Banten, LIPUTAN 9 NEWS
“Setidaknya, ada dua kitab ditulis oleh Ba Alwi dan pendukungnya untuk menjawab gugatan Syekh Murad: pertama kitab “Al-Radd al-Mufhim al-Mubin” yang ditulis oleh Hasan bin Ali al-Sagaf. Yang kedua, adalah kitab “Al-Summ al-Za’af” karya Abi Laith al-Idrisi al-Kattani.”
Syekh Murad Syukri Suwaidan menggugat nasab Ba Alwi dan mengatakan bahwa nasab Ba’alwi sebagai nasab yang batil, karena tidak disebut dalam kitab Umdat al-Tolib karya Ibnu Inabah (w. 828 H.). Syekh Murad Syukri Suwaidan, Ia adalah ulama madhab Hambali di Kementerian Wakaf Negara Yordania. Ia banyak menulis kitab dalam ilmu fikih. Di antara kitabnya adalah “Raf’ul Haraj Wa al-Asor An al-Muslimin Fi Hadzihi al-A’sor”. Ia juga menulis sebuah kitab yang membatalkan nasab Ba Alwi dengan judul “Al-Ithaf Fi Ibtal Nasabi al-Hashimiy Li Bani Alwi Wa al-Saqqaf”.
Ibnu Inabah hidup satu masa dengan Syekh Abdurrahman al-Sagaf, seharusnya, Ibnu Inabah sudah mencatat Ubaidillah sebagai anak Ahmad dalam kitabnya itu, jika ia yakin bahwa Abdurrahman al-Sagaf keturunan Nabi Muhammad SAW. Ketika Ibnu Inabah tidak mencatatnya, ini adalah bukti bahwa Ubaidillah, leluhur Abdurrahman, bukan keturunan Nabi.
Setidaknya, ada dua kitab ditulis oleh Ba Alwi dan pendukungnya untuk menjawab gugatan Syekh Murad: pertama kitab “Al-Radd al-Mufhim al-Mubin” yang ditulis oleh Hasan bin Ali al-Sagaf. Yang kedua, adalah kitab “Al-Summ al-Za’af” karya Abi Laith al-Idrisi al-Kattani.
Dalam kesempatan ini akan penulis tunjukan kedustaan ilmiyah yang dilakukan Hasan al Saqaf dalam menjawab Murad Syukri, di antaranya:
- Hasan al-Sagaf mengatakan Ibnu Inabah punya kitab lain berjudul “Bahrul Ansab”, ia disebut juga “Umdat al-Talib al-Kubro”, di sana ia menyebut nasab Abdurrahman al-Sagaf sampai Ali bin Abi Talib (h. 9). Penulis menjawab, tidak ada nama Abdurrahman al-Saqaf disebut dalam kitab “Bahr al-Ansab” atau “Umdat al-Talib al-Kubro” karya Ibnu Inabah. Kalau ada, mana bukti materilnya? Mana kitabnya? Halaman berapa? Dicetak dari manuskrip mana? Manuskripnya ditulis tahun berapa? Siapa yang mneyalinnya? Selama ini manuskrip itu disimpan di perpustakaan mana? TIDAK ADA. Semua itu kedustaan semata.
