Banten | LIPUTAN9NEWS
Komunitas Druze di Hader, Kegubernuran Quneitra di Dataran Tinggi Golan, menyatakan bahwa mereka lebih senang di bawah pemerintahan Israel ketimbang diperintah oleh Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) yang telah berhasil menggulingkan Bashar Al-Assad sebagai presiden Suriah paska tergulingnya Bashar Al-Assad.
Di Suriah sendiri, sejumlah loyalis Bashar Al-Assad telah dieksekusi oleh HTS di depan publik dan memang menjadi tontonan publik yang mendemonstrasikan kekerasan, seperti dengan menggantung mantan loyalis Bashar Al-Assad setelah disiksa oleh ahli jagal HTS.
Di lain pihak, aktor-aktor global, semisal Amerika dan Turki, melakukan pertemuan dan pembicaraan terkait peran yang nantinya akan mereka mainkan di Suriah paska tergulingnya Bashar Al-Assad. Mereka tak ubahnya berbagi ‘kue’ Suriah setelah ‘teroris’ yang mereka dukung berhasil menggulingkan rezim Bashar Al-Assad. Turki punya kepentingan untuk menghalau dan melemahkan komunitas Kurdi di Suriah Utara yang selalu melakukan perlawanan terhadap Turki. Amerika dan Israel memiliki kepentingan menggulingkan rezim Bashar Al-Assad dalam rangka ‘menghancurkan’ kekuatan yang melawan Israel, serta faksi-faksi dukungan Suriah, Iran dan Rusia yang selalu berani melawan secara militer terhadap Israel seperti Hizbullah.
Butuh dua tiga hari saja paska tergulingnya Bashar Al-Assad, Hay’at Tahrir al-Sham yang dipimpin Al-Joulani, segera memerintahkan faksi-faksi pro-Palestina untuk melucuti senjata mereka. Sementara Israel langsung gerak cepat menghancurkan depot-depot persenjataan dan fasilitas-fasilitas militer Suriah, tentu saja dengan bantuan Amerika.
Komunitas-komunitas minoritas di Suriah, seperti Druze dan Alawite, yang di masa Bashar Al-Assad hidup aman dan mendapatkan perlindungan, kini mengalami kekhawatiran bahkan ketakutan. Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) yang banyak anggota dan para petingginya adalah para mantan pentolan ISIS, sudah tentu menjadi aura horor dan kenangan traumatik bagi kaum minoritas di Suriah mengingat rekam jejak keji ISIS yang tak segan-segan menyiksa bahkan membunuh kaum minoritas seperti Yezidi, Alawite dan Druze.
Iran dan Rusia mengalami dilema akut bila masih memberikan dukungan militer kepada Bashar Al-Assad, tak lain karena rezim Bashar Al-Assad juga melakukan represi kepada oposisi dan warga yang memprotes rezimnya, yang bisa menjatuhkan wibawa Rusia dan Iran di mata warga Suriah, meski kelompok oposisi pun malah lebih keji dalam soal otoritarianisme mereka membasmi sesama oposan yang tidak sejalan dengan kelompoknya. Kelemahan yang kemudian dimanfaatkan oleh Israel dan Amerika untuk memupuk perlawan rakyat Suriah serta proksi-proksi Israel dan Amerika seperti Hay’at Tahrir al-Sham dan yang lainnya untuk menggulingkan Bashar Al-Assad.
Suriah memang seumpama tumpukan jerami kering yang hanya tinggal menunggu waktu datangnya percikan kecil apa untuk bisa membakarnya. Paska tergulingnya Bashar Al-Assad, Kedubes Iran di Damaskus, dirusak HTS dan dijarah warga, situs dan makam Hafez Al-Assad dibakar HTS, juga monumen-monumen yang mengabadikan dinasti Assad pun segera dihancurkan.
Bukan tidak mungkin, bila aktor-aktor global tidak menemukan kesepakatan dan kesepahaman strategis yang tepat bagi masa depan Suriah, sudah tentu Suriah akan menjadi medan pergolakan yang berkepanjangan dengan potensi kelompok-kelompok oposan yang bersaing dan berebut peran secara politik di Suriah. Sebab, jika benar apa yang dikemukakan Jeffrey Sachs, ihwal Benjamin Netanyahu sebagai aktor intelektual utama yang berambisi menghancurkan Suriah, isu agenda Israel Raya yang mencakup Suriah dan Libanon serta area sekitarnya bukan rumor semata.
Dan seperti sebelumnya dalam kasus Suriah, seperti di masa krisis yang mulai sejak 2011 yang kemudian berkepanjangan, tidak sedikit publik dan tokoh di Indonesia, termakan hasutan propaganda Barat yang mencitrakan proksi-proksi Barat sebagai mujahid. Dan seperti biasanya, Barat memberlakukan standar ganda mereka, segera mencabut status teroris bagi kelompok-kelompok yang juga mereka danai ketika kelompok-kelompok tersebut telah memuluskan agenda Barat di Asia Barat atau di Timur Tengah.
Sulaiman Djaya, Pemerhati Sosial Kebudayaan