JAKARTA | LIPUTAN9NEWS
Pada hari Kamis, 16 Oktober 2025 Amarah umat Islam dan suara rakyat Indonesia tumpah di depan kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Massa dari Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB), BEM PTNU , dan Forum Mahasiswa dan Pagar Nusa (FMPN) datang dengan satu tuntutan yang menggema keras di ibu kota, Trans7 harus dijatuhi sanksi paling tegas.
Sanksi yang sesuai adalah cabut izin siarannya tanpa kompromi! Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa, tapi tanda bahwa marwah ulama adalah harga mati bagi umat Islam, Rakyat dan bangsa Indonesia.
Ketua Umum PNIB, AR Waluyo Wasis Nugroho (Gus Wal) dengan tegas bercampur amarah menyampaikan bahwa apa yang dilakukan Trans7 lewat penayangan narasi yang merendahkan KH Anwar Manshur dan Pondok Pesantren Lirboyo adalah tindakan biadabmelecehkan kehormatan ulama. Penghinaan yang dilakukan Trans7 dapat memecah belah persatuan rakyat Indonesia. Terkesan upaya mengaburkan sejarah peradaban bangsa serta sebuah pola yang ingin menghancurkan Indonesia, seperti Nepal, Suriah Libya dan Yugoslavia.
“Bangsa ini lahir dari keringat dan doa para ulama! Jangan sekali-kali melecehkan mereka! Sang Proklamator kita, Bung Karno, saja sangat mengistimewakan KH Mahrus Aly. Beliau datang ke Lirboyo, menghormati sang kiai dengan penuh takzim. Namun kini keponakan sekaligus menantu KH Mahrus Aly, yakni KH Anwar Manshur, justru dihina secara keji oleh media yang mengaku nasionalis tapi tak tahu akar sejarah bangsanya sendiri,” ujar Gus Wal, disambut sorakan ribuan peserta aksi, pada Kamis (17/10/2025).
Gus Wal juga menyatakanya, penayangan tersebut bukan sekadar kesalahan redaksi atau kelalaian jurnalistik. Ia menilai hal itu bagian dari arus besar upaya pembusukan terhadap ulama dan pesantren Nusantara. Sebuah agenda yang sengaja dibiarkan tumbuh oleh mereka yang tidak senang melihat kuatnya pengaruh Islam rahmatan lil ‘alamin yang moderat dan toleran di tengah masyarakat Indonesia.
“Trans7 tidak hanya menodai marwah Lirboyo, tapi juga sedang menantang harga diri umat Islam, rakyat dan bangsa Indonesia. Kami tidak akan tinggal diam! Jika KPI masih punya nurani dan tanggung jawab moral, hentikan Trans7! Cabut izin siarannya sekarang juga, sebelum rakyat kehilangan kesabaran!” teriak Gus Wal.
Ia menegaskan, PNIB bersama BEM PTNU dan FMPN akan terus menekan KPI sampai keputusannya berpihak kepada keadilan. Baginya, kebebasan pers tidak boleh dijadikan tameng untuk menghina nilai-nilai luhur bangsa.
“Kebebasan berekspresi bukan kebebasan untuk menghina. Siapa pun yang melecehkan kiai dan pesantren berarti telah menghina fondasi moral bangsa. Jangan sampai rakyat menganggap media di negeri ini sudah buta hati dan tuli terhadap kebenaran!” ucapnya.
Bagi Gus Wal, persoalan ini bukan semata-mata tentang satu stasiun televisi, melainkan tentang pertarungan antara moralitas dan pembusukan nilai. Ia menyebut, jika KPI tak tegas, maka rakyat akan menganggap lembaga itu ikut menjadi bagian dari penghinaan terhadap ulama.
“KPI jangan jadi menara gading yang nyaman di atas penderitaan rakyat! Kalau tidak bisa menegakkan keadilan untuk ulama, berarti KPI ikut mempermalukan bangsa ini!” tegasnya.
Di akhir orasinya, Gus Waluyo menegaskan satu pesan yang menggema dari Jakarta hingga pesantren-pesantren di seluruh Nusantara
“Hari ini kita rapatkan barisan! Kyai Ulama’ dan pondok pesantren nusantara adalah pelita bangsa. Siapa pun yang berani merendahkan mereka, berarti berani melawan rakyat! Rapatkan barisan, bersatu dalam satu tekad Lawan upaya pembusukan kiai dan penghancuran pesantren Nusantara!” pungkasnya.
