- Hasan al-saqaf mengatakan, Ibnu Inabah mengarang satu kitab khusus yang menerangkan nasab Ba Alwi, bernama “Risalat fi Ushuli Syajarat al Sadat Ba’alwi” sebagaimana disebut dalam kitab “Al-A’lam” karya Al-Zirikli (w. 1976 M.) (h. 9 & 13). Penulis menjawab, Ibnu Inabah tidak mempunyai kitab yang membahas khusus keluarga Ba Alwi. Kitab Ibnu Inabah dalam nasab itu selain kitab “Umdat al-Talib” adalah: Kitab “Umdat al-Talib al-Kubro”, kitab “Umdat al-Talib al-Wusto”, kitab “Al-Fusus al-Fakhriyah”, kitab “Al-Tuhfat al-Jamaliyah” dan “Tuhfat al-Talib”. Tidak ada kitab Ibnu Inabah yang ditulis khusus untuk Ba Alwi. Lalu bagaimana tentang Al-Zirikli, yang telah menyebut di dalam kitabnya “Al-A’lam” tahun 1976 M. bahwa Ibnu Inabah mengarang kitab khusus untuk Ba Alwi? jelas itu hanya mengutip dari sumber yang salah. Dari mana penulis bisa mengetahui bahwa Al-Zirikli mengutip dari sumber yang salah, Lihat sendiri dalam kitabnya “Al-A’lam” itu, ia mengatakan, jika kitab Ibnu Inabah yang berisi keluarga Ba Alwi itu terdapat di sebuah perpustakaan di Tarim. Apa artinya? Artinya, ia mendapatkan berita dari orang Tarim bahwa ada manuskrip karya Ibnu Inabah di Tarim yang khusus menulis tentang keluarga Ba Alwi. lalu ditulis oleh Al-Zirikli dalam kitabnya. Mengenai benar atau tidak berita itu, itu hal lain. Yang jelas, kalau manuskrip itu ada, Alwi bin Tahir akan menyebutkannya dalam kitabnya Uqud al Almas. Nyatanya tidak.
- Hasan al Saqaf mengatakan bahwa Ibnu Inabah mengarang kitab Umdat al Thalib ini pada saat usianya masih 25 tahun. Ia lahir pada tahun 748 H. dan menulis kitab itu pada tahun 773 H. jadi wajar nasab Ba’alwi tidak disebutkan karena ia belum luas pengetahuannya tentang nasab. kemudian setelah bertambah pengetahuannya tentang nasab ia menulis kitab tentang keluarga Ba’alwi (h.13). Penulis menjawab ucapan Hasan al Saqaf itu tidak sesuai kenyataan yang terdapat dalam manuskrip kitab Umdat al Thalib sendiri . Dalam manuskrip kitab tersebut, Al Ha’iri sebagai penyalin menyebutkan bahwa ia menyalin kitab itu pada tahun 893 H. di salin dari tulisan tangan Ibnu Inabah sendiri yang menulisnya pada tahun 812 H. Jadi, ketika menulis kitab Umdat tersebut, Ibnu Inabah sudah berumur 64 tahun (Umdat al Talib, h. 12).
- Hasan al Saqqaf mengatakan bahwa kitab Ibnu inabah itu bukan Al-Quran yang tidak mungkin salah. Jika pun benar Ibnu Inabah tidak menyebutkan nasab Ba’alwi dan tidak menulis kitab khusus tentang nasab Ba’alwi, maka yang demikian itu tidak membuat madarat nasab Ba’alwi karena kitab Ibnu Inabah itu bukan Al-Qur’an (h. 14). Penulis menjawab, memang benar kitab Ibnu Inabah itu bukan Al-Qur’an. Ia adalah kitab nasab yang mencatat nasab para keturunan Nabi Muhammad SAW. ketika Ahmad bin Isa disebutkan dalam kitab itu, dan Ubed tidak disebut, tentu penyebutan Ubed dalam kitab setelahnya sangat memberi madarat untuk nasab Ba’alwi, bahwa memang nasab itu palsu. Jadi tidak seperti yang dikatakan Hasan al Saqaf yang katanya walau tidak disebut itu tidak madarat apa-apa.
- Hasan al Saqaf mengatakan, kenapa nasab Baalwi tidak disebut dalam kitab “Tharfat al Ashab” karya Raja Umar bin Rasul (w. 648 H.)? karena keluarga Ba’alwi mendukung keluarga Al Rasyid yang bermusuhan dengan keluarga Al Rasul, buktinya salah seorang keluarga Ba’alwi yaitu Ali bin Jadid diusir ke India (h.18). Penulis menjawab, Ali bin Jadid bukan keluarga Abdurrahman Assegaf atau Faqih Muqoddam. Ia adalah berasal dari keluarga Aba Alwi yang disebut dalam kitab Al Suluk. ia orang lain, tidak ada kaitannya dengan keluarga Abdurrahman Assegaf, lalu diakui sebagai bagian keluarga Abdurrahman Assegaf, dan kemudian keluarga Abdurrahman Assegaf menggunakan nama “Ba’alwi” setelah mereka mengakui Jadid, leluhur Ali bin Jadid, sebagai adik Alwi bin Ubed. Dan kemudian keluarga Jadid disebut keturunananya terputus di akhir abad 7 Hijriah. Jika masih ngaku-ngaku Jadid sebagai adik alwi atau kakaknya, mana kitab yang semasa dengan Al Suluk atau yang sebelumnya yang menjelaskan dengan qot’I bahwa Jadid dan Alwi adalah bersaudara? TIDAK ADA.
