“Memecahkan Kode Rahasia dalam Khazanah Literasi Islam”
Jakarta, Liputan9 -Tulisan ini merupakan usaha sederhana, mencoba sedikit mengungkap pengetahuan tentang kajian kriptologi yang selama ini tersembunyi berabad-abad dalam khazanah literasi keilmuan Islam. Adalah Ilmu al Ta’miyah wa Istikhraj al Mu’amma disebutkan dalam istilah kitab-kitab turats. Sementara, pada abad modern ini lebih dikenal dengan istilah al Tasyfir wa Kasr al Syifrah (encryption and decoding).
Ilmu al Ta’miyah wa Istikhraj al Mu’amma yaitu ilmu yang mengkaji tentang dua hal ; pertama, mengubah teks yang jelas (plain text) menjadi teks yang tidak dapat dipahami (cipher text) menggunakan metode tertentu, sehingga siapapun yang mengetahuinya dapat memahami teks tersebut (Cryptografhy). Kedua, mengubah teks yang tidak bisa dipahami menjadi teks yang jelas bagi mereka yang tidak tahu sebelumnya metode enkripsi yang digunakan (Cryptanalysis).
Untuk saat ini, urgensitas kriptologi dipakai tidak hanya sebatas keamanan informasi dalam dunia militer, melainkan meluas ke berbagai bidang seperti komunikasi, keamanan informasi, perdagangan, ekonomi dan media. Dunia perbankkan misalnya, perlu menyembunyikan akun, transaksi, transfer, dan komunikasinya karena takut akan perampokan dan penipuan yang merugikan nasabah. Begitu pula sistem komputer, perlu mengenkripsi database mereka untuk mencegah orang yang tidak berwenang mengaksesnya.
Sama halnya internet yang menyediakan layanan dalam kehidupan kita sehari-hari seperti bisnis online, gojek, gofood, e-mail, atau pertukaran file, saluran siaran satelit juga perlu menyembunyikan beberapa program televisinya sehingga hanya pelanggan prabayar saja yang dapat menontonya. Dalam bidang industri dan bisnis, keamanan data digital telah menjadi kebutuhan dasar yang menjamin keuntungan dan kesuksesan bisnis. Untuk melayani jenis-jenis komunikasi ini, metode enkripsi baru telah dirancang yang disebut sebagai Public Key Systems, seperti metode algoritma RSA yang diterbitkan pada tahun 1987 dan metode Knapsack.
Akan tetapi, jauh sebelum ditemukannya teknologi digital pada abad modern ini, para cendikiawan muslim baik itu generasi abad pertama atau kedua, terutama yang konsen dalam kajian linguistik, atau pada abad berikutnya yang konsen dalam kajian matematika al Jabar wa al Muqabalah. Mereka sebenarnya adalah para peletak dasar Ilmu al Ta’miyah wa Istikhraj al Mu’amma yaitu kriptologi, kemudian mengembangkannya menjadi sebuah bangunan disiplin ilmu tersendiri, sama halnya dengan disiplin ilmu-ilmu lainnya yang ada dalam khazanah literasi Islam. Namun, sangat disayangkan kajian-kajian mereka semakin berkurang, seiring dengan kemunduran peradaban Islam.
Kesaksian David Kahn terhadap Kajian Kriptologi Islam
Sejarawan terkemuka dalam kajian kriptologi asal Amerika, David Kahn didalam dua buku karyanya, Kahn On Codes: Secrets of the New Cryptology (Asrar ‘Ilm al Ta’miyah al Jadid) dan The Codebreakers (Mustakhriju al Mu’amma) menyebutkan: “saya membaca artikel yang diterbitkan di journal of Semitic Studies … menjelaskan bahwa bangsa Arab (terutama pada masa kejayaan peradaban Islam) telah lama mempraktekkan kajian kriptologi jauh sebelum Barat mengenalnya. Artikel tersebut telah menginspirasi saya, apa yang dianggap sebagai terobosan sejarah terbesar diseluruh buku karya saya“.
Pada kesempatan lain, David Kahn mengatakan; “umat Islam telah berhasil mengembangkan pengetahuan dan teori tentang kriptologi. Ilmu ini semakin sempurna ketika mereka menerapkannya dalam kegiatan korespondensi, sekalipun ada beberapa peneliti meragukan hal ini.
Memang manuskrip warisan peradaban Islam (dalam kajian kriptologi) masih banyak yang belum ditemukan, namun usaha para peneliti yang berhasil mengungkap kajian ini perlu mendapatkan apresiasi“.
