Sidoarjo | LIPUTAN9NEWS
Dalam konsep keilmuan Barat, bahwa sesuatu disebut ilmiah (secara ontologis) jika lingkup penelaahannya berada pada daerah jelajah atau jangkuan akal pikiran manusia. Sedangkan sesuatu itu dianggap benar jika didasarkan pada tiga hal antara lain koherensi, korespondensi dan pragmatisme.
Dari sini patut menjadi suatu catatan kita bersama, bahwa penganut positivisme hanya mengakui satu kebenaran yang bersifat inderawi, termasuk juga yang teramati dan terukur, serta dapat diulang atau dibuktikan oleh siapa pun. Dalam konsep keilmuan Barat, ilmu berhubungan dengan masalah empiri-sensual (induktif), empiri-logik (deduktif) atau logico-hipotetico-verificatif, artinya baru disebut sebagai ilmu jika telah dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sehingga jelaslah dari sini, jika peristiwa karomah dilihat dari perspektif keilmuan Barat, maka peristiwa tersebut tidak dipandang sebagai sesuatu yang ilmiah melainkan hanya bersifat dogma dan sistem kepercayaan (credo).
Namun, persoalannya akan menjadi lain jika dilihat dari prespektif keilmuan Islam. Sebab peristiwa karomah tersebut akan dipandang tetap ilmiah dan benar adanya, alasan mendasarnya adalah dalam konsep Islam, ilmu di samping memiliki paradigma deduktif-induktif juga mengakui paradigma transenden, yaitu pengakuan adanya kebenaran yang datang dari Allah SWT. Pengakuan terhadap hal-hal yang bersifat metafisik, misalnya adanya Tuhan, malaikat, hari kebangkitan, surga, neraka dan seterusnya merupakan kebenaran agama yang tak perlu adanya bukti empiris, melainkan persolan-persoalan metafisik tersebut benar adanya atau realistis. Sedangkan sesuatu yang tidak atau bahkan belum terjangkau sama sekali oleh akal pikiran manusia tidaklah selalu menjadi dalih akan ketidakbenaran sesuatu itu sendiri, sebab Al-Qur’an menyebutkan : …. “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit sekali” (QS.17 : 85).
Keterbatasan pengetahuan manusia sebagaimana tersebutkan dalam Al-Qur’an tersebut, juga diakui oleh para ilmuwan abad 20. Misalnya Schwart, seorang pakar matematika kenamaan Perancis memiliki pernyataan, bahwa fisikawan abad ke-19 berbangga diri dengan kemampunnya menghakimi segenap problem kehidupan, bahkan sampai kepada sajak sekalipun. Sedangkan fisikawan abad 20 yakin benar bahwa ia tidak sepenuhnya tahu segalanya meski yang disebut materi sekalipun. Teori Black Holes menyatakan bahwa pengetahuan manusia tentang alam hanyalah mencapai 3 persen saja, sedangkan 97 persennya di luar kemampuan manusia. Itulah sebabnya seorang Kierkegaard tokoh eksistensialisme menyatakan, “Seseorang harus percaya bukan karena ia tahu, melainkan karena ia tidak tahu“. Lalu Imanual Kant juga berkata, “Saya terpaksa menghentikan penyelidikan ilmiah demi penyediakan waktu bagi hatiku untuk percaya.“
Terkait dengan penjelasan tersebut di atas dapat kita tarik suatu benang merah, bahwa Mbah Ud memang tak seperti kiai-kiai lainnya yang pada umumnya memiliki pesantren dengan jumlah santri mencapai ribuan. Meskipun demikian, Namun,santrinya tersebar di penjuru Jawa dan bahkan samapai luar Jawa. Sebagaimana yang pernah dituturkan Hidayatullah, salah satu cucu keponakan Mbah Ud, ”Kalau menyiarkan agama Islam secara langsung tidak, tapi beliau memberi wejangan kepada siapa pun tamunya yang datang. Beliau juga menjadi rujukan kiai yang ada di Jawa Timur untuk memecahkan masalah terkait agama Islam,” jelasnya mengutip Laduni.id.
