Surabaya | LIPUTAN9NEWS
Realitas telanjang yang sangat menusuk keadilan masyarakat itu jangan harap akan kita temui dalam praktek kenegaraan dan kehidupan berbangsa negara-negara Scandinavia Eropa Barat itu. Ya kan.
Paradok dengan Indonesia, pejabat dan anggota dewannya bergelimang dengan fasilitas kemewahan, prestasi jauh panggang dari api. Jadi pejabat dan anggota dewan menjadi rebutan. Karena political cost (biaya politik) nya sangat tinggi untuk menjadi anggota dewan. Maka setelah elected banyak melakukan korupsi regulasi, main projek, dan seterusnya. Sementara kepentingan dan aspirasi masyarakat tidak diartikulasikan secara maksimal padahal mereka digaji dengan uang rakyat dan fasilitas mewah.
Berbeda dengan negara maju, Swedia misalnya dalam video diatas. Selain karena pemerintahnya sangat clean, tingkat kesadaran politik masyarakatnya tinggi. Karena itu selain visioner, mereka sangat dedicated (berdedikasi) dengan tugas dan tanggung jawab publik mereka.
Memang berkorelasi kuat antara economic growth dengan kesejahteraan masyarakat. Tapi itu tidak berarti mereka sebagai pejabat/anggota dewan akan ongkang-ongkang kaki melenggang kesana kemari sambil menghitunh project atau sibuk mengakali kebijakan/regulasi untuk kepentingan diri. Apalagi kalau tersandera kepentingan partainya yg tidak in line dengan kepentingan publik. Makin kacau lagi, kalau mereka berselingkuh dengan oligarki. Muncullah kasus-kasus PIK2 yg heboh itu, perampasan tanah dan penggusuran tempat tinggal masyarakat yang sangat uncivilized (tidak beradab).
Realitas telanjang yg sangat menusuk keadilan masyarakat itu jgn harap akan kita temui dlm praktek kenegaraan dan kehidupan berbangsa negara2 Scandinavia Eropa Barat itu. Ya kan.
That’s why negara-negara maju seperti negara-negara Scandinavia: Finlandia, Swedia, Norwegia, dst itu sangat maju dan makmur. Emisi gas sangat terjaga dan komitmen terhadap lingkungan sangat kuat. Bahkan Finlandia dikenal sebagai negara paling bahagia di dunia. So kita memang bisa belajar banyak dari negara negara Scandinavia itu.
M. Sihab Ridwan, Dosen Senior Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya