Jakarta, Liputan9.id – Beberapa hari yang lalu, tersiar kabar ada seorang Kiai asal Jember, Jawa Timur dilaporkan istrinya karena diduga mencabuli beberapa santrinya. Berita tersebut lantas mendapat respon dari beberapa tokoh NU tak terkecuali Gus Islah Bahrawi.
Gus Islah mengatakan berita itu seksi dan menarik karena Kiai tersebut memiliki akun bernama “Benteng Akidah” yang notabene sering menyerangnya, mengakfir-kafirkan, menuduhnya fasik, liberal dan sebagainya.
“Ia selalu ngatain saya karena saya produk Amerika, seolah-olah saya adalah sosok yang ingin menghancurkan Islam disusupkan kedalam karena dikirim oleh Amerika,” ungkap Gus Islah dikutip dari akun IG pribadinya @islah_bahrawi, Senin (9/1/23).
Ia menambahkan beberapa konten keislaman di medosnya, dirinya hanya ingin menggambarkan bahwa Islam itu agama yang inklusif (terbuka), Islam itu adalah agama yang hidup dengan tradisi-tradisi (Islam Nusantara) dan diskursus-diskursus keilmuan yang luar biasa.
“Makanya perbedaan didalam Islam itu sebenarnya sejatinya biasa-biasa saja, karena kita punya tradisi itu. Tapi oleh Kiai ini disikapi dengan label kafir, kadang-kadang saya dituduh fasik, kufur dan sebagainya,” kata Tenaga Ahli Pencegahan Radikalisme, Ekstremisme dan Terorisme Mabes Polri itu.
Menurut Gus Islah, ini merupakan pelajaran bagi kita bahwa kita tidak boleh tampil seolah-olah menjadi manusia yang “Paling”.
“Karena penyakit manusia itu merasa paling, paling Islam, paling beragama, merasa paling hebat, merasa paling pintar lalu ia menjelek-jelekkan terus menghina dan mengkafir-kafirkan orang yang dianggap memiliki pemikiran berbeda,” imbuhnya.
Ia meminta kepada pihak kepolisian harus betul-betul meyikapi kasus ini dengan clear dan tuntas agar tidak terulang lagi di kemudian hari. Meskipun perbuatan tersebut hanya dilakukan oleh oknum-oknum tertentu.
“Kalau di Amerika pelaku Child Molester seperti ini dihukum berat, mereka seumur hidup tidak boleh masuk ke wilayah dimana anak dibawah umur biasanya berkumpul dan bahkan para pelaku terpidana pencabulan anak-anak dibawah umur biasanya dikasih tanda sehingga mereka tidak boleh memasuki wilayah-wilayah anak dibawah umur,” tegasnya.
Kasus ini menurutnya menjadi warning kepada kita semua, terutama bagi penegak hukum kepolisian harus betul-betul dijalankan supaya tidak menjadi contoh bagi yang lain.
“Tegaknya hukum seperti putusan Mahkamah Agung kepada Kiai di Jawa Barat harus ditegakkan pula dalam kasus ini, bukan saya dendam karena Kiai ini sering nyerang saya. Tapi ini pelajaran supaya nama pesantren tidak tercoreng, nama Kiai tidak tercoreng. Dan ini pelajaran bagi kita semua bahwa kita jangan bersikap pura-pura seolah kita paling suci, paling beragama, paling alim dan sebagainya,” ucap alumni Pondok Pesantren Syaikhona Moh. Cholil Bangkalan ini.
Sebagai penutup, Gus Islah berpesan lewat kejadian ini marilah kita tampil apa adanya, marilah kita berbuat baik dan jangan pernah memberi label ke orang lain kafir, fasik, murtad, musyrik, syirik dan sebagainya.
“Karena kita semua ini, sejatinya manusia biasa yang pasti memiliki dosa. Jangan kemudian klaim-klaim kebenaran itu selalu diakui punya miliknya sendiri, jangan klaim-klaim kesalahan milik orang lain,” pungkasnya. (MFA)