- Hasan Al Saqaf mengatakan nama Bashri bin Abdullah bin Ahmad bin Isa telah disebutkan dalam kitab “Al Athoya al Saniyah” dan kitab “Nuzhat al ‘Uyun” keduanya karya Abbas bin Ali bin Rasul (w. 778 H.) (h.18). penulis menjawab, Bashri bukan keluarga Abdurrahman Assegaf (Ba’alwi), tidak ada satu kitabpun dari sebelum Al Suluk yang menjelaskan itu. Bashri bukan saudara Alwi, bukan pula saudara Jadid. Kalau punya dalil, mana dalilnya? Ia hanya tokoh yang di aku-aku saja sebagai keluarga Ba’alwi.
- Untuk menjawab klaim bahwa nasab Ba’alwi tidak disebut dalam literature ulama sebelum abad ke-9 H, Hasan al Saqaf menyebut bahwa ulama-ulama abad ke-lima telah menyebutkannya di antaranya bahwa Ahmad bin Isa sudah disebut kitab Tarikh Bagdad abad ke 5 H. karya Al Khatib al Bagdadi (w. 463 H.) (h. 26.) penulis menjawab, nama Ahmad bin Isa tidak ada masalah. Ia telah terbukti disebut dalam kitab Tahdzib al Ansab karya al Ubaidili (w. 437 H.). tetapi nama Ubed yang konon disebut sebagai anak Ahmad, itulah yang tidak terbukti. Nama Ubed sama sekali tidak ada yang menyebut di abad 4-9 H. terlepas dari itu, apa yang disebut Hasan al Saqaf bahwa nama Ahmad bin Isa disebut dalam kitab Tarikh Bagdad itu salah orang. Yang dimaksud dalam kitab tersebut bukan Ahmad bin Isa bin Muhammad al Naqib, tetapi Ahmad bin Isa bin Zaed. Sebagaimana penulis telah teliti dalam buku penulis “Membongkar Skandal Ilmiyah Nasab dan Sejarah Ba’alwi” (lihat buku membongkar h. 12).
- Hasan al Saqaf pula mengatakan bahwa nasab Ba’alwi telah disebut dalam kitab Tahdzib al Ansab karya Al Ubaidili (w.437 H.) (h. 27). Penulis menjawab bahwa klaim tersebut dusta, yang disebut dalam kitab Tahdzib al Ansab adalah Ahmad bin Isa dan putranya Muhammad, sedangkan Ubed tidak disebut dalam kitab tersebut. Hasan al Saqaf juga menyebutkan bahwa nasab Ba’alwi telah disebut dalam kitab Al Majdi karya Al Umari (w. 490 H.) (h. 27). Penulis menjawab, klaim itu juga dusta, kitab Al Majdi tidak menyebut Ubed sebagai anak Ahmad.
- Hasan al Saqaf juga menyebutkan bahwa nasab Ba’alwi telah disebut dalam kitab Tabaqat Fuqaha al Yaman karya Ibnu Samurah (w. 586 H.) (h. 27). Penulis menjawab, klaim itu juga dusta, kitab Tabaqat Fuqaha al Yaman sama sekali tidak menyebutkan satupun ulama dari keluarga Ba’alwi termasuk Muhammad Sahib Mirbat (w. 556 H.) yang katanya ulama besar. Jika memang Muhammad Sahib Mirbat, atau kakeknya yaitu Ali Kholi Qosam, keduanya benar-benar ulama besar, seharusnya ia disebut oleh kitab Ibnu Samrah tersebut karena hidup satu masa. Tapi kenapa tidak disebut? Karena memang sosoknya fiktif. Jangankan sebagai ulama, sebagai sosok historis saja tidak terbukti.
