalilur R Abdullah Sahlawiy, cicit ke-12 Sayyid Ali Murtadho Gresik dan cicit ke-18 Sultan Fattah Demak, menyerukan kepada Yahya, Miftakhul, dan Anwar: segera ambil tindakan tegas!
Pecat pejabat PBNU yang terlibat, seperti Isfah Abidal Aziz, sebelum KPK menetapkan mereka sebagai tersangka. Jangan tunggu hingga PBNU era kalian dicatat sejarah sebagai yang paling tercela, sarang kemunafikan dan korupsi. Al-Quran berulang kali memperingatkan tentang bahaya munafik, dan korupsi adalah bentuk kemunafikan terbesar.
Kepada Nahdliyin, mari kita dukung KPK membersihkan borok ini. Jangan biarkan NU, warisan suci Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dan Syaikhona Kholil, jadi alat politik kotor.
Muktamar mendatang, baik reguler maupun luar biasa, harus menjadi titik balik: kembalikan NU ke akar pesantren, ke jalan amar makruf nahiy mungkar.
Bersama jutaan warga NU anti-korupsi, saya menyerukan: tolak kyai munafik, dukung keadilan!
HRM. Khalilur R Abdullah Sahlawiy, warga Nahdliyyin.
























