Jakarta, LIPUTAN 9 NEWS
Tujuan puasa Ramadan, sebagaimana telah dibicarakan pada kajian yang lalu, di antaranya adalah untuk meningkatkan kualitas ketakwaan bagi setiap orang muslim. Takwa kepada Allah s.w.t., hendaknya diterapkan dalam segala bidang kehidupan, baik di bidang ibadah khusus, ibadah umum ataupun dalam bermuamalah. Takwa merupakan kalimat dan istilah yang sering diungkapkan, dibahas dan didiskusikan dalam berbagai seminar, majlis ta’lim, khutbah dan pertemuan, akan tetapi hakekat maknanya banyak yang belum memahami secara utuh.
Takwa, pengertiannya menurut etimologis adalah memelihara diri, takut pada adzab Allah dan menjaga diri dari perbuatan yang tercela. Pengertian takwa secara terminologis adalah mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Penekanan pengertiannya di sini yang agak berat adalah kalimat “segala”, mengerjakan semua yang diperintahkan Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Hal itu cukup berat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, kalau hanya melaksanakan sebagian perintah Allah s.w.t atau meninggalkan sebagian larangan-Nya dirasakan tidak begitu memberatkan.
Manusia yang bertakwa senantiasa menjalani hubungan baik dengan Allah s.w.t. dalam kegiatan ibadah dan menjalani hubungan baik dengan sesamanya serta alam sekitarnya dalam berbagai kegia¬tan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, peradaban dan berbagai hubungan lainnya. Manusia takwa adalah mereka yang memperoleh keridaan Allah s.w.t. dalam segala aspek kehidupannya, karenanya mereka akan meraih kesuksesan di dunia dan akhirat. Para ahli dan pakar dalam berbagai disiplin ilmu keislaman, menggambarkan manusia takwa sebagai manusia ideal, yaitu seorang yang teguh dalam pendiriannya, tekun dalam menuntut ilmu, bersyukur terhadap karunia Allah, hidup sederhana, meskipun ia memiliki kekayaan yang berlimpah, murah hati, tidak suka menghina orang lain atau meremehkannya, menyadari kekeliruannya dan berbagai atribut lain yang terpuji.
Kalau demikian, betapa indahnya manusia yang memiliki sifat tersebut, ibarat pakaian atau busana takwa yang dikenakan oleh manusia yang beriman. Mereka melaksanakan perintah Allah dengan segala kesungguhan dan keikhlasan, demikian juga bersungguh-sungguh dalam menghindari larangan-larangan-Nya. Mereka mengerja-kan shalat dengan baik, shalat yang dilakukan dengan gerak ragawi dan diikuti dengan gerak jiwanya yang suci. Mereka juga mengerjakan puasa dengan baik, sesuai dengan bimbingan Rasulullah s.a.w. Puasa yang tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi diikuti juga dengan menjaga anggota badan dan panca inderanya dari perbuatan yang tercela, bahkan diikuti dengan ketenangan hatinya dalam dzikir dan taqarrub. Mereka akan mengenakan busana takwa yang amat indah. “Wahai anak Adam (manusia), sesungguhnya Kami telah menur¬unkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang terbaik, yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”. (QS. al-A’raf,7:26).
Insan muslim yang berhasil meningkatkan takwanya, dengan melaksanakan puasa Ramadhan sebulan penuh dan mengerjakan kebai¬kan-kebaikan yang diajarkan Islam, ia akan senantiasa dekat dengan Allah s.w.t. Ia selalu berdzikir kepada-Nya, mengingat dan mensyukuri ni’mat-Nya dalam segala aktifitas dan kehidupannya. Mereka akan memperoleh rasa aman dan ketentraman serta ketenan¬gan, ketahuilah bahwa hanya dengan berdzikir kepada Allah, hati seseorang akan menjadi tentram.“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tentram”. (QS. al-Ra’d, 13:28)
Orang-orang yang bertakwa memperoleh pujian dan jaminan dari Allah s.w.t. berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Jaminan Allah bagi mereka yang bertakwa, antara lain: (1) Bahwa manusia yang bertakwa akan diberi kemampuan untuk membedakan antara yang hak dan yang bathil. Dengan kemampuan ini, maka insan yang bertakwa dapat memisahkan antara yang baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela. Mereka juga diberi kemampuan untuk melaksanakan kebaikan-kebaikan tersebut dan menghindari keburukan-keburukan yang akan membahayakannya. Amat tepatlah doa yang dikemukakan Imam Malik:
اَللَّهُمَّ أَرِناَ اْلحَـقَّ حَقاًّ وَارْزُقْـناَ اتِّباَعَهُ وَأَرِناَ اْلباَطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِناَبَهُ
“Wahai Allah, tunjukkanlah pada kami bahwa yang benar itu adalah benar, berikanlah kemampuan pada kami untuk melaksana¬kan kebenaran itu. Beritahukanlah pada kami bahwa yang bathil itu adalah bathil, dan berikanlah pada kami kemampuan untuk menghin¬dari kebathilan itu”.
Mengenai hal ini, Allah s.w.t. berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mem¬berikan bagimu Furqan (kemampuan untuk membedakan antara yang hak dan yang bathil) dan menghapuskan segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”. (QS. al-Anfal, 8:29).
Dalam ayat ini, Allah s.w.t. memberikan jaminan kepada mereka yang bertakwa. (2) Pengampunan dosa dan diterima taubatnya. Jaminan berikutnya, (3) Mereka akan memperoleh rizki yang berlimpah, rizki yang tidak diduga-duga pada mulanya. “… Barang iapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadanya jalan keluar dan memberikan rizki yang tiada disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukup¬kan (kebutuhannya) …”. (QS al-Thalaq, 65:2–3).
Jaminan selanjutnya bagi mereka yang bertakwa, sebagaimana dijelaskan ayat di atas adalah (4) mereka akan memperoleh jalan keluar (way out) dari segala kesulitan yang menghimpitnya dan (5) memperoleh kecukupan dalam kehidupannya, sehingga terhindar dari kemiskinan dan kekurangan. Betapa mulianya mereka yang dapat meningkatkan kualitas puasanya, sehingga dapat mengenakan “busana takwa” yang indah.
Dr. KH. Zakky Mubarok Syamrakh, MA., Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) dan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)