Jakarta, LIPUTAN 9
Ramai wacana Hak Angket kecurangan pemilu, yang semula dilontarkan Ganjar Pranowo pasangan calon presiden nomor urut 03 yang kalah versi quick count. Hal itu, mendapatkan respon dari pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), Ir. R Haidar Alwi dengan mengungkap tiga alasan mengapa wacana hak angket kecurangan pemilu tidak layak untuk dilanjutkan.
“Pertama, tidak merepresentasikan kepentingan sebagian besar rakyat Indonesia,” ujar singkat Haidar Alwi pada Liputan9.id, Selasa (27/02/24).
Haidar Alwi menjelaskan bahwa hak angket sebagai pelaksanaan fungsi pengawasan DPR harus ada dalam kerangka representasi rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 69 Ayat 2 Undang Undang MD3.
Sementara berdasarkan temuan LSI, sebanyak 60,5 persen rakyat menganggap pemilu 2024 tidak diwarnai kecurangan. Sebanyak 83,6 persen rakyat puas terhadap penyelenggaraan pemilu dan 76,4 persen rakyat menyatakan pemilu telah berlangsung jurdil.
“Kedua, yang dipermasalahkan hanya kecurangan Pilpres tapi Pileg tidak. Ini aneh,” ucap tokoh toleransi Indonesia tersebut.
Menurutnya, potensi kecurangan pemilu justru lebih besar di Pileg ketimbang di Pilpres. Dengan jumlah caleg yang mencapai puluhan ribu dan adanya ambang batas parlemen 4 persen, praktik pencurian dan jual beli suara antar-caleg maupun antar-partai sudah menjadi rahasia umum.
Belum lagi, proses penghitungan suara Pileg yang dilakukan pada malam hingga dini hari semakin membuka ruang lebih luas bagi terjadinya praktik kecurangan pemilu. Sebab, pada waktu tersebut situasi di TPS sudah mulai sepi dari pengawasan masyarakat dan potensi kelengahan petugas akibat kelelahan atau mengantuk.
“lalu, Ketiga, motifnya cenderung untuk kepentingan politik segelintir elit daripada untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara,” tegasnya.
Haidar Alwi juga melihat wacana hak angket kecurangan pemilu bukan berasal dari masyarakat. Melainkan dari pihak-pihak yang kalah dalam pemilu. Pertama kali dihembuskan oleh Ganjar Pranowo yang merupakan kader PDIP sekaligus salah satu kontestan Pilpres 2024. Kemudian didukung oleh partai pengusungnya dan partai pengusung Anies-Muhaimin.
Dalam penelusuran Liputan9.id, ternyata ini bukanlah kali pertama PDIP mengusulkan hak angket terkait pemilu. Sebelumnya Masinton Pasaribu juga pernah mengusulkan hak angket pasca putusan MK tentang batas usia capres-cawapres. Namun usulan itu akhirnya gagal karena tidak ditindaklanjuti oleh DPR.
“Sebelum pemilu diusulkan hak angket untuk menggagalkan pencalonan Prabowo-Gibran. Tidak berhasil. Setelah pemilu dan Prabowo-Gibran menang, diusulkan lagi dengan tajuk kecurangan pemilu. Apalagi ujungnya ditambahkan mendiskualifikasi Prabowo-Gibran dan memakzulkan Presiden Jokowi. Dari sini publik bisa menilai motifnya apa, tujuannya apa dan untuk kepentingan siapa,” pungkas R Haidar Alwi. (ASR)