LIPUTAN9.ID – Manusia muslim diarahkan ajaran agamanya agar senantiasa menjaga keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, antara lahir dan batin. Keseimbangan tersebut akan membimbing manusia pada kebahagiaan dan keberhasilan dalam dua kehidupan, yaitu di dunia dan akhirat. Sebagai manusia yang beriman, kita tidak diperkenankan hanya mengejar kemewahan duniawi, sehingga tidak meyakini lagi akan karunia Allah yang pasti ditetapkan untuk semua umat manusia. Setiap orang harus menyadari bahwa segala yang diperlukan dalam kehidupan dunia telah ditetapkan oleh Allah sesuai bagiannya masing-masing. Ketetapan itulah yang paling baik bagi umat manusia.
Mungkin ada sebagian dari kita yang menganggap bahwa apabila memiliki kekayaan yang berlimpah dan kedudukan yang tinggi, disertai pendukungnya yang banyak, berarti meraih kesuksesan yang maksimal. Padahal, hal seperti itu belum tentu baik bagi seseorang. Ada di antara manusia yang memperoleh keberkahan dalam rizki duniawinya, meskipun sederhana. Sebaliknya, ada juga di antara mereka yang memiliki harta yang banyak, kedudukan yang tinggi, dan pengikut yang fanatik, tapi tidak memperoleh keberkahan dalam kehidupannya, sehingga hidupnya tetap merana dan selalu diliputi oleh penderitaan. Yakinilah, bahwa apa yang diberikan Allah kepada kita semua, adalah yang terbaik bagi kehidupan pada masa kini, maupun masa depan.
Keseimbangan dalam kehidupan dijelaskan al-Qur’an:
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash, 28:77).
Akan halnya mengejar kehidupan akhirat, harus senantiasa kita usahakan semaksimal mungkin, karena itulah yang akan mengantarkan umat manusia pada masa depan yang baik dan terpuji. Berusaha secara maksimal untuk mengumpulkan bekal bagi kehidupan masa depan, menunjukkan kesadaran yang tinggi dan menunjukkan bahwa mata batinnya atau mata hatinya tidak buta. Karena ia melihat jauh ke depan untuk meraih kesuksesan demi kesuksesan. Sebaliknya mereka yang hanya mengutamakan kehidupan duniawi dan mengabaikan kehidupan ukhrawi adalah tergolong orang-orang yang mata hatinya tertutup, sehingga mereka tidak mampu melihat masa depannya sendiri yang lebih jauh.
Ada sebagian di antara kita yang menganggap bahwa kehidupan di dunia ini tidak penting, yang penting hanya kehidupan akhirat. Pandangan ini sesungguhnya keliru, karena kehidupan di dunia amat penting bagi kehidupan manusia. Bahagia atau sengsaranya kita di akhirat, tergantung pada kehidupan dunia sekarang. Apabila seseorang mampu memanfaatkan kehidupan dunia secara maksimal, sehingga mereka banyak beribadah dan beramal shaleh dengan sepenuh hati dan semata-mata mengharap keridhaan Allah, maka mereka akan meraih kesuksesan yang abadi, baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang.
Kehidupan dunia ini diibaratkan bagaikan kebun atau ladang untuk menanam kehidupan masa depan. Tergantung bagaimana kita menanam, maka kita akan menuainya. Apabila kita menanam padi atau tanaman-tanaman yang bermanfaat lainnya, maka kita akan memperoleh hasil yang bermanfaat. Sebaliknya apabila kita hanya menanam rumput atau tanaman-tanaman lain yang tidak banyak manfaatnya, maka akan menuai sesuai apa yang ditanamnya.
اَلدُّنْيَا مَزْرَعَةُ الْآخِرَةِ فَكُلُّ مَا خُلِقَ فِي الدُّنْيَا فَيُمْكِنُ أَنْ يَتَزَوَّدَ مِنْهُ لِلْآخِرَةِ.
Dunia adalah ladang bagi kehidupan akhirat, maka apa yang dijumpai di dunia, memungkinkan dijadikan sebagai bekal bagi kehidupan akhirat.
Semua makhluk hidup dilahirkan dengan tidak memiliki apa-apa dari harta dunia. Namun demikian, semua kebutuhan yang diperlukan makhluk tersebut semuanya ditanggung oleh Allah s.w.t.. Tidak ada makhluk hidup yang tidak mendapatkan rizki, meskipun ia hidup di dalam batu atau di dalam kayu.
وَكَأَيِّن مِّن دَآبَّةٖ لَّا تَحۡمِلُ رِزۡقَهَا ٱللَّهُ يَرۡزُقُهَا وَإِيَّاكُمۡۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ
Dan berapa banyak hewan yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Ankabut, 29:60).
Bimbingan agar umat manusia beribadah dan beramal shaleh secara maksimal, misalnya disebutkan dalam surat al-Dzariyat ayat 56. Lebih tegas lagi Allah berfirman:
وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡهَاۖ لَا نَسَۡٔلُكَ رِزۡقٗاۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكَۗ وَٱلۡعَٰقِبَةُ لِلتَّقۡوَىٰ
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan masa depan yang baik itu adalah bagi orang yang bertakwa. (QS. Thaha, 20:132).
Akhir kalam: Dalam rangka mencari bekal bagi kehidupan akhirat secara sungguh-sungguh tidak boleh melupakan kepentingan duniawi. Demikian juga dalam mencari kehidupan duniawi, sama sekali tidak boleh melupakan kehidupan akhirat. Keduanya harus berjalan serasi dan seimbang.
Dr. KH. Zakky Mubarok Syakrakh, MA., Dewan Pakar Lajnah Dakwah Islam Nusantara (LADISNU) dan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)