Banten, LIPUTAN 9 NEWS
“Posisi Qutub tidak akan pernah meninggalkan sepuluh amaliah, baik bersifat dhahir maupun bathin, jika satu sikap yang ia tinggalkan atau luput, maqomnya sudah bukan Qutub lagi, dan hanya kalangan wali yang tahu qutubnya, orang awam macam kita tidak akan pernah tahu.”
Mukadimah
Jika membaca kitab tawasul Nurul Hidayah karya Syaikh Dimyati Cidahu ( terbitan tahun 2001 ), kita akan dapati penjelasan tentang nama kelompok-kelompok waliyullah yang masing-masing kelompok ada qutubnya, jumlahnya banyak, tiap ada yang wafat salah satu diantaranya dipilih jadi qutubnya, sederhananya qutub itu adalah ketua kelompok, atau pemimpin rombongan.
Ada kelompok wali yang dinamakan al-Nuqoba, ada juga al-Nujaba, al-Abdal, al-Afrad, al-Autad, al-Akhyar, dan ada pula kelompok waliyullah al-‘Imra, al-Malamitiyah, al-Imamain, al-Ghauts, Rijalullah, terakhir al-Aqtob. Kelompok waliyullah tersebut salah satunya adalah yang sampai derajat qutub.
Dalil tentang Wali
Setiap walinya Allah terdapat qutubnya dan qutub adalah juga waliyullah. Lalu apakah adanya wali Allah itu berdasarkan syari’at ?, ya dan itu berdasarkan sharihnya ayat Al-Qur’an dalam surat Yunus ayat 62.
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ.
Artinya: Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Untuk memahami maksud ayat tersebut di atas, saya merujuk pada tafsir Ibnu Katsir.
ابن كثير : أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
يخبر تعالى أن أولياءه هم الذين آمنوا وكانوا يتقون ، كما فسرهم ، فكل من كان تقيا كان لله وليا : أنه ( لا خوف عليهم ) [ أي ] فيما يستقبلون من أهوال القيامة ، ( ولا هم يحزنون ) على ما وراءهم في الدنيا.
Artinya: Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini ( surat Yunus ayat 62 ) bahwa Allah memberi kabar bahwa sesungguhnya wali-walinya itu mereka yang beriman dan mereka pun bertakwa, seperti halnya ada yang menafsirkan bahwa setiap orang bertakwa itu dalam sisi Allah adalah kekasihnya. Sesungguhnya pula mereka tidak pernah takut dan sedih ketika menghadapi peristiwa kiamat, sebagai akhir dunia.
Dari tafsir itu kita pahami bahwa wali Allah itu ia yang istiqomah dalam takwanya dan secara istilahi takwa itu adalah.
امتثال أوامر الله و اجتناب نواهيه
Artinya: Menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-nya.
Penjelasan Tentang Qutub
Qutub menurut Imam al-Jurjani dalam kitabnya al-Ta’rifat ( hlm. 177 ) telah menjelaskan berikut ini.
القطب هو عبارة عن الواحد الذي هو موضع نظر الله في كل زمان أعطاه الطلسم الاعظم من لدنه
Artinya: Qutub itu dimaksud satu yang menjadi tumpuan untuk memandang Allah di setiap waktu, kepadanya diberikan anugerah keistimewaan yang besar dari sisi Tuhannya.
Menurut Syaikh Syamsuddin bin Kutailah ketika ditanya apa itu Qutub ? beliau telah menjelaskan.
الأقطاب كثيرة فإن كل مقدم قوم هو قطبهم و أما قطب الغوث الفرد الجامع فهو واحد.
Artinya: Qutub itu banyak, maka sesungguhnya tiap yang didahulukan dari para wali yaitu adalah qutubnya, sedangkan Qutub ghauts menyendiri dari kumpulan, karena ia sendiri.
Posisi Qutub tidak akan pernah meninggalkan sepuluh amaliah, baik bersifat dhahir maupun bathin, jika satu sikap yang ia tinggalkan atau luput, maqomnya sudah bukan Qutub lagi, dan hanya kalangan wali yang tahu qutubnya, orang awam macam kita tidak akan pernah tahu.
الأربعة الظاهرة كثرة العبادة و التحقق بالزهادة و التجرد عن الإرادة و قوة المجاهدة
Artinya: amal-amal dhahir yang dilakukan oleh para wali termasuk qutubnya itu adalah banyak ibadah, dan bersungguh-sungguh dengan segala kezuhudannya, dan menyingkirkan dari keinginan dan kuatnya mujahadah.
Dari penjelasan Syaikh Syamsuddin dalam al-Mafakhiru al-Aliyah ( hlm. 19 ) kita bisa tahu, bukan mengenali mereka para wali, hanya sekedar tahu, dan mengetahuinya dari amal-amal dhahir seperti yang sudah dijelaskan di atas.
وأماالستة الباطنة فهي التوبة و الإنابة و المحاسبة و التفكر و الاعتصام و الرياضة
Artinya: dan adapun amal-amal yang bersifat batin ada 6 yaitu tobat, dan meninggalkan dosa dan salah, selalu muhasabah, banyak berfikir, dan menjaga dari pembuatan dosa, dan terus menerus riyadah.
Jika memahami amal-amalnya para wali tersebut terutama qutubnya, yang sudah dijelaskan di atas maka tidak ada penjelasan tentang Allah menahan azab atau menurunkan azab dengan minta izin Qutub. Karena setinggi apapun derajat Wali seperti Qutub al-Aqthob tidaklah mampu menangguhkan kehendak Allah, atau qadha dan qodarnya.
Mari kita pahami penjelasan Syaikh Ahmad Ibnu Athoillah al-Iskandari dalam Syarah Hikamnya ( hlm. 28 ).
ولذا قالوا كن طالب الاستقامة ولا تكن طالب الكرامة فإن نفسك تتحرك و تطلب الكرامة و مولاك يطلبك والاستقامة و لا تكون بحق مولاك اولى بك من أن تكون بحظ نفسك.
Artinya: dan karena itulah mereka ulama sufi menjelaskan ” posisikan kamu untuk mencari cara istiqomah dan jangan mencari karomah, maka sungguh jiwamu berkehendak dan mencari-cari karomah sementara Tuhanmu mengharapkanmu selalu dalam istiqomah dan tidak ada hakmu melebih hak Tuhanmu.
Syaikh Ibnu Athoillah al-Iskandari ini ingin memastikan bahwa tidak akan memperoleh anugerah karomah dari Allah S.w.t jika tidak melalui pencapaian istiqomah terlebih dulu. Karena Qutub adalah satu yang diutamakan dari kelompok wali-wali Allah, maka istiqomah itu menunjukkan sikapnya yang konsisten untuk banyak ibadah, takut terputus isytigalnya dengan Allah, maka batinnya para wali terutama Qutubnya akan selalu berupaya menjaganya. Inilah penjelasan yang sebenarnya dari perspektif tarekat Syadziliah.
KHM. Hamdan Suhaemi, Pengajar Pesantren Ashhabul Maimanah Sampang Susukan Tirtayasa Serang, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten, Ketua PW Rijalul Ansor Banten, Sekretaris komisi Haub MUI Banten, Sekretaris Tsani Idaroh wustho Jam’iyah Ahlith Thoriqah Mu’tabaroh An-Nahdliyah Jatman Banten, Ketua FKUB Kab Serang, dan Anggota Dewan Pakar ICMI Provinsi Banten.