Toleransi yang Benar: Tidak Ada Paksaan Pakai Baju Natal Bagi Karyawan di Perhotelan dan Pertokoan
Makna toleransi adalah sikap saling menghargai, menghormati, dan menerima perbedaan antara individu atau kelompok dalam hal keyakinan, pendapat, atau kepercayaan.
Toleransi terhadap agama lain harus tetap dijaga demi memelihara kerukunan antar umat beragama. Namun demikian toleransi tersebut tidak harus dan tidak boleh melanggar norma dan aturan agama Islam. Islam mengajarkan untuk menghormati dan menghargai perbedaan atau keyakinan seseorang.
Bentuk penghormatan kepada penganut agama lain bisa dengan memberikan keleluasaan dan kebebasan dalam mengekpresikan ajaran atau tradisi keagamaan sesuai keyakinan masing-masing, tanpa harus mengajak apalagi memaksa penganut agama lain untuk melakukan yang sama.
Maka, dari penjelasan atau pemaknaan toleransi yang benar seperti dikemukan diatas, dapat dipahami tidak boleh hukumnya pihak perhotelan atau pertokoan memberikan aturan keharusan memakai baju natal bagi karyawan muslim yang kebetulan bekerja ditempat tersebut.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَلَنَآ اَعْمَالُنَا وَلَكُمْ اَعْمَالُكُمْۚ وَنَحْنُ لَهٗ مُخْلِصُوْنَ ۙ
Artinya: “…Bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu, dan hanya kepada-Nya (kepada Allah) kami dengan tulus mengabdikan diri.” (QS al-Baqarah [2]: 139).
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ.
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS al-Kafirun [109]:6
*Haram Memakai Pakain Natal*
Memakai atribut natal bagian dari bentuk ekspresi yang didalamnya ada unsur tasyabbuh (menyerupai) dengan non muslim. Bagi umat Islam dilarang hukum menyerupai aktifitas atau memakai atribut orang-orang non muslim.
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفِّ
Artinya: “Bukan termasuk golongan kami. seseorang yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, hasan)
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَالِفُوا المُشْرِكِينَ: وَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ.
Dari Ibnu Umar ra, dari Rasulullah Saw beliau bersabda: Selisihilah kaum musyrikin, biarkanlah jenggot panjang, dan pendekkanlah kumis” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Menyerupai non muslim bisa dalam bentuk ucapan atau perbuatan.
Hukum menyerupai non muslim tergantung pada tujuanya; bisa makruh, bisa haram dan bahkan memakai atribut natal bisa kufur.
حاصل ما ذكره العلماء في التزيي بزيّ الكفار أنه إمّا أن يتزيّا بزيّهم ميلا إلى دينهم وقاصدا التشبه بهم في شعائر الكفر أو يمشي معهم إلى متعبداتهم فيكفر بذلك فيهما وإمّا أن لا يقصد كذلك بل يقصد التشبه بهم في شعائر العيد أو التوصل إلى معاملة جائزة معهم فيأثم. وإما أن يتّفق له من غير قصد فيكره كشدّ الرداء في الصلاة.
“Kesimpulan yang telah dijelaskan oleh para ulama dalam permasalahan berbusana dengan busana orang-orang kafir, bahwa seseorang adakalanya memakai busana mereka karena condong kepada agama mereka dan bertujuan menyerupai mereka dalam syiar kekufurannya atau berangkat bersama mereka pada tempat ibadah mereka maka ia menjadi kafir dengan melakukan hal ini. Adakalanya ia tidak bertujuan seperti itu namun ia bertujuan menyerupai mereka dalam syiar hari raya atau sebagai media agar dapat berkomunikasi dengan baik dengan mereka, maka ia berdosa dengan melakukan hal demikian. Adakalanya pula ia memakai pakaian yang sama dengan orang non-Muslim tanpa adanya tujuan menyerupai mereka maka hal ini dimakruhkan, seperti mengikat selendang dalam shalat.” (Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawy, Bughyah al-Mustarsyidin, Hal. 529).
Walhasil, meskipun atasnama toleransi dalam beragama, bagi umat muslim tidak boleh menyerupai tradisi agama lain, termasuk memakai pakaian atau menggunakan atribut natal lainnya. Dan bagi pemeluk agama lain atau pemilik usaha perhotelan atau pertokoan tidak boleh memberikan aturan harus menggunakan pakaian natal bagi karyawan yang beragama Islam.
KH. Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat