Jakarta, LIPUTAN9.ID – Bulan suci Ramadan adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat muslim di seluruh dunia. Selama sebulan penuh, umat muslim menjalankan ibadah puasa sebagai bentuk pengabdian kepada Allah Swt. Namun demikian, dalam menjalankan praktik berpuasa dengan benar, kita harus memahami Fikih Puasa dengan baik.
Dr. KH. M. Nurul Irfan, seorang tokoh agama dan dosen pengajar Hukum Pidana Islam di Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menjelaskan bahwa untuk memahami Fikih Puasa dengan baik, kita harus memahami syarat-syarat, rukun-rukun, praktik-praktik yang dianjurkan (sunah), dan tindakan-tindakan yang tidak dianjurkan (makruh) dalam Fikih Puasa.
“Syarat-syarat puasa terdiri dari dua jenis, yaitu syarat sah dan syarat wajib. Syarat sah terdiri dari empat hal, yaitu beragama Islam, sudah nalar dalam berpikir, sepanjang hari bersih/bebas dari haid dan nifas (khusus perempuan), dan waktu yang sesuai untuk berpuasa (waktu yang telah ditentukan),” ujar Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) tersebut.
Sedangkan syarat wajib terdiri dari empat hal, yaitu Islam, baligh, berakal sehat, dan mampu menjalankan puasa. Selain syarat, terdapat juga rukun dalam puasa, yaitu niat dan menjaga diri dari perkara yang membatalkan puasa.
“Adapun yang disunahkan dalam puasa terdiri dari 11 hal, antara lain yang disunahkan yakni, sahur dilakukan sebelum imsak, ketika magrib, langsung berbuka terlebih dahulu sebelum salat berjamaah, doa ketika berbuka, dan membantu orang lain agar dapat berbuka puasa,” tutur Kiai Irfan pada awak media, Rabu, (8/3/2023), di Resto Cafe Dapurempa Kantor LADISNU Jl. Antara No. 12 Jakarta Puasat.
“Selain itu, disunahkan juga untuk mandi junub sebelum imsak apabila melakukan hubungan badan (pasangan suami istri), menjaga lisan, dan hati, serta meninggalkan syahwat yang mubah berupa kenikmatan seperti refleksi, mengabuburit, dan sebagainya,” imbuh Kiai Irfan.
Lebih lanjut, Kiai M. Nurul Irfan menjelaskan bahwa di bulan Ramadan, disunahkan untuk berlebih-lebihan dalam beramal, seperti memberikan uang belanja lebih ke istri, mengikuti belajar agama, tadarus mengaji, bahkan hingga iktikaf selama 10 hari terakhir.
“Namun, selain masalah yang disunahkan, ada juga hal-hal yang dimakruhkan ketika sedang berpuasa. Beberapa hal ini termasuk sesuatu yang bisa mendapat pahala jika ditinggalkan, tetapi tidak berdosa jika tidak dilakukan, seperti yang dimaksudkan berikut ini,” jelasnya.
Menunda-nunda berbuka puasa, mencium pasangan (suami istri), atau lebih dari itu (berpelukan mesra) ketika berpuasa, menggunakan secara berlebihan minyak wangi di siang hari, termasuk sering mondar-mandir ke kamar mandi, dan tidak menggunakan obat gigi atau obat mata.
“Hal-hal yang dimakruhkan lainnya meliputi meminyaki kumis atau alis dengan wewangian, tidak boleh melakukan bekam/totok darah saat berpuasa, gosok gigi/bersiwak setelah zuhur, kumur-kumur dan menghirup air ke hidung lebih dari tiga kali saat berwudhu atau melakukannya pada saat tidak berwudu, mandi berulang-ulang kali, dan melakukan perbuatan yang tidak bermanfaat,” Kiai Irfan menerangkanlebih jauh.
Demikianlah penjelasan mengenai pentingnya memahami fikih puasa menjelang bulan suci rRamadan. Dengan memahami syarat-syarat, rukun-rukun, praktik-praktik yang dianjurkan (sunah), dan tindakan-tindakan yang tidak dianjurkan (makruh) menurut Fikih Puasa, diharapkan kita dapat menjalankan puasa dengan lebih maksimal dan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Tutup Kiai Irfan yang juga dosen Dirasat Islamiyah UIN SyarifHidatullah Jakarta.
Semoga kita dapat menjalankan puasa dengan lancar dan mendapatkan pahala yang berlimpah di bulan suci Ramadan. Amin. (MFA)