Dam dan kurban memiliki banyak persamaan. Sama-sama dimensi ibadah, sama-sama bisa dilaksanakan di bulan Dzul Hijjah, sama-sama bisa berupa hewan kambing sebagai objeknya dan pelaksanaan penyembelihannyapun sama-sama boleh diwakilkan. Perbedaan antara keduanya ada pada aspek pelaksanaanya. Dam harus ditunaikan khusus bagi orang yang melakukan haji tamattu atau qiran dan harus disembelih di Tanah Haram. Sementara kurban umum boleh dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja, baik di Tanah Haram ataupun di luar Tanah Haram, baik sedang melaksanakan haji maupun sedang tidak berhaji.
Perintah Membayar Dam
Dam adalah kewajiban yang harus ditunaikan bagi jemaah haji yang melakukan haji tamattu’, haji qiran dan atau karena melakukan beberapa pelanggaran wajib haji. Dalam pemenuhan bayar Dam ada empat kategori yaitu; tartib dan taqdir, tartib dan ta’dil, takhyir dan ta’dil, serta takhyir dan ta’dil.
Haji tamattu’ adalah proses ibadah haji yang dilakukan dengan cara mendahulukan ibadah umrah daripada haji. Praktek haji tamattu’ bagi jemaah Indonesia, mendahulukan ihram untuk umrah langsung dari miqatnya. Setelah selesai umrah, mereka menunggu sampai tiba waktu haji tanggal 8 – 9 Dzulhijjah. Pelaksanaan haji tamattu’ seperti di atas, dalam ketentuan syariahnya berkewajiban membayar Dam.
فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ
“Apabila kamu telah aman, maka bagi siapa yang ingin bersenang-senang (tamattu’) mengerjakan umrah sebelum haji, (maka sembelihlah) hewan korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kamu telah pulang kembali.” (QS. Al-Baqarah: 196)
Baca juga:
Kiai Abdul Muiz Ali Jelaskan Kisah Keutamaan Pelayanan Jemaah Haji Sejak Zaman Nabi Muhammad
Perintah Berkurban
Menunaikan haji, berkurban dan membayar dam termasuk termasuk nusuk (ibadah) dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah. Selama hidupnya, Rasulullah tidak pernah meninggalkan ibadah kurban. Maka, hukum berkurban adalah sunah mukkadah.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka shalatlah kepada Tuhanmu dan sembelihlah hewan kurban”(QS. al-Kautsar: 2).
Bagi orang yang mampu, ibadah kurban sangat dianjurkan.
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barangsiapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat salat kami.”
(HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
وإنما تسن لمسلم قادر حر كله أو بعضه. والمراد بالقادر من ملك زائدا عما يحتاجه يوم العيد وليلته وأيام التشريق ما يحصل به الأضحية
“Dan kurban disunahkan hanya bagi orang Islam yang mampu, merdeka seluruh dirinya ataupun hanya sebagian saja. Dan yang dimaksud dengan orang yang mampu adalah orang yang memiliki harta yang cukup untuk berkurban yang melebihi dari kebutuhannya ketika hari raya, malamnya dan beberapa hari tasyriq (Hasyiyah al Bujairomi ‘Ala Syarh Manhaj at-Thullab, juz 4, hal 396).
Karena berkurban bagian dari bentuk puncak penghambaan, maka orang saat sedang melakukan hajipun tetap dianjurkan untuk berkurban.
Anjuran berkurban bagi orang saat sedang melaksanakan ibadah haji tergambar dalam satu riwayat hadis:
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – دَخَلَ عَلَيْهَا وَحَاضَتْ بِسَرِفَ ، قَبْلَ أَنْ تَدْخُلَ مَكَّةَ وَهْىَ تَبْكِى فَقَالَ : مَا لَكِ أَنَفِسْتِ . قَالَتْ نَعَمْ. قَالَ : إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ ، فَاقْضِى مَا يَقْضِى الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ . فَلَمَّا كُنَّا بِمِنًى أُتِيتُ بِلَحْمِ بَقَرٍ ، فَقُلْتُ مَا هَذَا. قَالُوا ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَنْ أَزْوَاجِهِ بِالْبَقَرِ
“Nabi Muhammad Saw pernah menemui Sayyidah Aisyah di Sarif sebelum masuk Makkah dan ketika itu ia sedang menangis. Lantas Nabi Muhammad bertanya: Kenapa? Apakah engkau sedang haid? Ia pun menjawab: Iya. Nabi pun bersabda: Ini adalah ketetapan Allah bagi para wanita. Kerjakanlah manasik sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang berhaji namun jangan thawaf di Kakbah. Ketika kami di Mina, saya dihantarkan daging sapi. Saya pun bertanya: Apa Ini? Mereka (para sahabat) menjawab: Rasulullah SAW melakukan kurban atas nama istri- istrinya dengan sapi. (HR. Bukhari)
Baca juga:
Misfalah: Perkampungan Bani Hasyim dan Tempat Belajar Ulama Indonesia
Bayar Dam Harus di Tanah Haram, Berkurban Boleh di Indonesia
Ketentuan pelaksanaan membayar Dam harus dilakukan di Tanah Haram. Menurut pendapat yang adzhar tidak sah hukum penyembelihan hewan Dam yang dilaksanakan di luar Tanah Haram.
