LIPUTAN9.ID – Idealnya bagi HTI ketika pemerintah mencabut badan hukum HTI 6 tahun lalu, serentak jutaan massa di seluruh penjuru tanah air keluar rumah mendatangi, mengepung dan menduduki kantor-kantor pemerintah menuntut agar pemerintah membatalkan pelarangan HTI.
Namun hal itu mimpi belaka. Masyarakat sepi-sepi saja. Seperti mengiyakan apa yang dilakukan oleh pemerintah. Kelompok oposisi pun demikian. Meski mereka kritis terhadap pemerintah, akan tetapi soal pelarangan HTI mereka menyimak dan mungkin mengamini dalam hati.
Tadinya HTI berasumsi oposisi pemerintah kemungkinan besar pro khilafah karena mereka kelompok kritis, rasional dan berpihak kepada rakyat. Ternyata yang terjadi tidak demikian. Ternyata oposisi pemerintah juga oposisi terhadap khilafah.
Tokoh-tokoh oposisi aktif di media sosial. Mereka membuat channel-channel di youtube sebagai saluran menyampaikan pendapat. Mereka membuat konten-konten podcast. Mengundang para akademisi, aktivis dan kaum profesional sebagai narasumber. Membahas isu dan masalah politik, pemerintahan dan kenegaraan. Dan sangat sedikit yang membahas khilafah, apalagi mendukungnya.
Termasuk di channel AK Sang Sastrawan Politik. Pembahasan tentang khilafah kurang diminati. Silahkan dilihat dari seribu lebih video yang sudah di-up load, video tentang khilafah sedikit ditonton bila dibandingkan dengan video-video yang lain. Artinya, di channel pejuang khilafah sendiri, video khilafah kurang populer.
Padahal sudah hampir seperempat abad HTI mensosialisasikan khilafah tanpa henti. Sudah ratusan milyaran dana keluar untuk itu. Semua sia-sia. Tak berbekas. Semua hilang diterpa angin hiruk pikuk kehidupan. Yang tersisa sekelompok aktivis HTI yang semakin menua dimakan usia.
Sosialisasi khilafah juga menjadi ajang uji publik bagi ide khilafah. Pemerintah membiarkan proses tersebut terjadi. Pemerintah tidak melakukan intervensi sebagai wujud dari demokrasi. Uji publik berlangsung secara terbuka dan alamiah.
Uji publik telah memenuhi etika diskursus yang disyaratkan oleh Habermas. Yakni; Pertama, semua orang diizinkan berbicara dalam forum bersama asal mampu dan berhak menerima atau menolak isi pembicaraan. Kedua, semua orang boleh berpendapat tentang apapun di forum bersama dan dipersilahkan menyampaikan sikap, dan mengungkapkan apa yang diinginkan dan yang dibutuhkan. Ketiga, Setiap orang tidak boleh dilarang mengemukakan pendapat terkait hak-hak pada dua syarat tadi, dengan baik tekanan dalam bentuk apapun di dalam dan di luar forum. (Habermas, 1979 di dalam Poespowardojo Soerjanto dan Alexander Seran, 2016; Poespowardojo T. M. S, 2016).
Yang jelas sampai saat ini ide khilafah masih ditolak masyarakat. Dengan kata lain khilafah gagal dalam uji publik. Terlepas dari apa alasan publik menolak khilafah, tapi begitulah kenyataannya. Tinggal penggila khilafah mau menerima kenyataan atau tidak. Atau mau tetap dan terus berkeras kepala dan berkeras hati sampai mati?!
KH. Ayik Heriansyah, M.Si, Mahasiswa Kajian Terorisme SKSG UI, dan Direktur Eksekutif CNRCT, Penulis artikel produktif yang sering dijadikan rujukan di berbagai media massa, pemerhati pergerakkan Islam transnasional, khususnya HTI yang sempat bergabung dengannya sebelum kembali ke harakah Nahdlatul Ulama. Kini aktif sebagai anggota LTN di PCNU Kota Bandung dan LDNU PWNU Jawa Barat. Pernah menjadi Ketua HTI Bangka Belitung.