Di lain kesempatan, KH Jamaluddin dari Jombang, pernah bercerita bahwa Mbah Ud sering singgah di Masjid Mojoagung, di Jombang. Konon beliau, kata Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), ditugasi untuk menjaga Bani Basyaiban. Keanehan Mbah Ud di masjid tersebut, seringkali mengambil uang di saku jama’ah. Anehnya, setelah diambil, rezekinya jama’ah tersebut menjadi semakin berlimpah tidak seperti biasanya. Oleh karena itu, kalau ada jama’ah melihat Mbah Ud berseliweran di Masjid Mojoagung, mereka bersiap-siap menaruh uang di sakunya biar diambil Mbah Ud.
Prilaku Mbah Ud juga sulit dipahami masyarakat secara umum dan dianggap nyleneh. Sebab tak hanya sampai disitu saja, terkadang Mbah Ud pipis di kamar mandi masjid. Bahkan terkadang setelah berwudu baru beliaunya pipis.
Dan banyak lagi keanehan lainnya seperti pernah juga diceritakan, Mbah Ud suatu hari menulis surat ke KH Rodi, Krian, terkait permasalahan rumit yang mau ditanyakan. Di atas kertas putih beliau menorehkan pensil membentuk garis bergelombang-gelombang, sebab beliaunya aslinya tidak bisa menulis sebetulnya. Namun anehnya, KH Rodi bisa mengerti guratan pensil yang ditorehkan oleh Mbah Ud tersebut.
Lebih anehnya lagi, Suatu ketika rumah salah seorang warga Kauman, Sidoarjo didatangi Mbah Ud. Tanpa basa-basi Mbah Ud nyelonong masuk rumah. Di rumah itu ternyata ada salah satu keluarganya yang meninggal dunia. Tiba-tiba saja Mbah Ud mengucap “Husnul Khotimah”. Ucapan tersebut diucapkan beberapa kali, setelah itu Mbah Ud langsung pergi. “Husnul Khotimah” yang berarti mati dalam keadaan terbaik disisi-Nya.
Sumber cerita dari warga yang lain, termasuk keluarganya yang pernah minta bantuan beliaunya pernah menyebut, Mbah Ud bukan hanya ulama yang mempunyai kelebihan dalam urusan agama, namun beliaunya bisa mengobati orang sakit atau nyuwuk.
Terakhir bagi warga Sidoarjo sendiri, Mbah Ud merupakan ulama yang tidak menyandang gelar seperti umumnya ulama pada saat ini. Bahkan, dalam menyiarkan agama Islam, beliau menggunakan kelebihannya itu untuk memberi pemahaman bagi umat muslim bahkan non muslim yang bertamu ke rumahnya sekedar minta petunjuk masalah kehidupan. Bahkan banyak cerita yang mengatakan jika Mbah Ud adalah Wali Allah yang Jadzab. Secara istilah, jadzab artinya kondisi yang menggambarkan seseorang ketika ia tiba-tiba ditarik oleh Allah Swt sampai terbuka hijabnya (batas kesadaran). Ia wushul ke hadirat ilahiah, sehingga jiwanya menjadi terguncang. Seorang yang dalam kondisi jadzab disebut sebagai wali majdzub.
Alhamdulillah tepatnya hari senin, tanggal 27 januari 2025 M atau bertepatan 27 rajab 1446 H memperingati haul beliaunya, KH. Ali Mas’ud Bin Kiai Sa’id Rahimahullah yang ke-46. Barokallah, Buat beliaunya, Mbah Ud Pagerwojo, Sidoarjo Al-Fatikhah.
Dr. Heru Siswanto, M.Pd.I, Ketua Program Studi dan Dosen Tetap PAI-BSI (Pendidikan Agama Islam-Berbasis Studi Interdisipliner) Pascasarjana IAI Al-Khoziny Buduran Sidoarjo; Dosen Tetap PAI-Terapan Politeknik Pelayaran Surabaya; Pengurus LTMNU PCNU Sidoarjo; Ketua LDNU MWCNU Krembung.