LIPUTAN9.ID – Soal beda paham dan tafsir agama orang NU itu sudah biasa, bahkan debat hebat terjadi di acara Bahtsul Masail, apalagi soal ngaji. Pengajian itu rutinannya orang NU, yang jagain itu anggota Banser, boleh cari majlis taklim yang tengah menggelar pengajian pasti di dalam atau di luar majlis itu terdapat anggota Banser, meskipun terkadang tidak pakai seragam.
Bahkan anggota Banser ada pula yang kiai, ustadz dan guru agama. Jangan kira Banser itu isinya pemuda berandalan, pemuda gelandangan atau pemuda pengangguran, rata-rata semua bekerja sesuai profesi, karena itu jika dibilang cari kerjaan, maka cari kerjaan di Banser ya salah kaprah, di Banser itu hidmat, terutama hidmat pada ulama yang tengah giat mengajarkan ilmu agama Islam.
Kalau ada opini Banser bubarkan pengajian itu salah bin keliru, sekali lagi Banser kesehariannya menjaga pengajian di mana mereka domisili, mereka pula setia tanpa digaji, tanpa dihonor, tetap hidmat dan melindungi kiainya. Apakah semua Banser tugasnya begitu, menjaga pengajian, mengawal ulama, dan hidmat pada syiar Islam, ya betul. Lihat fakta di lapangan, bukan lihatnya pada soal membubarkan pengajian yang diisi penceramah Wahabi. Para penceramah Wahabi seringnya menuduh amaliah orang NU sebagai bid’ah, syirik dan kekufuran. Mereka memilih disebut ahli sunah atau kaum salaf, dengan menyebut itu, mereka klaim ajarannya saja yang benar.
Kebelinger penceramah Wahabi ini memanfaatkan para followernya agar melawan ibu kandung ideologinya, yaitu NU. Karena faktanya yang ribuan followers itu tentu para pengamal ahli Sunnah wal Jama’ah, sementara penceramah Wahabi ber’aqidah mujassimah, satu tampakan dikotomik antara penceramah Wahabi dengan followernya. Lucu namun fakta.
Para penceramah Wahabi ini sebenarnya tengah menggarong aqidah umat Islam di Indonesia yang sudah kokoh dengan madzhab Ahli Sunnah wal Jama’ah. Paham mujassimah mereka hendak paksakan menjadi aqidah umumnya umat Islam di Indonesia. Sementara aqidah mujassimah itu sesat menyesatkan ( dlollun mudlillun ).
Jika orang-orang Wahabi tidak bersikap ekslusif atau tidak menjaga jarak atas saudara sesama muslim lainnya dan mengadakan kajian yang bersifat ilmiah tanpa ada provokasi, agitasi dan tendensius, dipastikan kondusif. Banser itu biasa ngaji, soal dengar ngaji telinga meraka sudah akrab.
Jasa Banser atas negeri ini tak sebanding negara memberikan hak-hak atas mereka, sejak ikut berjuang melawan Belanda ( saat agresi militer I dan II), melawan bala tentara Jepang ( era 1942-1945 ), melawan DI TII ( 1958 ), melawan PKI sejak 1964 hingga 1968. Bahkan Banser bersama TNI Polri bersinergi membangun negeri di era Orde Baru.
Jangan sekali-kali dikte Banser, sekali begitu panji perlawanan akan dikibarkan, pantang mundur sebelum menang, sebab Banser Bentengnya NKRI, sebagai benteng tentu tak ada yang dilihat kecuali keutuhan bangsa dan negara. Satu Banser disakiti maka Banser se-Indonesia ikut sakit, satu Banser melawan maka Banser se-Indonesia ikut juga melawan, tinggal pilih waktu dan tempat jika itu adalah tantangan. Banser terlahir sebagai patriot bukan penghianat.
KHM. Hamdan Suhaemi, Pengajar Pesantren Ashhabul Maimanah Sampang Susukan Tirtayasa Serang, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banten, Sekretaris komisi Haub MUI Banten, dan Sekretaris Tsani Idaroh wustho Jam’iyah Ahlith Thoriqah Mu’tabaroh An-Nahdliyah Jatman Banten.