LIPUTAN9.ID – Jawaban untuk judul tersebut akan terjawab bila dua pertanyaan berikut pun terjawab, yaitu: Apakah demokrasi terletak pada pemerintah (rezim) atau masyarakat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dalam salah-satu ceramahnya di California University pada tahun 1963 dengan mengutip tulisannya Alexis De Tocqueville, Raymond Aron mengingatkan kita bahwa demokrasi tak semata didefinisikan sebagai bentuk pemerintahan atau watak sebuah rezim politik, tetapi lebih pada suatu keadaan masyarakat.
Jauh sebelumnya, hal senada telah ditekankan Abraham Lincoln yang memperjuangkan esensi republikanisme dari demokrasi ketika ia mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dan kiprah politik dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, yang dengan definisi tersebut Abraham Lincoln lebih menekankan peran aktif masyarakat dan warga negara untuk mengawasi pemerintah dari kebijakan-kebijakan yang membahayakan negara yang akan berimbas pada rakyat dan warga negara. Dalam hal ini, ketercerahan dan partisipasi masyarakat dan warga negara merupakan prasyarat utama bagi sehatnya demokrasi.
Jika demikian, secara substansial demokrasi meniscayakan kesiapan dan keberdayaan masyarakat secara politis dan kultural sebagai partisipan utama dan sebagai penentu utama baik-buruknya penyelenggaraan demokrasi itu sendiri: apakah sebuah negara atau pemerintahan yang mengklaim demokratis berjalan dengan baik ataukah sebaliknya?
Apa yang dinyatakan dan ditegaskan Abraham Lincoln dan Alexis Tocqueville, dan kemudian disuarakan ulang oleh Raymond Aron tentang pentingnya demokrasi dipahami sebagai suatu ‘keadaan masyarakat’ itu sesungguhnya dalam rangka menjawab para filsuf Yunani seperti Sokrates dan Plato yang sangsi terhadap demokrasi bagi masyarakat Yunani dan lebih mengidealkan ‘filsuf raja’ sebagai seorang kepala Negara yang layak memimpin.
Kesangsian Sokrates dan Plato itu memang haruslah diakui bahwa acapkali dalam sebuah masyarakat yang belum “tercerahkan” dan “terdewasakan” secara rasional dan politis, rentan sekali dimanipulasi secara politik dan secara sosial oleh oligarkhi kapitalis elit yang mengatasnamakan demokrasi. Dan hal itu disadari oleh Alexis Tocqueville, demikian papar Raymond Aron.
Rentannya manipulasi, seperti praktik politik uang atau money politics, misalnya, akan terjadi pada masyarakat yang belum baik dari segi pendidikan dan tak memiliki akses informasi yang layak. Masyarakat yang tercerahkan hanya dimungkinkan oleh majunya daya baca dan memiliki kapasitas literer.
Namun ironisnya, di jaman ini, media-media yang semestinya memberikan pencerahan dan pendidikan politik atau civic education, malah ikut juga terjerembab menjadi pion-pion kepentingan oligarkhi kapitalis elit yang acapkali manipulatif. Persis di sinilah pentingnya gerakan masyarakat madani melalui kerja intelektual dan kebudayaan generasi muda.
Haruslah diakui bahwa siapa pun bisa menjadi tiran sebagaimana tirani dalam arti lain juga acapkali dimainkan oleh kekuatan uang (oligarkhi) para elit korporat dan konglomerasi. Pada titik inilah diperlukan masyarakat yang independen dan mawas atau gerakan masyarakat madani (civil society) yang berfungsi sebagai pengawasan sukarela atau institusi-institusi resmi yang bertugas ‘memberantas’ korupsi dan praktik-praktik penyimpangan politik. Dan civil society hanya dimungkinkan dan lahir dari masyarakat atau sekumpulan warga Negara yang tercerahkan.
Upaya pencerahan masyarakat dan pendidikan politik atau pun civic education ini dapat dilakukan oleh perorangan atau kelompok yang tergerak untuk memajukan kehidupan sosial-politik demi menghindari manipulasi oleh partai-partai politik, misalnya. Karena, seperti terjadi sebelum-sebelumnya, sejumlah partai tetap mencalonkan koruptor dalam kontestasi politik atau suksesi karena mereka kebetulan memiliki banyak uang.
Demokrasi akan hidup dan berjalan baik dalam masyarakat yang terbuka, demikian bila meminjam filsafat politiknya Karl Raymund Popper, sebuah masyarakat yang represi dan manipulasi tidak hadir. Dengan landasan dan wawasan tersebut, demokrasi yang baik dan sehat meniscayakan adanya masyarakat yang tercerahkan dan hadirnya lembaga-lembaga kontrol, sebab seperti dinyatakan Lord Acton yang sudah terkenal itu: “Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang besar akan cenderung memiliki korupsi yang besar pula.”
Dalam hal demikian, pencerahan dan pendidikan politik atau civic education yang digerakkan dan dipraktikkan oleh masyarakat madani menjadi penting karena akan meminimalisir manipulasi politik dan praktik-praktik korupsi yang lahir dan muncul dari sahwat-sahwat politik.
Demikian pula, semisal filsuf seperti Hannah Arendt dan Jurgen Habermas pun menekankan bahwa demokrasi yang baik dan maju hanya dimungkinkan dalam sebuah lingkungan dan masyarakat yang tercerahkan dan hidup budaya civil society-nya, hadirnya lembaga kontrol yang independen, media yang jujur dan objektif, hingga apa yang pernah dinyatakan Raymond Aron dalam salah-satu ceramahnya di California University pada tahun 1963 itu masih relevan untuk saat ini:”Demokrasi adalah juga suatu keadaan masyarakat, bukan semata bentuk pemerintahan atau rezim politik”. Demikian!
Sulaiman Djaya, Esais dan Penyair