Hampir di semua media di kawasan Arab, perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi G20 dalam seminggu terakhir menjadi headline. Muncul harapan besar agar KTT G20 yang akan digelar di Bali pada 15-16 Nopember dapat menjadi solusi bagi krisis yang melanda dunia, khususnya dalam memecahkan krisis pangan dan krisis energi yang berdampak serius pada krisis ekonomi akibat pandemi dan perang Rusia-Ukraina.
Harian al-Shabah, salah satu koran terbesar Tunisia menurunkan dua tulisan panjang tentang G20, Hakadza Ista’addat Bali Li Ihtidhani Qimmati Majmu’ati 20, Begini Bali Mempersiapkan Perhelatan G20, Liqa’ Biden wa Putin Mumkin fi Bali…Wa Hadzihi Subul al-Ta’wun Ma’a Tunis, Pertemuan Biden dan Putin Kemungkinan Terwujud di Bali…Dan G20 Dapat Menjadi Jembatan Hubungan dengan Tunis.
Saya diwawancarai oleh Harian al-Maghrib al-‘Arabi dan menjadi headline koran tersebut dengan judul, Indonesia Athalaqat Mubadarat Salam fi Qimmat G20 Min Ajli Waqf al-Harb Bayn Rusia wa Ukraina, Indonesia Gaungkan Perdamaian dalam G20 untuk Mengakhiri Perang antara Rusia dan Ukraina. Saya sampaikan juga isu-isu strategis yang menjadi prioritas pembahasan dalam G20 ke-7 di Bali, yaitu kesehatan global pasca-pandemi, tranformasi ekonomi digital, dan perubahan iklim, khususnya dalam akselerasi energi terbarukan.
Saya juga sudah mempersiapkan dua tulisan yang akan dimuat di dua harian terbesar Tunisia, yaitu Harian al-Shorouk dan Harian al-Shabah. Di kedua harian tersebut saya menekankan upaya Indonesia pada KTT G20 dalam memberikan sumbangsih bagi solusi atas krisis global, dalam kesehatan, ekonomi, perubahan iklim, serta perang Rusia-Ukraina. Di samping itu, saya juga menekankan bahwa capain-capaian besar yang diraih Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir, karena kita berpijak pada Pancasila dan mampu membumikannya dalam realitas politik, ekonomi, dan kebudayaan. Pelan tapi pasti, Pancasila telah menjadi ideologi yang membumi, hidup, dan dinamis (working ideology).
Salah satu yang menarik dan menonjol dalam perhelatan G20 pada tahun ini, yaitu G20 Religion Forum (R20). Untuk pertama kalinya, para pemuka agama-agama dari negara-negara G20 duduk bersama untuk menyuarakan pentingnya kemanusiaan, toleransi, dan perdamaian. Nahdlatul Ulama mengambil inisiatif penting agar agama-agama menjadi elemen penting dalam menyodorkan solusi bagi persoalan global. Agama-agama justru dapat berperan di ruang publik global untuk menyuarakan perdamaian dan keberpihakan pada mereka yang lemah.
Dalam kacamata Tunisia dan kawasan Arab hingga Afrika Utara, Indonesia mulai dinilai dan dilihat sebagai harapan dan solusi bagi krisis yang melanda dunia, khususnya kawasan Arab dan Afrika Utara. Setidaknya ada tiga hal yang mendapat perhatian negara-negara di kawasan Arab dan Afrika Utara. Pertama, pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang terus membaik dan meningkat di tengah pandemi dan krisis global.
Pandemi dan krisis geopolitik telah menyebabkan sejumlah negara di kawasan ini menghadapi distraksi dan krisis yang tidak mudah, di antaranya dikarenakan ketergantungan mereka pada impor. Krisis pangan dan krisis energi menyebabkan naiknya inflasi dan menyebabkan krisis ekonomi yang sangat akut. Konsekuensinya, beberapa negara harus bergantung pada kemurahan IMF untuk bisa bernafas sementara. Bahkan, jika perang berlangsung lama, maka krisis ekonomi akan semakin akut, dan bisa berdampak terhadap krisis politik dan krisis sosial yang sangat menakutkan.
Indonesia melalui kebijakan-kebijakan ekonomi yang efektif dan efisien, serta ekspor yang terus mengalami peningkatan, ekspor kita mengalami surplus, telah terbukti memberikan dampak yang sangat baik bagi kemampuan kita menghadapi krisis ekonomi global. Kami sebagai Kepala Perwakilan RI di kawasan ini bekerja keras untuk terus menaikkan ekspor. Alhamdulillah, ekspor RI ke Tunisia pada tahun ini mengalami peningkatan, karena Tunisia mulai memahami Indonesia sebagai sahabat sejati sejak sebelum mereka merdeka hingga sekarang ini. Tunisia mulai melirik dan membeli produk-produk Indonesia.
Kedua, stabilitas demokrasi di Indonesia yang menyebabkan terwujudnya stabilitas politik. Kita tahu, bahwa kawasan ini menghadapi persoalan politik yang tidak mudah, khususnya sejak revolusi 2010. Upaya demokratisasi yang sedang berlangsung membutuhkan proses reformasi yang juga memerlukan waktu. Sementara Indonesia sejak era reformasi telah mampu membuktikan demokrasi berjalan mulus dengan memperhatikan pentingnya mewujudkan keadilan.
Dalam berbagai forum di Tunisia, saya selalu menyampaikan, bahwa demokrasi di Indonesia berpijak pada Pancasila sebagai ideologi, falsafah, dan dasar negara. Demokrasi pada hakikatnya hanya sebagai instrumen untuk mewujudkan cita-caita para Pendiri Bangsa yang tertera di dalam Pancasila. Sebab itu pula, KBRI Tunis telah menerbitkan buku Pidato Sukarno: Pancasila 1 Juni 1945 dalam bahasa Arab untuk pertama kalinya. Respons para cendekiawan, politisi, ulama, dan insan media sangat luar biasa terhadap Pancasila. Mereka hanya menyampaikan satu kata: Pancasila dahsyat!
Ketiga, Indonesia mampu menjaga kebhinnekaan dan menjadikannya sebagai kekuatan untuk membangun bangsa. Indonesia dikenal luas sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Namun, istimewanya Indonesia mampu membumikan demokrasi dan menjaga toleransi di tengah kebhinnekaan warga. Agama-agama bisa hidup toleran, rukun, dan damai. Mereka berlomba-lomba untuk memberikan pengabdian terbaiknya kepada bangsa dan negara. Jasa Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah bersama komunitas agama-agama dan aliran kepercayaan sangat besar, sehingga kita menjadi negara Bhinneka Tunggal Ika.
Pada puncaknya, politik bebas-aktif yang menjadi filosofi diplomasi kita merupakan kekuatan, karena kita memandang negara-negara lain sebagai saudara dan sahabat. Kita bisa berbicara dengan siapapun untuk mewujudkan dunia damai dan adil. Bahkan, secara ekonomi juga politik bebas-aktif sangat membantu bagi pertumbuhan ekspor Indonesia ke berbagai negara sahabat.
Beberapa argumen tersebut menyebabkan gaung G20 membahana di Tunisia dan beberapa negara di kawasan ini. Sekali lagi, mereka berharap para pemimpin dunia dapat mengambil sikap yang dapat menjadi solusi bagi berbagai persoalan yang akut, khususnya mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Saya pun berharap agar KTT G20 di Bali dapat menjadi angin segar bagi dunia yang damai dan berkeadilan.
Zuhairi Misrawi, Duta Besar RI untuk Tunisia