LIPUTAN9.ID – Sebentar lagi kita di bulan Desember akan menjalani libur panjang di sekolah-sekolah berbasis Formal. Sangat baik menurut saya hari libur bisa diisi dengan program pengembangan diri yang lebih rileks, santai dan menyenangkan seperti diklat, kursus, pelatihan dan lain-lain. Toh belajar itu sebenarnya tidak harus dalam ruang kelas. Kalau kita mau ambil pelajaran maka alam semesta adalah kelas raksasa yang bisa kita ambil ibrah dan hikmahnya.
beramal itu tidak pernah libur. Sebagaimana setan tidak pernah berhenti mengelabui manusia, malaikatpun juga tidak pernah berlibur mencatat amal seseorang. Oleh karena itu teruslah belajar dan berjuang.
Belajar dari hidup sampai mati
Dalam Hal ini Rasulullah berpesan:
أُطْلُبُ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْْدِ (رواه مسلم)
Artinya, “Carilah ilmu itu sejak dari ayunan sampai masuk ke liang lahat”(HR. Muslim)
Bahkan sebelum manusia itu terlahir ke alam dunia, proses belajar sudah berlangsung sejak manusia masih dalam kandungan ibu. Allah Berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِى ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَىٰ شَهِدْنَا أَن تَقُولُوا يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. surah Al-A’raf ayat 172:
Ayat ini selain merekam Perjanjian manusia kepada Allah juga memberikan pelajaran kepada kita bahwa penanaman ilmu tauhid sudah dimulai sejak manusia belum terlahir.
Sampai Kapan seseorang belajar?
Sampai mati. Detik-detik sebelum mati manusia perlu diajarkan dan diingatkan tentang kalimat Tauhih, agar mati membawa iman. Saat ada di liang lahat, dikubur tanah sekalipun manusia perlu di Talqin kejadian di alam kubur dan pertanyaan-pertanyaan malaikat kepada Ahli kubur.
Oleh karena itu sekali lagi tidak ada kata libur untuk belajar. Setiap hari dimana kita tidak bertambah ilmu maka waktu itu tidak barokah. Setiap hempusan nafas adalah intan permata yang tidak ada harga jualnya. Maka ambilah kesempatan beramal dalam setiap nafasmu.
Waktumu adalah hidupmu
Para ulama menyebutkan bahwa waktu itu ada tiga; waktu lampau, waktu sedang, waktu akan. Satu-satunya kesempatan kita beramal adalah waktu yang sekarang kita jalani ini, Bukan waktu kemarin karena sudah berlalu, bukan pula waktu yang akan datang karena yang akan datang bisa jadi kita sudah tiada. Waktu itu adalah pedang jika kamu tidak bisa menggunakan dengan baik maka justru akan membunuh masa depanmu.
Berikut ini saya cuplikan perhatian para ulama di dalam memanfaatkan waktu mereka.
Abdullah bin Mas’ud:
مَا نَدِمْتُ عَلَى شَيْئٍ نَدْمِي عَلَى يَوْمٍ غَرَبَتْ شَمْسُهُ نَقَصَ فِيْهِ أَجَلِيْ وَلَمْ يَزِدْ فِيْهِ عَمَلِيْ
“Aku tidak pernah memiliki penyesalan yang demikian mendalam dibandingkan dengan penyesalanku akan berlalunya satu hari yang amalku tidak bertambah pada hari itu padahal ajalku semakin berkurang.”
Kholil bin Ahmad -Al Farohidy Al Basry (w. 170 H.)
أثقل الساعات علي : ساعة آكل فيها
Waktu yang paling berat bagiku adalah waktu yang kupakai untuk makan[3]
Imam Abu Yusuf
Maskh mau Membahas ilmu di akhir-akhir hayatnya.
Ketika anaknya mati, dia mewakilkan orang lain untuk mengurusi jenazah anaknya, karena Imam Abu Yusuf khawatir akan ketinggalan pelajaran dari sang gurunya imam Abu Hanifah.
Ubaid bin Ya’iisy
(guru dari Imam Bukhari & Imam Muslim)
أقمت ثلاثين سنة ما أكلت بيدي بالليل، كانت أختي تلقمني و أنا أكتب الحديث
“ selama 30 tahun aku menetap tidak pernah aku makan di malam hari dengan tanganku sendiri, melainkan saudariku yang menyuapkan makanan ke mulutku karena aku tidak henti menulis Hadits”.
Imam Al Juwaini
أنا لا أنام، ولا آكل عادة، وإنما أنام إذا غلبني النوم، وآكل إذا جعت كان ذلك ليلا أو نهارا
Saya tidak tidur atau makan karena kebiasaan, tetap jika saya ngantuk maka saya tidur, jika saya lapar maka saya makan, begitulah setiap siang dan malam”
Abu al-Wafa Ibn Uqail
“Sungguh aku tidak membiarkan diriku untuk membuang-buang waktu dari umurku, sampai jika ada masa terhenti lisanku dari mengulang pelajaran, dan mataku dari membaca ulang, pikiranku tetap berfikir dalam keadaan rehatku dan berbaring …”
“Sebisa mungkin aku meringkas waktu makan, sehingga aku memakan kue yang telah dicelup dengan air dari pada roti kering. Karena ada selisih waktu yang dibutuhkan antara keduanya untuk dikunyah. Supaya waktuku untuk mentela’ah ilmu lebih optimal, dan mengejar faidah ilmu yang tertinggal.”
Imam An Nawawi
Imam An nawawi tidak makan kecuali satu kali dalam sehari semalam.
Imam Syamsuddin Al Ashbihani
Beliau menyedikitkan makan agar tidak banyak terbuang waktu karena makan dan atau karena menghindar keluar masuk ke jeding
Imam Al Baqillani
Tidak tidur sebelum menulis 35 halaman setiap malam
Wallahu A’lam
Tulisan ini disadur dari Syeikh Abdul Fattah Abu Guddah, Qimatuzzaman ‘Inda al-‘Ulama.
Ahmad Zaini Aly, Penulis adalah Guru Ngaji Pondok Pesantren Darur Rohman Morombuh Bangkalan