Jakarta, Liputan9 – Insiden penusukan terhadap Syekh Ali Jaber yang terjadi belum lama ini tentu saja merupakan peristiwa yang memperihatinkan kita semua. Syeikh Mohammad Ali Jabber diserang oleh seseorang saat sedang mengisi dakwah di Tanjungkarang Barat, Lampung pada Minggu (13/9). Terlepas dari apapun motifnya yang pasti pihak keamanan mesti dapat mengusut dengan tuntas kasus tersebut sehingga kejadian serupa tidak akan terulang kembali.
Syekh Ali Jaber merupakan salah satu ulama yang dakwahnya bersifat membangun, tidak pernah menyampaikan hal-hal yang bersifat sensitif, serta selalu mengajak pada ukhuwah (persaudaraan). Model dakwah seperti ini tentu saja merupakan dakwah yang dibutuhkan oleh banyak umat sebab hakikat dari dakwah sebenarnya adalah mengajak pada kebaikan.
Tidak saja umat namun bangsa ini sesungguhnya juga memerlukan peran mulia dari para dai yang dalam penyampaian dakwahnya dilakukan dengan cara-cara yang baik, menyejukkan, mengajak pada persatuan, serta berisi muatan-muatan positif yang bersifat membangun bagi keberlangsungan bangsa ini.
Di zaman penuh keterbukaan seperti sekarang ini, setiap orang sah-sah saja berekspresi di muka umum asalkan masih dalam batas-batas yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Saat ini umat juga sudah semakin dewasa dengan lebih memilih mengikuti dakwah dari para mubalig/dai yang dalam setiap ceramahnya dapat menghindari hal-hal kontroversial maupun sesuatu yang bersifat sensitif seperti menyangkut persoalan politik, SARA, maupun hal lainnya.
Dengan mencermati kejadian ini, para dai tentu saja harus mendapat perlindungan keamanan dan keselamatan, terlepas dari asal usul daerah, suku bangsa, budaya, maupun pandangan politiknya. Apa yang disampaikan dalam aktifitas dakwah merupakan ajakan dalam peningkatan ibadah dan juga seruan terhadap kebaikan untuk umat dan masyarakat secara luas. Bahkan banyak pula ulama di negeri ini, terlebih ulama-ulama NU yang dalam menyampaikan dakwahnya tidak saja menekankan tentang pentingnya menjalankan praktik beragama dan beribadah namun juga selalu mengajak pada kerukunan, persatuan, kecintaan terhadap tanah air, serta pentingnya melakukan hal-hal positif demi kemajuan bangsa ini. Banyak ulama saat ini telah melakukan dakwah transformatif dengan tidak semata-mata hanya menyampaikan sesuatu yang bersifat ibadah melainkan juga gencar mengajak umat untuk menjaga persatuan, mencintai tanah air, merawat kebhinekaan, serta ajakan kepada umat untuk dapat berkontribusi dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Negara tentu saja banyak terbantu dengan model-model dakwah para dai yang dalam melakukan dakwahnya bersifat transformatif. Dakwah yang bersifat membangun, menghindari muatan-muatan sensitif maupun sesuatu yang bernilai kontroversial. Di sisi lain pemerintah tentu memiliki keterbatasan untuk dapat menjangkau setiap lapisan masyarakat guna melakukan pendidikan kebangsaan dan mengajak masyarakat pada upaya menjalin persatuan serta membangun kecintaan terhadap tanah air. Peran-peran penting seperti ini yang jusru sering disisipkan oleh para dai dalam menyampaikan setiap aktifitas dakwahnya, baik dalam skup kecil pada majelis taklim maupun dalam jangkauan yang lebih luas melalui media elektronik maupun media sosial selama ini.
Dengan melihat hal tersebut, tentu saja penting bagi negara ini untuk selalu memperhatikan keamanan dan keselamatan para dai. Para dai harus mendapat perlindungan di dalam setiap kegiatan dakwahnya. Negara perlu memberikan jaminan bagi para dai bahwa kegiatan mereka dalam menjalankan aktifitas dakwahnya dapat aman dan selamat dari gangguan, ancaman, maupun sesuatu yang dapat mengarah pada tindak kriminal dan kejahatan.
Dengan demikian maka setiap orang akan merasa aman, tidak waswas, terlindungi, serta dapat dengan nyaman menjalankan aktifitas, termasuk dalam kegiatan dakwah transformatif. Dakwah yang dapat menumbuhkan kesadaran orang untuk meningkatkan ibadah maupun membangkitkan peran masyarakat untuk bisa memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa ini.
Oleh: Ma’muri Santoso, pengajar PP. Mamba’ul Hisan Mirit Kebumen, dai Instruktur Nasional Jatman, alumnus Program Standardisasi Kompetensi Dai Lembaga Dakwah PBNU.