- Hasan al Saqaf juga menyebut bahwa nasab Ba’alwi telah disebut oleh kitab “Gun-yat al Thalib” dan “Bahr al Ansab Fi Ma li al Sibtaini min al Alqab” keduanya karya Al Azwarqani (616 H.) (h.27). Penulis menjawab, klaim itu juga tidak terbukti, mana kitab Gunyat karya Al Azwarqani itu? mana juga kitabnya yang bernama Bahr al Ansab? Di mana manuksripnya? Diperpustakaan apa disimpan? Siapa yang menyalin? Tahun berapa disalin? Tidak ada. Yang manuskripnya jelas ada adalah kitab Al Azwarqani yang bernama Al Fakhri. Manuskrip itu terdapat di perpustakaan Maktabah Masjid Al-A’dzam al ‘Amah no 1846. Penyalinnya jelas yaitu Al Hasan al ’Ajlani; tahun penyalinannya jelas disebut yaitu bulan Sya’ban tahun 862 H. dan di kitab itu tidak ada nama Ubaid disebut sebagai anak Ahmad bin Isa.
- Hasan al saqaf mengatakan bahwa nasab Ba’alwi telah disebut dalam kitab “Al Silsil al Al Muhadzab wa Al Manhal al Ahla” karya Muhammad bin Abu Bakar bin Umar bin Muhammad Abbad (w. 801 H.) (h. 27). Penulis menjawab, tidak ada di dalam kitab tersebut disebut nasab Ba’alwi, dalam kitab itu menyebut kisah tentang 41 ulama besar, namun tidak ada satupun nama keluarga Ba’alwi disebutkan.
- Hasan al Saqaf mengatakan bahwa nasab Ba’alwi telah disebut dalam kitab “Sihah al Akhbar” karya Muhammad Sirajuddin al Makhzumi al Iraqi (w.885 H.) (h.28). Penulis menjawab, tidak ada kitab itu menyebut nasab Ba’alwi, kitab tersebut menyebut bahwa Isa bin Muhammad mempunyai anak bernama Al Abah yang mempunyai keturunan di Bagdad. Dan disebut pula dengan ibarat “’ala ma yuqal” (katanya) punya keturunan di Yaman. hanya disebut Yaman, tidak disebut Ba’alwi, itupun hanya katanya, menunjukan sangat lemahnya informasi itu. menurut penulis, informasi itu terkait keluarga Jadid yang disebut kitab Al Suluk, namun nampaknya Muhammad Sirajuddin tidak meyakini berita al Suluk itu (sihah al Akhbar h.52).
Demikianlah jawaban dari Hasan al Saqaf untuk Syaikh Murad Syukri ketika nasab Ba’alwi dibatalkan. Jawaban yang banyak mengandung kedustaan. Yaitu, ketika menyebutkan bahwa nasab-nasab Ba’alwi telah disebut dalam kitab-kitab abad ke lima sampai kedelapan, setelah diverifikasi ternyata semuanya dusta. Tidak ada dalam kitab-kitab itu nasab Ba’alwi disebutkan. Kenapa Hasan al Saqaf berani melkakukannya? Itu adalah pertanyaan penting. Apakah begitu penting nasab Ba’alwi disebutkan dalam kitab-kitab itu hingga harus berbohong? jika tidak penting, kenapa harus berbohong? Penulis banyak pertanyaan bahkan kritikan dari banyak pihak tentang seringnya penulis mengatakan bahwa penulis Ba’alwi sering berdusta, apakah itu tidak berlebihan, kata mereka? Penulis bingung mau menjawab apa, apakah ada definisi lain dari “berkata tidak sesuai kenyataan” selain “dusta”?
KH. Imaduddin Utsman Al Bantani, Pengasuh dan Pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Kampung Cempaka, Desa Kresek, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.