Dalam buku The Codebreakers, David Kahn mengakui: “kami tidak menemukan jejak yang jelas dari ilmu kriptologi dalam setiap tulisan yang kami telusuri sampai sekarang, maka ilmu kriptologi tidak ditemukan dalam peradaban manapun termasuk peradaban Barat. Justru ilmu kriptologi itu lahir dari peradaban bangsa Arab; merekalah yang pertamakali menemukan metode enkripsi dan membukukannya. Yaitu bangsa yang muncul dari Jazirah Arab pada abad ke-7 M yang tersebar di wilayah yang luas dibelahan dunia ini, dengan cepat melahirkan salah satu peradaban terbaik dalam sejarah sampai saat ini. Sains telah berkembang pesat, kedokteran dan matematika menjadi yang terbaik di dunia. Dari matematika muncullah kata kriptografi (cipher) yaitu shifrun atau nol. Dikarenakan agama peradaban ini melarang menggambar dan memahat (untuk yang hidup), menuntut untuk kembali mempelajari interpretasi al Qur’an, menyebabkan kreatifitas intelektual terkuras dalam mengejar studi linguistik, seperti misteri kata, teka teki, simbol, permainan kata, aliterasi dan sejenisnya seperti kajian matematik linguistik. Semua ini mengarah pada pentingnya tulisan rahasia“.
Dari beberapa komentar David Kahn diatas, sepertinya beliau telah membaca kitab ensiklopedia Shubh al A’sya fi Shina’a al Insya, terutama pada juz ke-9 dari 14 juz yaitu bab Ikhfa Ma fi al Kutub min al Sir, karya Syihabudin Abu al ‘Abbas Ahmad bin Ali al Qalqasyandi (821 H / 1418 M), seorang sejarawan yang menguasai berbagai cabang keilmuan termasuk bahasa, sastra, korespodensi dan seorang pejabat di lembaga Diwan al Insya pada masa pemerintahan Sultan al Zahir Barquq. Pada juz ke-9 dalam kitab Shubh al A’sya, al Qalqasyandi banyak mengutip tentang kajian kriptologi dari kitab Risalah Miftah al Kunuz fi Idlah al Marmuz, karya kriptografer hebat yaitu Ibnu al Duraihim.
Karya Para Tokoh Kriptologi Islam
Pada tahun 1987, Majma’ al Lughah al ‘Arabiyah yang berpusat di kota Damaskus menerbitkan sebuah buku berjudul ‘Ilm al Ta’miyah wa Istikhraj al Mu’amma. Buku ini merupakan hasil kajian dan tahqiq atas beberapa naskah manuskrip tentang kriptologi Islam digawangi oleh Prof. Dr. Syakir al Fahham dan kawan-kawan. Diantara manuskrip kriptologi yang dikaji dalam buku tersebut adalah:
- Risalah fi Istikhraj al Mu’amma; karya filosof Arab Ya’qub bin Ishaq al Kindi. Manuskrip al Kindi ini terbilang referensi paling awal dalam kajian kriptologi, karena ditulis sekitar abad ke-9 M. Ditemukan bersama enam puluh koleksi karya al Kindi yang tersimpan di perpustakaan Aya Shafia dibawah perpustakaan al Sulaimaniyah bernomor (4832). Dalam manuskrip disebutkan, tentang alasan al Kindi dalam penyusunan risalah ini secara ilmiah dan sistematis, sehingga menjadi disiplin ilmu tersendiri yang memiliki dasar-dasar dan beragam metode penyelesainnya.
- Maqashid al Fushul al Mutarjimah ‘an Halli al Tarjamah; karya Ibrahim bin Muhammad bin Ibrahim yang dikenal dengan panggilan Ibnu al Dunainir, lahir di kota Musoul, Irak sekitar tahun 1187 M, meninggal di kota Baniyas, Suriah. Al Dunainir disamping seorang penyair besar, beliau seorang kriptografer. Dalam bidang kriptologi, beliau sangat berpegang pada karya al Kindi, kadang juga ikut menjelaskan dan memberikan contoh lain secara detail atas pendapat al Kindi. Seperti model penyelesaian dengan menggunakan metode papan catur dan lainnya.
- Al Muallaf li al Malik al Asyraf fi Halli al Tarajim; karya Ali bin Adlan bin Hammad bin Ali. Lahir di kota Musoul, Irak sekitar tahun 1187 M, meninggal di Cairo, Mesir pada tahun 1268 M. Risalah Ibnu Adlan ini, tidak hanya sekedar membahas jenis kriptologi serta metode penyelesaiannya yang sangat komplek, namun beliau juga menawarkan sekitar dua puluh kaidah dalam kajian kriptologi. Hal ini bisa dibilang model penyelesaian metode manual paling awal dalam kriptologi.
- Miftah al Kunuz fi Idlah al Marmuz; karya Ali bin Muhammad bin Abdul Aziz, lebih dikenal dengan panggilan Ibnu al Duraihim. Hidup sekitar tahun 1312-1361 M, di kota Musoul Irak. Risalah Ibnu al Duraihim ini, termasuk paling lengkap dan detail dalam kajian kriptologi. Sangat terlihat keseriusan beliau sebagai bukti pengabdiannya kepada Sultan al malik al Nashir. Wallahu ‘alam bissowab.
Oleh : KH. Idris Sholeh, Lc., (Kepala Madrasah Aliyah Pondok Luhur Al-Tsaqafah Jakarta)