Ada pendapat lain yang memperbolehkan menyembelih hewan Dam dilakukan diluar Tanah Haram, tetapi daging Damnyapun tetap harus didistribusikan kepada penduduk Tanah Haram.
( وَيَخْتَصُّ ذَبْحُهُ ) بِأَيِّ مَكَان ( بِالْحَرَمِ فِي الْأَظْهَرِ ) لِقَوْلِهِ تَعَالَى { هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ } وَلِخَبَرِ { نَحَرْتُ هَهُنَا } وَأَشَارَ إلَى مَوْضِعِ النَّحْرِ مِنْ مِنًى { وَكُلُّ فِجَاجِ مَكَّةَ مَنْحَرٌ } ؛ وَلِأَنَّ الذَّبْحَ حَقٌّ يَتَعَلَّقُ بِالْهَدْيِ فَيَخْتَصُّ بِالْحَرَمِ كَالتَّصَدُّقِ .وَالثَّانِي يَجُوزُ أَنْ يَذْبَحَ خَارِجَ الْحَرَمِ بِشَرْطِ أَنْ يُنْقَلَ وَيُفَرَّقَ لَحْمُهُ فِيهِ قَبْلَ تَغَيُّرِهِ ؛ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ هُوَ اللَّحْمُ فَإِذَا وَقَعَتْ تَفْرِقَتُهُ عَلَى مَسَاكِينِ الْحَرَمِ حَصَلَ الْغَرَضُ.
“Menurut pendapat yang paling kuat, penyembelihan hadyu khusus di Tanah Haram berdasarkan firman Allah: sebagai hadyu yang dibawa ke Kakbah (Tanah Haram)(QS. Al-Maidah: 95) dan riwayat yang menyatakan: Aku (Nabi saw) menyembelih hadyu di sini—beliau menunjuk tempat menyembelih di Mina—dan setiap tanah di Mekkah adalah tempat penyembelihan’. Karena penyembelihan adalah hak yang berkaitkelindan dengan hadyu maka penyembelihan tersebut khusus dilakukan di Tanah Haram sebagai sedekah. Sedang pendapat kedua menyatakan boleh menyembelih hadyu di luar tanah haram dengan syarat daging ditransfer dan dibagikan di Tanah Haram sebelum mengalami perubahan. Sebab, tujuan utamanya adalah daging sehingga apabila telah dibagikan kepada orang-orang miskin di Tanah Haram, maka tujuan tersebut sudah tercapai,” (Nihayatu al-Muhtaj ila Syarhil Minhaj, juz III, halaman 359).
Ibadah kurban boleh dilakukan dimana saja dan dalam waktu kapan saja, dimulai dari tanggal 10 Dzulhijjah hingga tiga hari Tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Berkurban boleh dilakukan bagi orang yang sedang tidak menunaikan ibadah haji ataupun pada saat ia sedang berhaji.
والأُضْحِيَّة سنة على كل من وجد السبيل من المسلمين من أهل المدائن والقرى ، وأهل السفر والحضر والحاج بمنى وغيرهم، من كان معه هدى ومن لم يكن معه هدي
“Ibadah kurban itu hukumnya sunnah bagi semua muslim yang mampu melakukan, baik yang tinggal di kota maupun desa, baik sedang bepergian atau diam (mukim) di rumah, baik orang yang sedang haji di Mina atau lainnya, baik ia memiliki kewajiban menyembelih/ membayar dam (menyembelih kambing untuk haji) maupun tidak.” (Al-Majmu’ Syarh al-Muhafzab 8/383).
Baca juga:
Mayoritas Jemaah Haji RI Lakukan Haji Tamattu’, Ini Ketentuan Fikihnya?
Pelaksanaan penyembelihan hewan kurban lebih utama disembelih sendiri. Ulama memperbolehkan mewakilkan penyembelihan kurban melalui orang lain atau panitia kurban. Niat kurban saat mewakilkan kepada orang lain bisa dimulai sejak memberikan hewan kurban atau saat mentransfer biaya pengadaan hewan kurban kepada orang lain.
وإذا وكل به كفت نية الموكل، ولا حاجة لنية الوكيل، بل لو لم يعلم أنه مضح لم يضر
“Apabila seseorang mewakilkan penyembelihan qurban, maka cukup niatnya orang yang mewakilkan saja. Tidak dibutuhkan niatnya orang yang menerima perwakilan (penyembelih), bahkan meskipun apabila penyembelih tidak mengetahui bahwa yang disembelih merupakan hewan qurban sekalipun, tidak menjadi masalah,” (I’anatuht Thalibin, juz 2, halaman 379-380). Wallahu a’lamu ‘ala haqiqatil hal.
KH. Abdul Muiz Ali, Petugas PPIH Arab Saudi, Pengurus Lembaga Dakwah PBNU dan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat
Comments 1