LIPUTAN9.ID – Seiring perjalanan waktu yang sudah hampir 1 tahun terkait polemik nasab atas tesis kyai Imadudin untuk membongkar keabsahan istisab nasab ba Alawi yang disematkan kepada para habaib, yang mana mereka merasa paling soheh sebagai dzuriyah Nabi SAW. Tulisan kyai Imadudin Utsman bukan tanpa alasan dan semua itu ada latarbelakang sampai tercetus sebuah karya tulis, bahkan penulis pun disini merasa pihak yang gemas dan kesal atas tingkah polah oknum habib yang bukan hanya satu atau dua orang saja bersikap arogan bahkan menjual-jual nama Nabi Muhammad Saw untuk memperkuat eksistensi mereka di masyarakat.
Latarbelakang munculnya tesis Kyai imadudin didasari banyaknya bermunculan para habib-habib yang congkak merasa dirinya orang yang harus dihormati dan memiliki nasab terhormat, sehingga kehadiran mereka menjadikan kaum pribumi dalam hal ini masyarakat muslim di Nusantara harus taat dan tunduk kepada mereka bahkan harus menjadikan mereka kasta kelas satu.
Dengan kecongkakan mereka kaum ba alawi tersebut berdampak terpolarisasinya masyarakat muslim yang ingin belajar kepada ulama yg berilmu tinggi, seakan-akan jika tidak ikut mengaji dengan para habaib ilmunya tidak memiliki sanad yang jelas bahkan mardud(tertolak), ditambah lagi kaum habib sering mencela dan mencaci ulama-ulama pribumi.
Dari kondisi di atas, indikasi terbelahnya umat Islam di Indonesia membuat kyai-muda NU khususnya, sangat geram kepada para habib yang awalnya hanya beberapa orang saja tapi kini makin menyebar kepenjuru Nusantara, perlawanan kyai-kyai muda melakukan perlawanan hanya untuk mengedukasi masyarakat agar tidak terdoktrin oleh faham-faham habib yang telah keluar dari koridor ilmu syareat yang mesti jadi pegangan umat Islam.
Namun akhir-akhir ini, ketika perlawanan kaum habaib tidak lagi berdaya dalam menghadapi kajian ilmiah kyai Imadudin dan kawan-kawan, yang tidak lepas menyuguhkan referensi dan analogi faktual sebagai bantahan temuan referensi terbaru dari habaib dan pendukungnya.
Sengitnya perlawanan kaum habaib dan muhibbinnya dalam menghadapi kajian kyai immadudin selalu dapat dipatahkan argumentasinya, tapi belakangan kembali menjadi ramai ketika Rois ‘aam PBNU menyoal polemik nasab tersebut, karena Rois Amm telah melontarkan tuduhan kalau kyai immadudin dan kawan-kawan selaku penggugat keabsahan dzuriyah ba Alawi yang bersambung kepada nabi saw sebagai pihak yang telah menebarkan fitnah terhadap dzuriyah ba Alawi.
Sungguh ironis sekali, seorang yang dijadikan panutan bagi warga Nahdliyin sekelas Rois amm PBNU tidak dalam menempatkan pemikirannya secara proporsional untuk mendorong kajian ilmu tentang nasab sebagai khasanah keilmuan agar menjadi peradaban di abad lahirnya NU pada abad kedua ini yang harusnya selaras dg tema : “Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru.”
Munculnya statemen Rois amm PBNU seakan-akan terkesan bukan menyelesaikan polemik yang terjadi, tapi malah makin memperuncing masalah yang indikasinya mudah-mudahan analisa penulis salah, kalau statemen Rois Amm dengan tuduhan kepada para kyai-kyai yang menggugat nasab ba Alawi adalah kelompok penebar fitnah, tuduhan yang tidak mendasar ini bisa mendorong perseteruan Polemik nasab bukan lagi perseteruan antara trah Walisongo vs ba Alawi akan tetapi perseteruan trah walisongo vs muhibin di struktural NU. Itulah hebatnya kaum habib yang sudah ratusan tahun mendoktrin dengan bermodalkan kwalat dari tahayul dan khurofat yang mereka siramkan kepada masyarakat muslim agar menjadi pecinta mereka.
Ahmad Suhadi, S.Pd.I, Ketua Ikatan Mubaligh-mubalighoh Nusantara (IMMAN) DPD Kabupaten Bogor dan Katib JATMAN Kabupaten Bogor.